EPILOG

126 6 1
                                    

Meja kayu usang berwarna cokelat tua telah ditaruh oleh liontin bunga, pin, serta cincin kayu yang berdekatan. Satu cangkir kopi hangat berserta tempat tisu juga terlihat di ke dua ujung meja. Satu wanita mengambil cangkir itu.

"Loh, Karina.. bukannya itu kopiku?"
Karina menyesap kopi hitam. "Tidak, Yuni. Kopimu kan belum dibuat oleh Diana."
Yuni berdecak lidah. "Yah, oh iya, Karin.."
Karina menautkan alis. "Apa?"
Yuni mulai mengambil kursi kayu dekat Karina dan duduk berhadapan. "Kau tahu, kan.. soal pintu rahasia itu?"
"Terus.."
"Aku ingin bertemu Joe."
Sontak Karina menyembur hebat saat meminum kopi hingga membasahi wajah Yuni. "Kau serius."

Yuni bermuka masam, wajahnya dipenuhi semburan air kopi. "Nggak usah disembur juga."
Lalu satu tangan Yuni mengambil tissue di atas meja. "Jika kau ingin ikut, kau tinggal bilang iya--"

"Iya apa?" Diana menyahut dari belakang, kedua tangannya telah memegang cangkir kopi.
Yuni menoleh cepat. "Oh, Diana.. kau ingin ikut bersamaku?"
Diana menaruh cangkir kopi di meja.
"Bagaimana dengan Lu dan Emy? Repot kalau bawa mereka."
Yuni melirik ke atas. "Oh, itu. Mereka bilang kalau mereka tidak ingin ikut. Aku tidak tahu alasannya."


Diana diam sejenak memikirkan sesuatu. "Kau tahu dimana pintu rahasia itu?"

"Kau akan ikut?"
Diana setengah tersenyum. "Bagaimana denganmu, Karina?" Diana melemparkan pertanyaan pada Karina.
Karina mengangguk percaya diri. "Ikut."
Diana sejenak menghela napas. "Baiklah, aku hanya ingin mengecek saja."
W

ajah Yuni berbinar. "Hmm.. yakin hanya mengecek?"
Kelima jari Diana mengetuk meja kayu. "Hmm.. sepertinya."

***

Juan tetap fokus mengendarai mobil Van pada jalanan sepi setelah memulangkan Emy, Yuni, Karina, dan Lu pada kamp pengungsian.
Namun, Juan yang mulai bosan kemudian memanggil Fahri di belakang. "Fahri.."
"Kenapa?" sahut Fahri.
"Kau yakin kelompok Paman Ehsan akan selamat?"
Reza dengan santai menjawab. "Pasti. Kau tidak tahu saja kalau Paman Ehsan mulai mengeluarkan bela dirinya.. musuh bisa jadi samsak."

Fahri bersedekap. "Kita masih tidak tahu, Reza. Tapi yang pasti, kita akan bertemu mereka di rumah Pak Angga."

Juan kembali berbicara. "Kalian tahu.."
Fahri menoleh ke bangku Juan. "Apa?"
"Ternyata Yuni mengambil 2 dari lima pisau besi yang ada di saku pisau."
Wajah Reza nampak heran saat menoleh pada Juan. "Memang isinya berapa?"
Juan menoleh sesaat pada Reza. "Seharusnya, lima."

-END-

Biter: Dead JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang