Sixth Day

1K 45 7
                                    

Akhirnya ini adalah hari terakhir aku UTS. Setelah semua beban kuhadapi, aku sekarang bisa menghirup udara kebebasan. Kurikulum 2013 yang sangat sangat membuat siswa sibuk memang sudah sepatutnya membuat siswa merasa senang tak terkalahkan jika telah melewati masa-masa Ulangan.

Seperti hari ini, aku tinggal menunggu panggilan dari pengeras suara untuk semua kelas 10 berkumpul di lapangan sesuai perintah dari Pak Pram minggu lalu. Aku duduk termangu di meja --menunggu temanku menjemputku ke kelas ini.

Kulirik hpku yang tidak mengeluarkan tanda ada notif sama sekali, ya jadi hpku sepi seperti pasar --eum maksudnya kuburan.

"Kei!!!! Gila! Lo harus tau ini!! Gawat-gawaatt!!"

Jantungku hampir saja copot kalau saja Tuhan tidak membuatnya dengan sebaik mungkin. Aku mendongakkan kepalaku dan menemukan wajah histeris milik temanku yang barusan teriak.

"Paan, sih, nis?! Telinga gue bisa budeg, nih!"

"Ih! Kei, dengerin anis dulu, sini deh ikut!"

Anis langsung menarik tanganku tanpa persetujuan dariku.

Anis membawaku ke kantin dengan langkah yang sangat lebar. Aku jadi penasaran, apa, sih yang mau dia tunjukkan?

"Kei, liat!"

Aku memandang ke arah yang sama dengan jari telunjuknya.

Deg

Dan saat itu juga rasanya aku ingin luruh ke tanah.

Saat itu juga rasanya aku ingin masuk ke kamar dan mengunci pintunya lalu berdiam diri --mungkin menghabiskan tissue berjam-jam.

Saat itu juga rasanya aku ingin berteriak kepada sang pemilik hatiku bahwa aku MASIH menyukainya. Dan aku ga suka ngeliat dia dengan perempuan lain selain aku.

Saat itu juga rasanya aku ingin menghukum diriku sendiri yang terlalu egois dengan pemikiran-pemikiran seperti itu.

Dan, saat itu pula aku ingin bertanya pada diriku sendiri.

Who are you?

(╯3╰)

"Udah, nis. Maafin gue elah, gue salah karna gue dengan begonya malah bawa lo ke kantin. Sumpah, gue itu reflek dan gue juga kebawa emosi!"

Anis merangkul pundakku sambil terus mengelus punggungku.

"Udah berapa kali gue bilang ini bukan salah lo, Anis!" Aku menghapus sisa air mataku.

Anis menatapku iba, "Well, gue tetep ngerasa bersalah sama lo."

Aku menggeleng. "Udahlah, lupain aja. Capek lagian mikirin begituan mulu."

Anis tersenyum kecil. "Nah, gitu dong! Ayuk ah ke lapangan, pasti udah rame!"

Aku mengangguk kemudian menggendong tasku menuju ke lapangan.

Setibanya di lapangan, ternyata semua siswa hampir sudah kumpul semua. Aku mengajak anis untuk duduk di paling belakang karena aku malas mendengarkan petuah Bu Ima.

"Ya, jadi Pecapa akan dilaksanakan Sabtu depan, ibu harap kalian dapat mempersiapkan semuanya dengan baik. Alat-alat yang dibutuhkan sudah tertulis di kertas, nanti akan ibu bagikan kertasnya satu untuk masing-masing ambalan. Untuk itu, silakan perwakilan ambalan maju untuk mengambil kertas ini."

Aku menyandarkan tubuhku ke pilar yang ada dibelakangku. Bermain hp adalah pilihanku sekarang, biar saja teman ambalanku yang mengambil kertas itu.

"Eh! Gue ke depan dulu, ya, kei! Temen ambalan gue mana ada yang mau ngambil! Bentaran ye!"

Aku memberengut kesal namun tetap mengiyakan.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang