Adeera POV
Gue berjalan di koridor dengan santai sambil membalas sapaan dari temen-temen yang gue kenal, kebetulan sekarang lagi istirahat jadi koridor penuh dengan siswa-siswi yang gak ke kantin. Gue terus berjalan ke kelas XI IPS-3 yang merupakan kelas Bagas. Letaknya paling ujung di lantai kelas XI. Jadi kalau mau turun harus melewati hampir seluruh kelas XI.
Sampai di kelas, gue langsung berjalan ke arah Bagas yang lagi nyenderin kepala ke meja. Tumben-tumbenan Bagas jadi gini. Tadi pagi pas jemput gue, dia juga gak banyak ngomong kayak biasanya. Apalagi pas tau dia gak ke kantin, biasanya kan Bagas selalu nongkrong di kantin. Walaupun kadang nongkrongnya bukan di saat jam istirahat. Alias bolos.
"Kok gak ke kantin?" tanya gue langsung sambil duduk di kursi tepat di depan meja Bagas. Bagas perlahan langsung bangun dan menatap gue bingung. Rambutnya acak-acakan, tapi bukan acak-acakan kayak biasanya. Kalo yang ini kayak lebih gak keurus.
"Kenapa lo?" tanya gue lagi. Dia hanya menghela napas sebentar terus menggeleng lemah.
Bagas sakit?
Gue langsung meletakkan tangan gue di jidatnya. Dan entah reflek atau kenapa, Bagas langsung menghalau tangan gue dengan cepat. Dia langsung natap gue dengan sorot yang....entahlah.
"Sorry," ucapnya dengan nada menyesal. Gue cuman mengangguk mengiyakan.
"Jadi...lo kenapa?" tanya gue masih dengan pertanyaan yang sama.
"Cuman lagi gak mood aja," jawabnya. Gue mengkerutkan alis kebingungan, "lo gak pms kan, Gas?"
Bagas terdiam sambil menatap gue apa-maksud-lo, yang dapat dipastikan beserta makian-makian. Gue cuman mengangkat bahu santai, "canda."
"Yaudah, gue balik," pamit gue sambil berdiri dan berlalu di hadapan Bagas.
"Eh Gas," panggil gue lagi sambil kembali menghadap ke Bagas. Gue liat Bagas kembali menegakkan kepalanya malas dan menatap gue dengan sedikit kesal.
"Tapi lo gak beneran PMS, kan?" tanya gue lagi sambil cepat-cepat berlari pergi yang langsung dihadiahi lemparan tutup pulpen sama Bagas.
**
"Hai, Ver," sapa gue sesaat baru saja masuk ke kelas dan melihat Vero udah pulang dari kantin. "Dari mana lo?" tanya dia sambil memakan cemilannya.
"Kelas Bagas, dia lagi PMS jadi gue jenguk," ucap gue sambil duduk di samping Vero. Vero gak jawab tapi malah memandang gue dengan tatapan aneh.
"Canda," ucap gue sambil mengambil cemilan Vero.
"Beli sendiri sono," omelnya.
"Males gak ada Bagas," ucap gue sambil menatap kosong entah ke arah mana, "kayaknya dia punya masalah dan nyembunyiin itu dari gue."
"Udahlah, lo nya aja kali yang terlalu mikirnya kemana-mana."
"Masa?"
"Iya," jawab Vero meyakinkan. Tapi tetep aja gue ngerasa Bagas kayak ada nyembunyiin sesuatu. Tiba-tiba tatapan gue beralih ke arah pintu kelas yang terbuka, ada seorang cowok yang sangat gue kenal lewat. Dengan cepat gue berlari mengejar cowok itu.
"Sakh! Sakh!" panggil gue sambil mencoba menahan tangan kirinya yang kosong. Dengan segera Sakha berhenti jalan dan menoleh ke gue.
"Kenapa?" tanya Sakha bingung.
"Bagas kenapa, sih?" tanya gue sambil menatap Sakha.
"Gak tau juga gue," jawabnya sambil tersenyum ke arah lain, mungkin membalas sapaan temannya. Gue berkerut kebingungan.
"Udah makan lo?" tanya Sakha, entah mengalihkan pembicaraan atau dia emang niat nanya gue udah makan apa belom, apalagi Bagas gak ke kantin yang dapat dipastikan kalo gue gak bakal ke kantin juga.
Gue menggelengkan kepala lemah, "entar pulang sekolah temenin gue cari buku ya," ucap gue yang membuat Sakha menaikkan kedua alisnya bingung.
"Ga mungkin kan gue minta temenin Bagas yang lagi gak mood," ucap gue sambil menekan kata gak mood. "Bilangin Bagas sekalian gue pulang sama lo," ucap gue sambil berlalu pergi meninggalkan Sakha yang masih terdiam di tempatnya.
**
Gue duduk di bangku dekat parkiran sambil mengayunkan kaki gue. Bangku yang gue dudukin emang kebetulan tinggi banget jadi kaki gue masih bergantung gak nyampe tanah. Gue menatap kedua kaki gue yang bergerak maju mundur dengan ringannya."Dee," suara Sakha yang memanggil gue langsung membuat gue menoleh. Gue langsung tersenyum lebar sambil menatap Sakha yang terus berjalan ke arah gue dengan tasnya yang cuman tergantung di bahu kanannya.
"Sorry lama," ucapnya sambil menatap gue.
"Gak papa," jawab gue, "udah lo bilangin Bagas?"
"Udah, dia juga latian basket hari ini," jawab Sakha, "yuk," ajaknya yang langsung berjalan menuju motornya dan meninggalkan gue yang masih duduk di kursi sialan yang ternyata emang tinggi banget. Pft.
"Sakh!" panggil gue yang langsung kembali menghadap gue, "gak bisa turun," rengek gue. Sakha hanya memutar bola matanya jengah dan kembali berjalan ke arah gue. Dia langsung memegang tangan gue erat, "loncat," perintahnya yang langsung gue ikuti.
"Yok," ajaknya sambil kembali berjalan ke arah motornya, dan tetap menggenggam tangan gue erat.
Hangat.
**
Gue melihat ke sekeliling toko buku dengan mata yang berbinar-binar. Dengan gak sabar gue berjalan ke rak-rak buku dan masuk ke bagian fotografi. Gue langsung melihat buka secara satu-satu dengan seksama. Ucapan Sakha yang mengatakan kalau dia nunggu di bagian komik juga udah gue abaikan. Mata gue masih tertuju ke buku-buku yang berisi berbagai hal tentang fotografi. Gue memang lagi pengen banget belajar fotografi, gak tau kenapa. Udah lama sih sebenernya pengen belajar, tapi baru-baru ini yang bener-bener baru berani nyoba buat belajar.
"Adeera?" seseorang memanggil nama gue dengan sedikit ragu, gue yakin itu bukan Sakha karena gue apal banget suara Sakha gimana. Gue langsung menoleh dan melihat Niko lagi berdiri gak jauh dari tempat gue sambil memegang buku.
"Niko, kan?" tanya gue memastikan. Cowok itu mengangguk sambil tersenyum simpul.
"Suka fotografi juga?" tanya Niko sambil berjalan mendekat ke arah gue.
"Baru pengen belajar," jawab gue sambil melirik buku yang gue pegang. "Lo?"
"Gue juga suka," jawabnya.
"Jago?"
"Lumayan lah, seenggaknya bisa dikit-dikit," jawab Niko sambil tertawa kecil, "mau gue ajarin gak?" tawarnya yang langsung membuat senyum gue perlahan melebar.
"Beneran?" tanya gue yang langsung diiyakan oleh Niko.
"Mau! Mau! Mau!" jawab gue kegirangan yang langsung membuat Niko ketawa ngeliat tingkah gue.
"Nih, kasi kontak lo. Biar entar gue hubungi," ucapnya sambil menyerahkan handphone miliknya. Gue dengan cepat mengetikkan nomor hp gue dan kembali menyerahkannya pada Niko.
"Yaudah, gue duluan ya? Entar gue hubungi," pamitnya yang langsung berlalu pergi.
Gue gak bisa menahan kesenangan gue setelah kejadian itu, sampe-sampe Sakha mikir gue abis aja kesambet gegara gue gak bisa berenti senyum. Padahalkan seharusnya Sakha seneng ngeliat gue seneng.
"Udah sih, Dee, senyum senyumnya" ucap Sakha jengah saat kami lagi jalan keluar dari area foodcourt.
"Ih, lo mah sahabatnya seneng malah gak suka," jawab gue kesel lalu berhenti jalan. Gak lama kemudian Sakha juga ikutan berhenti jalan dan natap gue.
"Bukannya gak suka, cuman aneh aja," jawabnya, "ayok pulang," ajaknya kembali melanjutkan jalannya. Tapi gue tetep berdiri di tempat dengan tatapan sebal. Gak lama, Sakha berbalik arah dan kembali berjalan ke arah gue. Menarik tangan gue supaya ikutan jalan di samping dia.
Entah kapan berubah,
Sakha yang awalnya menarik tangan gue, berubah menjadi menggenggam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Adeera
Teen FictionArsakha Gibran Alfahrizzi, cowok yang jatuh cinta sama pacar sahabatnya sendiri. Gak ada yang tau kalau dia menyimpan rasa kepada Adeera sama seperti gak ada yang tau kalau dia suka menulis surat khususnya ke Adeera. Baginya, Adeera adalah duniany...