Chapter 15

5.6K 485 17
                                        

Lacey P.O.V

1 detik.

2 detik.

Wajah Luke mulai mendekat ke arahku.

3 detik.

Sesuatu terjadi diantara kami berdua.

4 detik.

Aku bisa merasakan sesuatu yang lembut dan lembab menyentuh bibirku.

Ya, dia menciumku.

Awalnya aku kaget, aku tak menyangka Luke akan dengan beraninya menciumku. Namun, beberapa detik kemudian aku malah menikmati ciuman itu.

Sejujurnya, ciuman itulah yang sangat aku rindukan selama ini. Ciuman lembut penuh kasih sayang yang dulu selalu Luke berikan kepadaku.

Aku merasakan perutku mulai memancarkan gelenyar aneh. Seperti ada ratusan, ribuan bahkan jutaan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutku.

Yatuhan, apakah ini pertanda bahwa aku belum bisa melupakannya dan masih mencintainya?

Ciuman itu berlangsung selama beberapa menit sebelum aku melepaskan pagutan bibir kami berdua.

"Luke, a--aku tidak bisa melakukan ini," ucapku dengan suara bergetar, air mata di pelupuk mataku sudah tidak bisa terbendung lagi.

"Apa maksudmu?" Luke menatapku bingung seraya memegang kedua tanganku.

"Aku tidak bisa begitu saja langsung melupakan Austin dan langsung berpindah ke lain hati, karena aku juga mencintainya. Maafkan aku," aku hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan mataku yang berkaca-kaca.

Tanpa ku sadari, Luke sudah memegang wajahku dengan satu tangannya. Aku mendongak lalu mata biru laut milik Luke menatap tepat di manik mataku, "Lacey, listen to me. Aku akan menunggumu. Bila perlu sampai mati aku akan terus menunggumu untuk kembali lagi kepadaku. Aku tidak terlalu yakin apa kau masih punya perasaan yang sama sepertiku atau tidak. Tapi kau harus tau Lace, you haven't left my thoughts, ever. To put it quite simply, i miss you so so much. I miss the way you would confide in me. I miss the stories you would unfold in my ears. I miss feeling your smile even if it was only on the phone. I miss every moment lived with you. I despise every moment without you Lace."

"Seriously, your eyes are still my favorite place to get lost in. Your heart is still the only place i can call home. Your arms are the single greatest comfort i've come to know and call me crazy, but i don't think you'll ever understand the effect your smile has on me."

Luke menarik nafasnya kemudian mulai berbicara lagi, "Sometimes when i look at you, i just want to kiss you. More than anything, i just want one kiss. A kiss to tell me that you trust your lips against mine. A kiss to prove to me that i can still see the world with my eyes closed. A kiss to remind me that actions do truly speak louder than words. I've lost you, and yet i still love you."

"You drive me crazy and keep me insane at the same time and i wouldn't want it any other way. At times it hurts to love you, and it fills me with anger that i become ashamed to feel. Ashamed, not just for the wrong things that i have done, but also for the right things that i failed to do. Aku pasti akan terus menunggumu, jangan khawatir. Sudahlah jangan menangis, kau jelek jika menangis terus!" Luke menghapus air mataku dengan ibu jarinya lalu mencubit pipiku pelan.

Luke, aku juga sangat merindukan dan mencintaimu. Namun, aku tidak bisa secepat itu untuk berpaling lagi padamu, batinku dalam hati.

"Terimakasih Luke," aku tersenyum lembut ke arahnya dan beberapa detik kemudian ponselku berbunyi.

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang