Duabelas

199 21 0
                                    

Raka menyurukkan kepalanya di atas tasnya. Merubah posisi kepalanya yang tadi sempat membuat pegal lehernya. Matanya kembali terpejam. Berharap mimpi segera hadir menyapanya. Karena ia terlalu lelah.

Mengapa? Karena hari ini ia berusaha mengikuti kelas dengan baik tanpa membuatnya terusir. Meski harus menahan kantuk, tapi ternyata ia berhasil juga. Setidaknya dalam dua mata pelajaran hari ini. Maka dari itu, istirahat ini ia lebih memilih tidur di kelas dibanding makan. Toh, ia juga tak lapar!

Rasanya baru sebentar ia tertidur, tapi suara itu sungguh mengganggu!

"Raka, Rakaaa!!" Kali ini disertai dengan goncangan di bahunya. Raka tahu betul siapa itu. Pengganggu nomor satu di hidupnya.

"GUE MAU TIDUR, RINI!!" Raka menatap anak perempuan yang duduk di depannya itu kesal setengah mati. Meski yang ditatap hanya tersenyum dengan wajah tak merasa bersalah sedikit pun. Raka menghela napas.

"Ka, lo mau tau nggak?" Rini bertanya seakan ucapan Raka tadi hanya angin lalu.

"Apaan?" Balas Raka ketus.

"Nih, sini... gue bisikin!" Lalu Rini mulai berbisik-bisik di telinga Raka, dan anak lelaki itu pun mendengarkannya dengan seksama. Lalu matanya melirik ke samping. Kemudian ia mengernyit.

Rini tersenyum usai membisikan sesuatu. Memberikan suatu informasi penting. Lalu, saat melihat tatapan mata Raka yang tak percaya buru-buru ia mengacungkan dua jarinya, menandakan ia sungguh-sungguh.

Raka terdiam sesaat. Wajahnya datar, tapi sesungguhnya ia sedang berpikir. Kemudian ia menoleh ke sampingnya.

Anak perempuan itu sedang sibuk sendiri menuliskan sesuatu di atas mejanya. Lalu, tanpa peringatan Raka bertanya...

"Aruna, lo suka sama gue?"

Dan semua mata pun langsung menatapnya seketika.

***

Saat itu sedang sepi. Bukan karena tak ada orang di kelas hanya saja kebetulan tak ada yang sedang bicara kala itu. Sunyi untuk beberapa detik.

Tapi sungguh, pertanyaan Raka dan suasana kelas yang sunyi adalah perpaduan yang menarik semua mata.

Tatapan-tatapan itu seperti sedang mempertanyakan kebenaran yang terjadi. Dan semuanya ditujukan pada Runa.

Runa menyadarinya. Semua mata sedang menatapnya. Entah itu tatapan mata penasaran ingin tahu atau hanya sekedar tertarik. Lalu beberapa orang mulai berbisik-bisik.

"Wahhh, keren. Ada pasangan baru di kelas ini ternyata!" Celetuk salah seorang siswa di sana, lalu semua orang yang ada di sana ikut bersorak.

Runa melirik Raka. Anak lelaki itu sama sekali tak terbebani oleh keadaan. Ia tetap menatap Runa. Sikapnya pun santai.

Karena tak mau mendapat tatapan penasaran itu terus menerus, buru-buru Runa angkat bicara. "Nggak, kok."

Raka tetap menatap Runa. Tatapan Raka seakan sedang menilai, meneliti wajahnya yang kelihatan panik. Meski pun sejujurnya Runa memang tak menyukai Raka seperti yang ia katakan, tapi jika ditatap dan digoda seperti ini pastinya ia juga jadi malu. Dulu pun ia pernah mengalami hal ini saat SD, tapi itu sudah berselang lama. Dan bertemu dengan situasi seperti ini lagi membuat Runa jadi aneh sendiri.

"Lo blushing?" Pertanyaan Raka itu sungguh membuat keadaan ini jadi bertambah sulit.

Sorak sorai anak-anak lain kian mendominasi. Beberapa orang bahkan berteriak menyelamati. Keadaan ini sungguh membuat Runa malu. Malu setengah mati.

Bingung mau menanggapi bagaimana lagi karena seakan apa yang dikatakannya nanti akan jadi sia-sia. Tak ada yang percaya jika ia membela diri. Akhirnya Runa berusaha menutupi wajahnya dengan buku.

Lalu semua tertawa lepas sambil bersorak. "Yah, ada yang salting!"

Dalam hati Runa merutuki sikapnya. Mengapa ia harus menjadi seperti ini!

***

Ziel hendak mengambil handuk kecil di tasnya. Karena akan mencuci wajahnya usai bermain basket tadi.

Namun suasana kelas yang sedang riuh membuatnya sedikit tertarik memperhatikan apa yang membuat keriuhan itu bermula.

Karena semua orang sedang menatap area di belakang kelas, sorot matanya jadi mengikutinya. Di sana ada Raka. Anak lelaki itu sedang tersenyum sendiri di tempat duduknya. Lalu, disebelah Raka. Ziel mengernyit ketika melihat anak perempuan itu tengah menundukkan wajahnya sambil menutupinya dengan buku.

Di sebelah Ziel, Lula tertawa mendengus. Merasa risih dengan keadaan di kelasnya itu. Jujur saja, sikap Runa membuatnya jengah. Sok polos. Naif!

"Gue beneran ilfeel sama dia." Lula bergidik.

Orland yang mendengarnya langsung mencebik. "Bilang aja lo sirik."

"Ish." Lalu langsung mendesis tak suka.

"Kalau dilihat-lihat tuh cewek lucu kok. Apalagi pas lagi senyum. Gue sering banget lihat dia lagi senyum. Adem banget lihatnya!" Thomas ikut berkomentar. Orland pun mengangguk, setuju.

"Meski pun dia bukan tipe gue, tapi it's okay lah. Kalau jadi teman sekelas. Sifatnya nggak senorak yang gue pikirkan." Tambah Orland.

Sementara teman-temannya berkomentar tentang Aruna, Ziel hanya diam di tempatnya. Komentar Orland pada anak perempuan itu membuatnya berpikir. Sesaat. Kemudian ia berbalik pergi, berusaha mengenyahkannya.

Mau bagaimana pun pendapat orang tentangnya, tetap saja penilaian Ziel akan tetap sama.

♡♡♡

Di sini hujan. Semoga suka :)

ARUNA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang