'Cinta bukan berarti harus memaksa, cinta datang dan menetap dengan sendirinya'
--------
"Ai, kita berapa hari disini?" Tanya Azzam pada Ailin yang sedang merapikan tempat tidur dan memasang kelambu, sebelumnya azzam sudah protes mengenai tempat tidur yang disediakan, hanya ranjang kayu biasa beralaskan. Kasur kapuk yang tidak begitu empuk. Belum lagi atap kamar yang hanya berupa jejeran papan.
"Dua atau tiga hari mungkin"
"Bukannya acaranya besok?"
"Iya, besok acara preh linto, lusa intat dara baroe"
"Apaan itu Ai?"
"Preh linto itu semacam acara dimana rumah pihak mempelai wanita mengadakan walimah, menunggu mempelai pria beserta keluarga datang. Nah, kalau intat dara baroe itu sebaliknya, acara walimah di pihak mempelai pria dan keluarga mempelai wanita mengantar si pengantin ke rumah suaminya"
"Ribet banget ai"
"Namanya juga adat, kamu mau tidur sekarang? Aku mau keluar, ini tempat tidurnya udah beres"
"Mau kemana? Kamu ga boleh sibuk. Ingat pesan aku, kalo kamu sibuk. Besok kita pulang" ancam azzam pada Ailin.
"Yaah..iya deh iya" ailin pasrah, lebih baik menuruti perintah suaminya dari pada suaminya mengajaknya pulang sebelum acara selesai.
"Nah gitu dong"
"Yaudah, aku keluar dulu ya"
"Mau kemana sih ai?"
"Pake inai. Hehe"
"Aku ikut ya"
"Eh? Mau pake juga?"
"Emang boleh?"
"Ga tau deh. Yuk ikut"
Azzam keluar kamar mengikuti Ailin, ia tidak peduli pada tatapan beberapa pasang mata melihatnya aneh karena sejak kedatangannya ke sini, azzam tidak pernah lepas dari dekat ailin. Bukannya azzam sombong hanya saja ia tidak tau harus berbicara pada siapa selain pada Ailin, ia juga memiliki pribadi yang sulit berbaur.
Ailin duduk didekat beberap ibu-ibu dan anak-anak gadis yang sedang mengelilingi Mira, memakai inai.
"Ai, sini..kamu kan suka pake inai" panggil Mira. Ailin tersenyum dan duduk didekat Mira, diikuti Azzam yang duduk disamping Ailin.
"Nak ai mau pakek ini jugak?"
"Iya mak cik, boleh kan?"
"Oo, boleh..itu suami ai mau pakek jugak?"
"Hehe...kalau dia mau sih gapapa mak cik"
"Boleh. Ini pakek teros" mak cik tersebut memberikan inai untuk Ailin.
"Nani, lukis inainya buat kakak juga ya?" Ailin meminta Nani, gadis yang sedang melukis inai ditangan dan kaki Mira.
"Boleh kak" jawab Nani sembari tersenyum ramah.
"Sini Zam, mau pake juga ga?" Ailin menoleh pada azzam yang sedang menggeser cangkir kopi yang baru saja disediakan untuknya.
"Engga ah, lama ilangnya. Ai, aku ga mau kopi" azzam berbisik diakhir kalimat.
"Oh, gapapa. Kamu mau minum yang lain?"
"Ga, nanti aja. Kok ibu-ibu semua sih?"
"Iya, kan bapak-bapaknya diluar. Kamu mau keluar?"
"Nanti aku ngomongnya gimana?"
"Loh, mereka kan bisa bahasa indonesia juga zam"
"Bahasanya aneh"
KAMU SEDANG MEMBACA
aku dan masa lalu
General Fiction"aku..aku tau ini tidaklah mudah..tapi aku harus bisa". "Ailin Dawailin Z. Aku tidak pernah tau apa arti Z di ujung namaku bahkan nenek yg selama ini mengasuhku pun tidak tau. ayah dan ibu bekerja dikota sebagai asissten rumah tangga dengan majikan...