Bagian 5

160 10 0
                                    

Motor mulai bergerak dengan rute sama menuju Desa Naekin. Di jalan Adi melihat jam di hpnya, jam sebelas pagi dan sinyal masih tidak ada. Saat Adi menaruh hp itu ke saku Paman Ehsan perlahan menurunkan kecepatan motor hingga berhenti.
"Ada Apa, Paman?"
Paman Ehsan menunjuk depan jalan. "Satu Biter ada di depan sana.. kau siap, Di?"
Adi mulai mengamati Biter itu, ada yang aneh.

Tampilan fisik keseluruhan sama seperti lainnya kecuali pada salah satu tangan yang membesar empat kali lipat.
"Coba Paman tembak kepalanya, jika tidak mempan aku tebas dengan Katana."
Paman Ehsan mulai menyalakan kembali motornya, "Baiklah."
Adi cepat menambahkan, "Jangan kencang-kencang."
Paman Ehsan menunjuk jempol kirinya pada Adi.

Motor mulai bergerak mendekati Biter hingga berjarak kurang lebih lima puluh meter. Paman Ehsan mulai mengeluarkan Revolver dari pinggang kirinya, kemudian menembak kepala Biter.
Tapi Adi dan Paman Ehsan terkejut dengan yang terjadi.

Walau peluru Revolver melubangi dahi pan pipi Biter, Biter tidak mati dan masih diam. Hingga setelah menegakan kepala, Biter itu berlari kencang menuju motor Paman Ehsan.

"Paman!" Adi mulai panik.
"Bersiaplah menggunakan Katanamu."

Adi menghunus pedang Katana dengan kedua tangannya, Ia telah siap mengeksekusi Biter ditempat.
Jarak keduanya makin dekat, Paman Ehsan yang tadinya menarik gas penuh sekejap menurun tajam.
Paman Ehsan dengan cepat menembak kedua kalinya pada kedua lutut Biter sampai seketika Biter berlutut, Paman Ehsan kembali menarik gas dengan penuh hingga Adi susah menggerakan Katananya.

"Sekarang!" perintah Paman Ehsan setelah menunduk seperti pembalap, Adi telah mencari titik lemah kemudian Ia dengan kencang menebas kepala Biter dari samping.
"Haaa..!" teriak Adi diiringi tebasan menyamping begitu kencang.

Tepat setelah itu, setengah kepala Biter tertebas hingga organ dalam terpotong keluar dan berhamburan di sekitar.
"Waw," puji Paman Ehsan pada Adi setelah menjauhi mayat Biter.
Motor terus bergerak menuju perkampungan, hingga saat di jalan menuju kampung itu Paman Ehsan dan Adi tertegun.

Nyaris seluruh jalanan tertutupi oleh Biter yang memenuhi jalan itu. Alhasil, Paman Ehsan memberhentikan motor walau jarak kesana masih jauh. Paman Ehsan melihat sekitar, mata ia tertuju pada sebelah kiri jalan, area hutan dengan semak belukar.

"Kita lewat sana," kata Paman Ehsan mengambil kunci dan turun dari motornya.
"Bukannya kita bisa lawan semua Biter di depan?" Paman Ehsan langsung menolak, "Tidak, amunisi kita tidak seperti video game yang kau mainkan itu, Di."
Adi menyinyir. "Maksud Paman, Call Of Shoot?" Paman Ehsan menyahut, "ya, itu dan semacamnya, lah."
Adi dan Paman Ehsan mulai meninggalkan motor sportnya dan berjalan menunduk menuju pematang jalan.

"Motornya ditinggal Paman?" tanya Adi di belakang.
Paman Ehsan yang sudah menginjak rumput berhenti sejenak. "Sudahlah, setidaknya Paman bawa kuncinya."
Adi tertawa sedikit, "Ya sudah, kita jalan, Paman."

Mereka memasuki wilayah hutan dengan sekitar ditumbuhi rerumputan liar. Mereka terus melangkah maju dengan Paman Ehsan di depan, goloknya terkadang menebas ranting dan rumput saat jalan terhalang, sementara itu Adi mengekor di belakang. Sejenak mereka berhenti sekadar melemaskan otot kaki yang kelelahan.

Hari mulai siang dan Adi yang melihat jam hpnya sudah tertulis angka dua belas. "Paman, kita istirahat lagi," Adi berhenti sesaat.
"Adi, lihat kesana," kata Paman Ehsan menyampingkan badannya. Adi mulai penasaran, Ia lalu maju mendekati Paman Ehsan. Hingga Ia begitu takjub melihat sebuah rerumputan yang luas, hanya ada beberapa pohon berdiri kokoh dari kejauhan.

"Wow, apa ini sebuah?"
Paman Ehsan cepat menambahkan. "Ya, perbatasan alami antara Desa Naekin dan Desa Iloma. Kita sepertinya di Desa Iloma sekarang, bukan Desa Naekin lagi."
Adi terpukau, "Waw. Tapi bukannya jika lewat jalan biasa bisa memakan waktu dua jam, dan ini.." Adi kembali melihat hpnya, "jam dua belas lewat sepuluh menit. Hanya satu setengah jam."
Paman Ehsan mulai berjalan di wilayah Desa Iloma. "Sudah, kita lanjutkan sambil berjalan."

Biter: Dead JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang