Bagian 9

119 7 0
                                    

Mereka terus mengikuti aliran air dalam gorong-gorong. Semua berhenti saat lorong membelah dua bagian.
"Kita ke arah mana?" tanya Yuni bingung.
Paman Ehsan lalu turun ke tengah aliran, kedalaman air mencapai dada Paman Ehsan. "Yuni kau coba turun.." panggil Paman Ehsan dibawah.
Yuni merasa jijik jika turun kesana, "Ah.. aku tidak usah."

Joe dan lainnya mulai turun ke bawah setelah Yuni berbicara.
"Ayo Yun.." sahut Joe sudah dibawah.
Yuni pasrah dengan mengebuskan napas kencang. "Oke oke.. aku turun."
Yuni sedikit mual saat ingin turun ke aliran air. Walau begitu ia akhirnya tetap turun.
"Kita lewat lorong kanan.." ucap Paman Ehsan. Semua mulai bergerak, tapi kali ini Joe berada paling belakang bersama Yuni.

Joe melihat air kali begitu jernih, tidak seperti pada umumnya yang keruh. "Tenang saja, air ini tidak kotor.. sepertinya ini aliran air bersih."
Yuni tetap merasa gusar, "Aku tidak peduli, Joe.. air ini tetap saja kotor."
Joe berdecak lidah, "Terserah kau saja."

"Kalo mau mau pacaran jangan disini." Celetuk Reza.
"Siapa yang pacaran!" Joe dan Yuni sahut bersamaan.
"Anak muda memang, Paman kasih restu ke kalian berdua." Sambung celetukan dari Paman Ehsan.
Joe memotong pembicaraan, "Kita sebenarnya ingin kemana Paman?"
Paman Ehsan mengangkat bahu. "Tidak tahu, ikuti saja aliran ini."
.Begitu lama mereka berjalan di aliran sampai Paman Ehsan melihat jeruji besi berbentuk bundar dengan sinar bulan diluarnya.

Paman Ehsan melihat engsel menyatu pada jeruji besi di atas. "Paman dan Adi akan coba buka jeruji itu."
Paman Ehsan serta Adi menggapai jeruji besi, sekuat tenaga mereka berdua menarik jeruji itu, tapi tidak bisa.
"Fahri, kau tarik di tengah." Paman Ehsan meminta bantuan pada Fahri di belakangnya.
Mereka menarik dengan kuat-kuat, sampai bunyi gesekan terdengar keras.
Jeruji pun terbuka ke atas, Paman Ehsan menyuruh Reza keluar diikuti Yuni dan Joe serta paling belakang Fahri yang menutup kembali jeruji besi.

Sinar Bulan begitu jelas terlihat di atas. Mereka kini tengah di parit berdinding dengan ketinggian sekitar dua meter. Paman Ehsan mulai berjalan di pinggir dinding.
"Oke, kita lakukan seperti sebelumnya." Paman mulai melakukan kuda-kuda.
Yuni di depan menjadi orang pertama melakukan itu sampai terakhir Joe. Di atas Joe meraih tangan Paman Ehsan untuk naik ke atas.

"Selamat datang di Univertas Lohon." Fahri bersuara di depan. Semua menengok ke arah Fahri, sebuah Universitas berada di seberang jalan.
Paman Ehsan menyuruh untuk beristirahat sementara, "Semua istirahat disini."

Secara bergantian mereka duduk sambil melemaskan otot di atas rumput.
Yuni memijit lututnya karena pegal, Joe mendekati Yuni seraya memegang air botol. "Nih." Joe melempar boto pada Yuni.
Yuni menangkap dengan kedua tangannya, "Thanks Joe."
"Kau tidak apa-apa?"
"Tidak," Yuni melihat kedua lututnya, "Pegal sih gara-gara tadi."
Semua tersenyum miris melihat Joe mendekati Yuni.

Malam semakin larut, Paman Ehsan mulai memerintah untuk bergerak. "Ayo, kita lanjut lagi.. ke dalam Universitas." Semua berdiri, Joe meraih tangan Yuni untuk membantu Yuni berdiri.
Setelah bersiap, Paman Ehsan berjalan pertama besama Adi, barisan kedua ada Joe dan Yuni, terakhir Reza bersama Fahri.

Setelah berjalan menyeberangi jalan raya, mereka melewati gerbang besar yang telah rusak. Jalan lurus dengan hijaunya rumput di samping jalan terlihat pada halaman Universitas.
Gedung depan mereka masuki, lampu senter mulai dinyalakan. Area lobi yang cukup luas namun berantakan telah menyambut Paman Ehsan dan lainnya, tangga kayu terbagi jadi dua di pinggir. Suara erangan Biter telah terdengar saat masuk hingga Paman Ehsan menyuruh semua jalan perlahan.

"Kita lewat mana?" Bisik Adi.
"Atas.." sahut pelan Paman Ehsan.
Paman Ehsan menengok ke belakang Reza dan lainnya sambil menunjuk atas tangga, semua balas mengangguk pada Paman Ehsan.

Biter: Dead JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang