Beberapa detik Lana sempat terpikir sesuatu lalu menurunkan kaki, dan kemudian meraih tangan Max.
"Oke ... Stop! Kali ini aku mengakui jika aku takut padamu, tapi aku ingin kamu menyetir dengan santai dan tidak melebihi 60 kilometer perjam. Bagaimana?" Lana mencoba memberi penawaran pada Max, yang menurutnya senang jika melihat orang di sekitarnya takut.
Max masih tidak menjawab dan terus menginjak gas mobil. Membuat Lana tidak mampu berpikir kembali dan bersiap meringkuk di balik lututnya. Namun saat Lana akan menutupkan tangan ke telinganya, tiba-tiba Max mematikan enjin mobilnya.
Lana tersentak dan spontan menurunkan kakinya lagi. Wajahnya mendongak menatap bingung pada Max yang masih memandang lurus ke depan.
"Baiklah ... Aku menghargai ketakutanmu, dan sebaiknya lain kali juga kau mengatakannya di depan orang banyak," tegas Max menyetujui penawaran Lana.
Lana mengembuskan napas panjang saat mobil Max berjalan pelan, meski masih lebih cepat jika dibandingkan dengan Joeshen. Tapi setidaknya membuat Lana bisa duduk tenang tanpa harus berteriak dan menjerit di setiap tikungan.
Sunyi serta tegang menyelimuti suasana di dalam mobil. Max sibuk konsentrasi dengan jalanan yang dia sendiri tidak tahu arahnya menuju rumah Lana. Sedangkan Lana sendiri asik mengingat perilaku Max selama ini padanya. Sesaat dia menoleh pada Max dan memerhatikan wajah yang selalu berhiaskan kerutan di dahinya itu. Dia mulai membandingkan dengan wajah Max saat tertidur, seperti dua orang yang berbeda tapi hidup dalam satu raga.
Kadang bertindak kejam tapi bisa terlihat memesona ketika tidur, begitulah pikiran Lana menilai. Lalu sesaat dia memalingkan wajah dan terbayang Joeshen, yang tidak pernah menunjukan adanya kekerasan atau kekejaman di hatinya. Ya ... Bagi Lana, Joeshen adalah malaikat pelindung yang selalu menolongnya. Sedangkan Max ... Merupakan jelmaan iblis yang selalu siap mendatangkan masalah dalam hidupnya.
Lana tersenyum sendiri membayangkan hal tersebut, terlintas dipikirannya gambaran dirinya yang berada di ujung jalan. Di hadapannya sudah menanti dua jalur dengan tujuan yang berbeda. Dari kedua jalan itu muncul sosok Max dan Joeshen, dan keduanya sama-sama menginginkan Lana.
Tapi Lana tetap harus memilih, dan dalam pilihan yang sulit. Ketika dia mengikuti Max, akan banyak duri, pisau serta api di sepanjang jalan sebelum akhirnya sampai di tahta tujuan. Sedangkan jika dia mengikuti Joeshen, akan muncul bunga-bunga serta pelangi di sepanjang jalan hingga sampai di tahta tujuan.
Bayangan itu membuat Lana tanpa sadar tersenyum sendiri, membuat Max yang sedang meliriknya beberapa detik lalu heran.
"Daripada kau asik melamunkan Joeshen, ada baiknya kau tunjukan arah ke tempat tinggalmu ...," ujar Max menyadarkan Lana dari buaian ilusi.
Dia segera mengatupkan bibir dan membetulkan posisinya senyaman mungkin.
"Jadi sejak tadi kau tidak tau arah ke tempat kosku?!" tegas Lana berusaha menutupi rasa malunya.
"Aku sejak tadi hanya berjalan mengikuti setiap mobil, yang menurutku menarik," timpal Max tanpa menoleh ke Lana.
"Oke ... Ikuti saja mobil-mobil itu, karena aku ingin bertanya beberapa hal padamu."
***
Kegelisahan masih saja menyelubungi hati dan pikiran Joeshen, mengingat Max yang sepengetahuan Joeshen memang kurang menyukai Lana. Ya memang cukup beralasan jika Max kurang menyukai, karena Lana merupakan salah satu orang yang tidak pernah mengikuti peraturan Max. Bahkan Lana terkesan selalu melawan, meski dengan keberaniannya yang hanya di saat kondisi menguntungkan. Belum lagi saat terakhir Joeshen menelepon tadi terdengar jeritan Lana dan sekarang nomornya pun tidak aktif, membuat Joeshen semakin panik dan tidak bisa duduk dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
"HATI DI PERSIMPANGAN"
RomanceBertemu dengannya adalah bencana terburuk dalam hidupku, tapi ada saatnya aku sangat merindukan wajahnya yang datar, serta kalimatnya yang begitu kasar itu. Tapi kenapa aku harus memilih dia? Ada seorang Malaikat yang selalu melindungiku darinya, da...