Setelah pensi berakhir, kami semua diperintahkan untuk masuk ke tenda masing-masing untuk tidur. Kesha berganti baju menjadi baju tidur agar lebih nyaman tidurnya.
"Kei, lo ntar matiin lampu ya!"
"Iya," Jawab Kesha sambil mengikat rambutnya.
Ia merapikan bantal di tempatnya tidur lalu mematikan lampu.
10 menit berlalu, ia masih mengubah-ubah posisi tidurnya. Ia belum menemukan kenyamanan untuk tidur karena ia tidak bisa tidur miring sebab lengan kiri atasnya lebam.
Hingga setengah jam berlalu, ia masih belum bisa tidur. Dilihatnya teman-temannya sudah tidur semua dan kini ia sendirian. Rasa manjanya mulai keluar, ia mulai merasa ingin menangis. Ia tiba-tiba kangen rumah, kangen orangtuanya, kangen tidur di kasur empuknya.
Kesha menggeleng memberikan sugesti pada dirinya bahwa ia harus kuat. 15 menit berlalu, tiba-tiba ia merasa linu yang amat sangat pada kedua lengan dan kakinya. Ini pasti efek memegang benda berat dari tadi siang serta berjalan terlalu jauh.
Sialnya dia tidak membawa obat untuk linu, akhirnya dengan mengumpulkan keberaniannya, ia keluar tenda dan berjalan tertatih menuju tenda. Ia melihat ke sekeliling, sepi. Sambil menyeret kakinya ia berjalan perlahan. Jarak tendanya dengan posko medis tidak terlalu jauh kalau berjalan dengan kaki normal. Namun, dengan kaki yang seperti itu pasti akan terasa jauh.
"Aw!"
Kesha mengaduh ketika dirinya terjerembab di tanah karena ia tak kuat menahan kakinya yang sangat linu. Ia berusaha berdiri namun jatuh lagi. Ia merasakan air mata mulai jatuh ke pipinya. Sial! Dia tidak boleh nangis! Tidak boleh cengeng!
Ia mencoba berdiri lagi namun belum sempat berdiri, seseorang berjongkok di depannya. Karena posisinya membelakanginya jadi Kesha tidak bisa melihat wajah orang itu.
"Lo siapa?" Tanya Kesha. Ia takut kalau orang didepannya ini bukan manusia, hal itu wajar terjadi di perkemahan, kan?
"Naik," Tapi mendengar suaranya yang familiar, Kesha menjadi yakin bahwa orang didepannya itu manusia.
"Ramma?" Gumam Kesha sangat pelan.
Orang itu membalikkan badannya lalu menghela nafas berat.
"Naik ke punggung gue. Lo ga bisa jalan dengan kaki kayak gitu."
Kesha menelan ludahnya. Apakah ia sedang bermimpi? Jangan-jangan sebenernya dari tadi itu dia sudah tidur dan ini adalah mimpi?
"Cepet naik."
Ternyata Ramma sudah membalikkan badannya lagi. Dengan hati ragu, Kesha akhirnya meraih pundak Ramma dan berhasil naik ke punggungnya.
Sesampainya di posko medis, Ramma memanggil salah satu penjaganya.
"Kak Rizka? Kak?"
Ternyata kak Rizka sedang tidur. Semua orang terlihat sangat kelelahan. Jadi, disini hanya Kesha dan Ramma yang terjaga. Ramma menurunkan Kesha di kasur dan meluruskan kaki Kesha pelan-pelan.
Ia berjalan mendekati Kak Rizka lalu membangunkannya.
"Kak..."
Kak Rizka terbangun kemudian mengerjapkan matanya.
"Eh, Ramma. Ada apa?"
"Kesha kakinya sakit. Coba diobatin."
Kak Rizka mengangguk lalu mendekati Kesha. Ramma mengawasi mereka sebentar lalu menatap mata Kesha. Ia menatap seolah berkata, "Gue tinggal ya?". Kemudian Ramma keluar dari posko PMR.
![](https://img.wattpad.com/cover/57250137-288-k380965.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
RomantizmGadis cantik dengan rambut sebahu yang duduk di bangku kelas 10 SMA terpaksa harus merasakan pahitnya cinta pertama. Ia, Kesha, mencintai seorang lelaki yang tidak mencintainya, namun ia tetap berharap pada lelaki itu. Sampai Ulangan Tengah Semeste...