Part 2

355 30 2
                                    

Sekuel ke 3 Devil Mask

Part 2

Aku sibuk memencet-pencet layar ponselku dengan gusar.

"Raiyan sialan... Dia bahkan tidak mengangkatnya. Kemana sih dia ??" gumamku kesal.

"Sudahlah, Dit. Sebaliknya loe duduk dengan tenang. Di luar peserta sudah banyak menunggu," Frans mencoba menenangkanku.

Aku melirik meja juri yang sudah stafku sediakan, semua sudah lengkap, Bima, Frans bahkan Kirana, tapi Raiyan tidak kunjung datang, aku masih enggan menjadi juri. Memang mereka yang terpilih akan menjadi artisku, tapi rasanya aku belum cukup hebat untuk bisa menilai bakat seseorang. Aku tidak percaya diri.

" Hallo...!" Akhirnya telponku diangkat.

"Raiyan... Kapan loe datang? Peserta sudah menunggu, " tanyaku cemas

"Gue sibuk.... Gue tidak bisa datang," jawabnya singkat, aku melongo sebel.

"Tapi loe sudah janji kan kemarin ?" Aku kesal.

"Gue tidak pernah berjanji.." Suaranya terlalu santai dan dingin, hampir saja aku melempar HP ke dinding, sangking kesalnya.

"Terus di mana gue cari pengganti loe dengan waktu semepet ini ?" pekikku kesal bercampur frustrasi.

"Loe kan bisa..." Nada datarnya membuatku meremas rambutku.

"Tapi gue tidak bisa, Raiyan. Gue Belum pernah jadi juri," Aku memelas frustrasi.

"Dengar Radit ... Berhenti merengek seperti perempuan. Itu perusahaan loe, tidak pernah ... bukan berarti tidak bisa. Jangan selalu mengandalkan gue. Gue sibuk." Raiyan memutuskan sambungannya, aku cuma bisa menatap kesal ponselku. Bima mencibirku.

"Sudahlah, Radit! Loe terima saja. Loe cuma perlu melihat, dan menilai suka atau tidak suka," kata Bima asal.

Bagaimana coba menilai bakat seseorang cuma dari 'Loe suka or tidak suka', terlalu dangkal bukan?.

"Bima benar ... Tidak ada waktu untuk mencari juri pengganti. Sesuatu itu harus dimulai, baru terbiasa, bukan! Tuh, peserta sudah lama menunggu ... kasihan kalau mereka disuruh menunggu lagi." Frans mencoba memberikan solusi, Aku menatap Kirana yang juga menatapku dan akhirnya aku pasrah.

Di sinilah aku sekarang, sedang menilai, bukan menilai, melihat tepatnya. Para talent beraksi menunjukan kebolehannya, ada yang dance, ada yang bernyanyi, berpantomin, berakting, bermain musik, bahkan ada yang melawak. Rata-rata memang banyak yang berakting, karena salah satu peserta yang terpilih akan menjadi pemain di salah satu drama dan film Bima terbaru.

Bima, Kirana, dan Frans terlihat sibuk menilai, sedangkan aku hanya menggaruk leherku, tidak mengerti apa yang harus aku nilai.

Berjam-jam sudah kami lewati, rasa kantuk menyergapku, aku bosan. Bukannya tidak ada yang menarik perhatianku, tapi entah kenapa aku melihat mereka terlalu biasa, seperti saat berakting contohnya mereka belum bisa membuatku terhanyut oleh akting mereka tidak seperti yang kurasakan pada Cherisa dan Kirana.

"Berapa orang lagi?" tanyaku pada staf ku yang mengantar dokumen

"Satu lagi, mas. Ini yang terakhir." Aku memangguk, tapi berita itu tidak cukup bisa membuat aku bersemangat. Aku memutar kursiku dan menguap, mencoba merenggangkan tubuhku.

"16 tahun...?" tanya Bima,

"Young Lady ..." Frans berkata,

"Kamu bisa apa ?" tanya Kirana. aku masih mendengar mereka tapi masih enggan berbalik, ledakan kantuk sangat menyiksaku, tidak mungkin aku menguap terus-terusan di depan peserta ini.

My Grumpy Girl(Catatan Hati Radit Sang CEO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang