Bagian 7

119 7 1
                                    

Paman Ehsan memimpin jalan, semua membentuk formasi dua baris: Joe di samping Paman Ehsan, Reza dan Fahri di belakangnya, terakhir Adi bersama Yuni paling belakang.
Mereka melewati arah utara dimana insiden Danu tergigit terjadi.

"Adi, jam berapa sekarang?" Paman Ehsan di depan bertanya.
"Hpku sudah mati dua hari lalu, Paman."
Paman Ehsan bertanya pada Yuni dengan pertanyaan sama.
"Jam tangan ku juga sudah mati, Paman." sahut Yuni.
"Ya sudah.." Paman Ehsan sedikit kecewa.

Mereka melangkah pada daerah ruko, tetapi Paman Ehsan tiba-tiba memerintah untuk bersembunyi. "Sembunyi di toko sana."
Semua bersembunyi di sebuah toko baju. Beberapa menit kemudian terdengar suara mobil serta motor setelahnya.
"Paman--" Adi yang ingun bebisik sontak diam ketika Paman Ehsan mengangkat salah satu tangannya.

"Kita rampas semuanya!" salah satu orang berteriak senang.
"Iya, Bos... ayo kita rampas semuanya!" pekik orang lain.
Suara motor dan mobil telah berhenti, tapi terganti dengan suara tembakan, pecahan kaca ditambah tawa keras.

"Semuanya cepat kedalam lagi." Bisik Paman Ehsan.
Semua mundur lebih ke dalam.
Adi yang paling belakang sempat mulai berjalan, hingga suara orang menyentak dari belakang.

"WOH! Kawan, aku menemukan satu tikus disini!"

Sedetik kemudian Adi menghunus Katana, sekejap ujung Katana dekat dengan leher orang bergaya punk itu. "Apa mau mu!"
Mimik muka Adi seketika berubah, begitu garang seakan-akan siap menghabisi mangsa di depannya.
"To--"
Ujung Katana semakin dekat, "Sekali lagi kau bicara.. ku bunuh kau!" Adi bersuara lantang.
Lima orang berpakaian sama mendekati orang itu.

"Hans, kau tidak apa-apa?"
tanya seseorang berbadan gagah.
"Santai, Bos, aku bisa urus kecoa ini!" tantang orang yang bernama Hans pada Adi.
Joe dan lainnya mulai keluar kecuali Yuni yang disuruh Paman Ehsan untuk tetap di lantai atas..

"Kau bilang kecoa." Paman Ehsan menghunus goloknya seraya tersenyum.
"Yah mainnya didalam kaya anak kecil, sini dong duel sama kita.. paling sekali tonjok kalian merengek." Seorang pemuda berbadan kurus memprovokasi keadaan.
Paman Ehsan memasukkan kembali goloknya pada sarung holok. "Kita duel. Taruhan.. nyawa."

Geng punk tersentak, mereka mulai berbisik dengan lainnya.
Orang yang di panggil Bos mulai berucap walau sedikit terbata, "O.. oke, berapa nyawa?"
"Kalian semua." sahut cepat Paman Ehsan.
"Bos! Habisi mereka saja Bos! Tembak saja dengan senjata Bos."
"DIAM!" Bos membentak Hans, "Lagipula.. aku juga bosan bermain senjata api. Sesekali aku akan bersenang-senang dengan senjata tajam. Ayo, Kau Pak, lawan Aku." Lanjutnya penuh percaya diri.

Semua keluar dari toko kecuali Yuni. Di tengah jalan sepi lingkaran manusia terbuat dengan di tengah Paman Ehsan berhadapan Bos dari geng punk.
"Peraturannya. Tidak boleh menggunakan senjata api apapun, hanya mengggunakan senjata tajam. Jika mati harus menggantikan yang mati melawan yang masih hidup. Tidak boleh bekerjasama--"
"Ah! Banyak omong kau Pak tua.." tiba-tiba Bos punk mengeluarkan pisaunya dan menyerang, Paman Ehsan langsung menangkis serangan Bos punk walau belum siap.

Bos punk terus meluncurkan tusukan-tusukan kepada Paman Ehsan, namun Paman Ehsan hanya menghindar dan menangkis serangan. Sorak geng punk begitu riuh mendukung bosnya.
"Ayo Bos! Tusuk aja kepalanya.."
"Ayo Bos!"
"Habisi Pak tua itu Bos!"
Sejenak, Bos punk mundur untuk menghela napas.

"Kenapa kau, Bos? Masa tidak kuat melawan Pak Tua ini, sampai terengah-engah segala." Paman Ehsan meledek.
Bos punk yang tersulut emosi berlari ke Paman Ehsan, Paman Ehsan yang melihat celah langsung meninju keras pada muka disusul tendangan cepat ke arah dada Bos punk.

Paman Ehsan terus memukul Bos punk layaknya samsak, begitu keras sampai-sampai darah megalir dari tubuh Bos punk. Setelah berhenti, seketika tubuh Bos punk ambruk.
"Selanjutnya!" tegas Paman Ehsan.

Biter: Dead JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang