Clara terus memainkan lidahnya sambil sesekali menyesap lidah Max, hingga membuat Max terengah-engah. Sedangkan Denis, Alberto dan Leo hanya mampu memandang ciuman panas Clara pada Max. Mereka asik membayangkan diri merekalah yang diperlakukan seperti itu oleh Clara, hingga tanpa sadar mereka menelan ludahnya sendiri.
Tapi tiba-tiba kesadaran mereka terkendali saat melihat tubuh Clara yang kini terduduk di meja, tangan Clara menyapu gelas serta botol yang tadi disuguhkan untuk Max dan ketiga temannya.
"Apa yang kamu lakukan, Max?" tanya Clara, bingung. Sedikit rasa kecewa terpampang di wajah cantiknya, saat Max mendorongnya hingga berpindah dari pangkuan pemuda itu.
"Jangan memaksaku berbuat kasar padamu, Clara," ujar Max, memperingatkan. Sorot matanya yang datar langsung berubah tajam ke arah Clara.
"Ada apa denganmu, Max?" tanya Clara lagi, yang tak dihiraukan Max. Dia segera berbalik meninggalkan Clara dan ketiga temannya.
"Max," panggil Denis yang langsung menyusulnya. Clara yang berusaha bangkit dan ingin ikut menyusul Max terhenti, saat tangan Leo memegang pundaknya dari belakang.
"Lepasin aku!"
"Tenang, Clara. Hari ini Max modnya sedang buruk, jadi biarin saja dia dulu," sergah Leo yang kemudian melepaskan pundak Clara.
"Memang ada apa sih sama dia?" timpal Clara, penasaran.
"Biasa ... Berantem lagi sama Joeshen, gara-gara hal yang menurut Max tidak penting," saut Alberto sambil mengangkat gelas yang sedari tadi dipegangnya, dan mencecap sisa bir yang masih seperempat gelas.
Penjelasan Alberto pun bisa diterima Clara, meski masih ada kekecewaan yang dirasakannya akibat perlakuan Max, tapi dia berusaha berpikir positif dan kemudian bangkit untuk membereskan gelas serta botol yang berserakan.
***
Lana masih asik memandang bintang. Dia yang tadi memutuskan untuk diantar ke pantai, begitu menikmati kesejukan angin malam dan suara desiran ombak. Dia juga sudah mengenakan pakaian dari toko milik orang tua Joeshen dan Maxi, yang tadi sempat dikunjungi Joeshen sebelum ke pantai. Joeshen sengaja menyambangi toko tersebut hanya sekedar untuk membelikan pakaian bagi Lana. Sebab dia tidak ingin Lana keluar bersamanya dengan hanya menggunakan bra dan celana dalam saja, itu tentu akan membuatnya dipandang buruk oleh umum dan dianggap terlalu merendahkan wanita.
Sambil mengumpulkan ranting dan kayu-kayu untuk api unggun, Joeshen tak hentinya memandang wajah cantik Lana yang polos tanpa make up. Entah kenapa ada sesuatu yang kurang dari wajah tersebut, tapi apa? Joeshen berusaha mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri, sampai dia teringat sesuatu yang terjadi tadi siang di kampus.
Ya ... Saat pertemuannya dengan Lana dan pembicaraan panjang mereka di kampus, Lana terlihat sangat ceria. Bahkan tak ada kerutan sama sekali di keningnya, tapi sekarang berbeda. Senyuman itu sama sekali tidak tampak di wajah cantik tersebut, dan mungkin itulah kekurangan yang dimaksudkan Joeshen.
Joeshen bangkit dan menyusun kayu serta ranting yang dikumpulkannya tadi, tidak jauh dari tempat Lana membaringkan tubuhnya. Setelah kayu dan ranting tadi tersusun rapi, Joeshen langsung meraih korek api di saku jaketnya. Tanpa susah payah api sudah mampu menyala di kayu dan ranting yang kering itu, mengundang perhatian Lana.
"Maaf mengganggu ketenanganmu," ucap Joeshen sambil tersenyum tulus.
Lana pun hanya membalas dengan anggukan kepala dan kembali menghadap langit. Joeshen yang tidak ingin suasana canggung dan tegang berterusan, perlahan mendekati Lana dan berbaring di sampingnya.
"Maaf atas perbuatan Maxi padamu tadi," ujar Joeshen membuka pembicaraan.
"Tidak apa-apa, Joe. Justeru aku berterima kasih karena kamu sudah menolongku dan membawaku ke sini," timpal Lana tampa mengalihkan pandangannya, "Jadi Max itu saudaramu?"
"Ya ... Kami bisa dibilang kembar tapi berbeda," kalimat itu membuat Lana terkejut dan segera bangkit. Dahinya mengeryit, tatapannya tajam penuh pertanyaan ke Joeshen.
"Bukan berarti kembar dalam artian sebenarnya," lanjut Joeshen yang juga ikut bangkit dan duduk menghadap laut, "Ayahku dulu menikah lagi atas permintaan ibuku, karena ibuku beranggapan bahwa dirinya mandul setelah pernikahan selama tiga tahun tanpa kehamilan. Ayahku yang memang begitu mendambakan seorang anak, akhirnya menikah lagi tanpa menceraikan ibuku.
"Tapi ternyata kemandulan yang ditakutkan ibuku tak terbukti. Setelah ayahku memiliki istri muda, dalam rentang waktu setahun ibuku dan istri muda ayahku sama-sama mengandung. Mereka melahirkan secara bersamaan, dan bayi mereka juga sama-sama laki-laki," jelas Joeshen panjang, tanpa sedikitpun menoleh ke Lana.
"Dan kedua bayi itu adalah kamu dan Max?" saut Lana, coba menebak.
"Hmmm ...," jawab Joeshen yang disertai anggukan pelan.
"Wajar saja sikap kalian berbeda, kalian satu ayah tapi beda rahim."
"Tidak ... Dia berubah menjadi seperti saat ini sejak kematian orang tua kami. Entah apa yang ada di pikirannya, tapi yang jelas ada persamaan di antara aku dan dia. Persamaan yang tidak banyak orang tau," sangkal Joeshen yang kini sudah memandang Lana.
Sesaat Lana terdiam, lalu senyum kecil tergaris di bibirnya yang kemudian berubah menjadi tawa. Membuat Joeshen kebingungan oleh tingkah Lana yang seketika berubah.
"Ya, ya, ya ... Kalian lahir di hari, bulan dan tahun yang sama, ayah yang sama, dan mungkin nama belakang serta tempat tinggal yang sama. Itu maksudmu, 'kan?" ujar Lana sambil masih menertawakan ucapan Joeshen tadi.
Joeshen tersenyum kemudian berdiri dan melangkah ke sisi pantai, membiarkan ombak yang membawa air surut mengenai kakinya.
"Kamu salah Lana, bukan hanya sekedar hal itu saja persamaan kami," ucapan Joeshen menghentikan tawa Lana, mengubahnya menjadi rasa penasaran yang berterusan.
"Kami punya banyak kesamaan dalam hal hobi dan sebagainya ...,"
"Termasuk menyukai wanita yang sama?" saut Lana yang sudah berdiri menyebelahi Joeshen.
***
#Next to part 4 ...,
KAMU SEDANG MEMBACA
"HATI DI PERSIMPANGAN"
RomanceBertemu dengannya adalah bencana terburuk dalam hidupku, tapi ada saatnya aku sangat merindukan wajahnya yang datar, serta kalimatnya yang begitu kasar itu. Tapi kenapa aku harus memilih dia? Ada seorang Malaikat yang selalu melindungiku darinya, da...