Chapter 24

4.5K 367 88
                                    

Little notes:

Hai, akhirnya setelah 2 tahun cerita ini selesai juga. Iya, ini bener-bener akhir dari cerita Meant To Be. Gak ada sequel. Tapi mungkin nanti aku bakal kasih extra part. Makasih buat semua readers yang udah kasih vomments di cerita pertamaku ini. Pokoknya kiss-kiss jauh dari aku!

P.S. Aku tau kalo bulan Juli itu lagi musim panas, tapi biar lebih menghayati bayanginnya pas lagi salju ya! Maaf kalau ada typo pokoknya happy reading.

***

Author P.O.V

17 Juli 2018

Hari ini adalah hari pemakaman Luke, dan salju mulai turun menyelubungi tanah di sepanjang jalan kota London. Serpih-serpih putih dingin menyelimuti mobil dan pagar, sedangkan langit yang biasanya berwarna biru cerah kini bernuansa kelabu dan gelap.

Bagi Lacey; saat berkendara dari rumah duka menuju pemakaman, seluruh dunia tampak hitam dan putih. Tak berwarna.

Di Main Street, jalanan terlihat sedikit lengang. Lampu lalu lintas berkedap-kedip dan beberapa polisi mengawal mobil Lacey beserta yang lainnya menuju tempat peristirahatan terakhir Luke. Lacey hari ini mengenakan pakaian serba hitam, termasuk pashmina hitam yang menutupi rambut cokelatnya.

Di dalam mobil, dia duduk di sebelah Calum, Ashton, dan di depannya, Liz duduk bersama Andy dan Michael. Sementara itu, Jackie, anak semata wayangnya sudah tidur terlelap di pangkuannya.

Di lokasi pemakaman, ratusan orang telah berkumpul disana dari sanak saudara sampai puluhan fans yang datang demi melihat idolanya untuk yang terakhir kali.

Lacey benci ini, sungguh. Memori pahitnya yang sudah lama terkubur rapat kini seketika kembali muncul. Ia teringat ketika kedua orang tuanya meninggal dan ketika ia ikut pergi ke pemakamannya. Dada Lacey sesak, seperti ada yang menghimpit rongga paru-parunya.

Mobil pun akhirnya berhenti, lalu mereka semua turun dengan menggunakan kacamata hitam untuk menutupi mata mereka yang sembab karena menangisi kepergian orang yang mereka cintai.

Niall yang hadir di pemakaman Luke merangkul Lacey dengan erat. Mereka semua berjalan beriringan menuju liang lahat yang ditutupi terpal, tempat dimana peti jenazah Luke nantinya akan diletakkan.

Lacey menyaksikan saat Andy memimpin pengusung jenazah memasukkan Luke ke dalam liang lahat. Wajah Lacey terlihat datar, namun di lubuk hatinya ia menangis meronta-ronta. Tentu, ia sangat amat tidak rela melepaskan Luke untuk selama lamanya.

Taburan bunga dan salju putih menjuntai di seluruh sisi peti jenazah berwarna hitam itu. Kelopak bunganya membeku, disaput es, rapuh dan kaku.

Tanpa di undang, ucapan Luke yang dulu ia lontarkan kini teringat lagi oleh Lacey.

Suatu hari nanti, aku ingin pemakamanku di kelilingi salju. Bagiku, salju melambangkan kesunyian dan kedamaian.

Lacey masih ingat itu, dengan sangat jelas.

Kini dia merasa terasingkan dan terputus dari dunia, dia tak memperdulikan apa yang diucapkan oleh Andy dan nyaris tak mendengar upacara pemakaman Luke yang singkat itu.

Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa hangat seperti dulu. Karena kini Lacey harus menerima kenyataan pahit bahwa Luke telah pergi dan tak ada yang bisa membawanya kembali.

Gerakan tubuh Lacey sangat mekanis, mirip seperti boneka tangan. Tidak ada air mata yang Lacey keluarkan saat melihat peti jenazah Luke disimpan di liang lahat, dia hanya bisa menatap ke depan dengan pandangan kosong. Sementara itu di dalam hatinya dia merasa hampa dan dingin. Amat sangat dingin.

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang