Bagian 14

90 6 1
                                    

Malam tengah menyelimuti Kota Gingka. Joe hanya terduduk di lantai bersama Paman Ehsan yang berbaring di sebelahnya dengan mata terpejam, sedangkan Adi tengah tidur di atas sofa.

"Semua.. sudah tidur." Gumam Joe.
"Kau sendiri tidak tidur?"
Joe kaget, Adi menyahut gumam Joe di balik bahunya.
"Yah.. aku khawatir dengan teman-temanku, termasuk Yuni."
Adi tersenyum seraya tertawa pelan. "Dasar, pemula."
"Semua merasakan hal yang sama. Kuyakin kau juga merindukan tunanganmu, kan?"
Adi berbalik menengok Joe. "Skatmat.. kau hebat, Joe. Tapi, kuyakin Yuni baik-baik saja.. kuyakin itu. Apalagi bagian bawah lehernya cukup--"
"Ya, ya, ya.. dasar otak mesum seperti Reza."

"Kalian mau melanjutkan perjalanan?" Paman Ehsan terbangun dari tidurnya.
"Paman.." Adi dan Joe bersuara kompak.
"Tidur Paman tidak nyenyak, kalau kalian tidak mau, tidak apa."
Joe dan Adi berdiri mengangkat tas serta senter yang tengah menyala di lantai, Paman Ehsan mulai berdiri. "Adi, cek di luar lewat jendela samping pintu."
Adi berjalan menuju depan jendela bersegi panjang.
Biter telah nampak di jalanan. Adi kembali ke ruang tamu, "Kita tidak bisa ke jalanan, karena sudah dikuasai oleh Biter."
Paman Ehsan melirik tangga rumah. "Kita lewat balkon."

Semua berada di balkon besi, Paman Ehsan sejenak menunduk ke bawah. Banyak Biter berkeliaran di luar, Paman Ehsan mengamati sekitar. Rumah berhimpitan seperti di Kota Projo dan satu Pom Bensin berada jauh dari kirinya. Paman berjalan ke kiri, dimana balkon besi lain nampak berdampingan memisahkan jarak sekitar satu meter.

Paman Ehsan mulai melangkahi balkon. "Joe, Adi. Loncat ke balkon sana." Kata Paman Ehsan sebelum Ia loncat meraih gagang balkon.
"Lagi.." Adi menunduk lesu.

Paman Ehsan telah sampai, giliran Joe melangkahi balkon. Joe fokus ke depan, sampai akhirnya Joe loncat meraih gagang balkon. Sudah dua yang sampai, tinggal Adi. Adi mulai melangkahi balkon sampingnya hingga Ia berada di pinggir balkon.

Paman Ehsan mengulurkan tangannya, "Fokus pada tangan Paman."
Adi langsung loncat.

Tangan Adi menangkap lengan Paman Ehsan dan satunya memegang atas balkon.
"Bagus, Di." Paman Ehsan menarik tubuh Adi.
Mereka telah berada pada balkon, rumah lain. Joe membuka pintu tepat di sampingnya. Sebuah kamar tidur terlihat, empat ranjang bejajar ke samping dengan tangga berada di ujung kanan.
"Aku ke bawah dulu, Paman."

Joe turun ke bawah, Adi bersama Paman Ehsan menunggu di atas.
Adi menyinari tembok di atas dengan senter. Lukisan dari kertas buku gambar tertempel oleh selotip putih, rata-rata anak kecil yang melukis itu dari corak gambar.

"Kita berada di kamar anak kecil?" tanya Adi.
"Sepertinya, Iya."
Suara langkah kaki terdengar, Joe menampakkan dirinya. "Ada satu mobil, sama seperti mobil pick-up yang kita kendarai dulu. Tapi kali ini berwarna putih."

Semua turun ke bawah, ruanga terbagi dua. Ruang tamu dan dan ruang garasi di kiri ruang tamu. Mereka memasuki ruang garasi yang tidak terpagar depan garasi, seperti yang dikatakan Joe. Satu mobil pick-up berwarna hitam terparkir rapi.

"Ada kunci mobilnya?" Paman Ehsan berjalan ke depan mobil.
"Aku tidak mengecek itu."
Paman Ehsan coba membuka pintu, namun terkunci. "Tidak terbuka.."

Adi melihat kunci mobil tergantung di tembok kanan mobil. Adi mengambil kunci itu dan satu menekan tombol.
"Coba Paman buka lagi."
Paman Ehsan membuka kedua kalinya.

Dan berhasil. "Waw.. bagaimana bisa?"
"Paman.."
Paman Ehsan menegok ke suara Adi, satu kunci mobil melayang setelah Adi melemparnya ke arah Paman Ehsan.
"Bagus." Kata Paman Ehsan seraya menangkap kunci mobil.
Paman Ehsan masuk ke dalam mobil, mesin mulai dinyalakan.
"Bensin masih full. Siapa yang mau di depan?"
Adi melangkah maju ke pintu depan, Joe duduk di bak belakang.

Biter: Dead JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang