Bagian 18

106 5 1
                                    

Mereka keluar dari ruang kantor dan berjalan di koridor yang mengantarkan pada bangunan rumah sakit satu lagi. Saat sampai di sana semua begitu porak-poranda, tidak seperti bagunan sebelumnya yang sedikit rapi.
Serobek Garis Polisi telah berada di bawah lantai dengan bercak darah.
"Siapkan senter kalian." Seru Paman Ehsan seraya menyalakan lampu senter karena ruangan tidak mendapat sinar Matahari yang cukup.

Tara menoleh belakang, koridor yang dilihat mirip dengan yang ada di foto.
"Kita berada di tempat yang tepat."
Senter dinyalakan, terlihat jejak darah yang membekas pada lantai. Mereka mulai mengikuti jejak itu. Sampai akhirnya mereka berhenti pada satu ruangan Lab dengan pembatas kaca telah pecah. Mereka memasuki ruangan itu, satu ruangan kembali diskat di depan Lab oleh kaca yang telah pecah.
"Kita cari sesuatu disini."

Semua menggeledah ruangan Laboratorium. Setelah lama mencari, Paman Ehsan menemukan satu suntikan berisi cairan putuh di dalamnya, suntikan itu ditemukan di reruntuhan lemari.
Paman Ehsan membungkusnya dengan handuk kecil. "Di, simpan di tasmu."
Adi berjalan menuju Paman Ehsan. "Kenapa?"
"Paman temukan satu suntikan utuh."
"Sebentar," Adi mengambil kotak hitam dari senjata P-90. Suntikan itu muat pada kotak hitam.
"Bagus." Ujar Paman Ehsan.

Terdengar suara erangan Biter dari dalam ruangan setelah Lab. Semua sontak bersiap dengan senjata masing-masing.
Joe menyinari ruangan gelap di depan, satu Biter bertubuh kekar membelakangi Joe. Terlihat luka dalam akibat tembakan di punggung.

Paman Ehsan seketika melempar golok tepat mengenai kepala Biter. Namun, Biter tidak tumbang. Biter itu berbalik cepat, Joe langsung menembak kepala Biter sampai Biter itu mundur beberapa langkah, Adi berlari kencang seraya menghunus Katana dan dengan cepat Katana menusuk dahi Biter sampai menembus belakang kepala. Seketika Biter tidak bergerak.

"Kita harus pergi dari sini." Tegas Paman Ehsan.
Mereka kembali berkumpul dan berjalan keluar, saat keluar dari Lab mereka berhadapan satu Biter lagi dengan tubuh kekar seperti Biter sebelumnya.
"Incar kepalanya!" Tegas Paman Ehsan bersuara lantang.
Semua menembaki pada area kepala, Paman Ehsan yang menembak tiba-tiba mengganti dengan golok dan melempar cepat pada kepala Biter. Adi kembali berlari dan menusuk Katana tepat pada bagian kepala.

Mereka mulai berlari menjauhi Lab, saat di koridor mereka kembali bertemu satu Biter yang sama--bertubuh kekar. Paman Ehsan di depan langsung loncat menghujam goloknya pada kepala Biter. Namun, setelah menusuk, Biter itu malah mengamuk dan mendorong tubuh Paman Ehsan yang menggantung memegang golok. Tembok di samping menjadi sasaran, Paman Ehsan didorong kencang membentur tembok sampai tembok retak. Adi sempat berlari menolong Paman Ehsan. Namun terlambat..

Biter telah mengoyak bahu Paman Ehsan. Adi membelalak, amarah telah besar muncul. Ia berlari dan membabi buta  menebas tubuh Biter dari belakang.
"SIALAN!" pekik Adi. Biter pun tidak bisa melawan akibat banyak luka tebasan yang lebar dari Adi dan tembakan dari Joe serta Tara.

"MATI KAU!"
Adi mengakhirinya dengan tusukan tajam pada kepala sampai menembus menyentuh tembok.
Setelah itu Joe dan Tara bergegas maju menuju Paman Ehsan menyikirkan mayat Biter.

Paman Ehsan duduk bersandar pada tembok, luka dalam terlihat di bahu kirinya. Paman Ehsan tersenyum walau muka mulai pucat. "Maaf.. Paman teledor."
Joe sontak panik. "Paman tidak boleh mati. Kita harus pergi dari sini, Paman!"
Suara Paman Ehsan mulai berserak. "Salam untuk.. Julia dan Nina ya, Di. Maafkan, Paman."
Adi menodong Katana dekat dahi Paman Ehsan, air mata mulai terlihat walau wajah Adi begitu tegas. "Jika satu menit--"
Paman Ehsan mengangkat satu tangannya untuk Adi berhenti bicara. "Paman.. tahu.. bunuhlah Paman."

Napas Paman Ehsan tersengal, kulit mulai memutih pucat.
"Joe, Tara. Mundurlah!"
Joe dan Tara menuruti Adi, mereka mundur di samping Adi, dan mereka telah membidik Paman Ehsan.

Beberapa detik setelahnya Paman Ehsan tidak bergerak.
"Tembak!"
Tara dan Joe bersamaan menembak kepala Paman Ehsan. Setelah berhenti Adi kembali menusuk pada bagian sama.
Paman Ehsan kini telah tiada sebelum Ia berubah seperti Biter.

Semua nampak sedih. Adi mulai mengambil golok Paman Ehsan serta kunci motor, Tara mengambil tas dan satu Revolver berserta amunisi.
"Apa boleh?" tanya Joe.
"Dia yang menyuruhku untuk mengambil ini, untuk laras panjang aku tidak diperbolehkan karena beliau bilang senjata itu favoritnya." Sahut Tara.

"Lalu kau, Di?"
"Aku disuruh untuk mengembalikan golok dan kunci motor ini pada Tante Nina saat bertemu nanti."
"Oh.. oke."
Mereka mulai keluar dari Rumah Sakit.

Di luar, Malam telah datang, banyak Biter mengerumuni mayat Biter di depan untuk memakan jasadnya. Mereka hanya berlari dan membiarkan para Biter berkemurun disana.

Setelah di jalan Joe bertanya pada Adi. "Bagimana kita menuju rumah Pak Angga tanpa adanya mendiang Paman Ehsan?"
Adi mulai bingung,."Soal itu--"
Tara menepuk punggung Adi. "Disana, satu mobil sedan putih terparkir."
Mereka melangkahkan kaki ke sana.

Adi membuka pintu, "Loh. Terbuka." Ia Kaget setelah pintu bisa terbuka.
Adi secepatnya masuk kedalam mobil, kunci mobil masih menancap. Joe masuk di depan bersama Adi, Tara berada di belakang.
Mesin menyala tanpa hambatan.
"Oke.. pegangan yang erat. Paman Angga, kami datang!"
Tara menoleh belakang dimana Rumah Sakit itu berada. "Terima kasih, Paman."
Joe melihat Tara lewat spion atas. "Aku tidak menyangka, jika Paman telah tiada."
Wajah Adi memelas. "Aku juga begitu, Joe. Tapi yang pasti, kita akan mewujudkan keinginan Paman."

-END-

Biter: Dead JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang