Adeera POV
"Udah sampe, Mbak," suara supir taxi yang gue tumpangi sontak menyadarkan gue dari lamunan. Gue langsung memberi beberapa lembar uang dan keluar dari taxi dengan hati yang berat.
Gue tatap rumah mewah yang ada di depan gue sekarang, tujuan gue, rumah Bagas. Gue menghela napas dan mulai melangkahkan kaki masuk ke pekarangan rumah Bagas. Dengan ragu gue mulai mengetuk pintu rumah saat udah sampe di depannya. Pintu berwarna coklat kayu dan memiliki dua sisi ini masih saja berdiam diri. Saat gue baru akan mengetuk lagi, sisi kanan pintu terbuka dan menampakkan Bang Bara yang berdiri di baliknya. Wajahnya tampak sekali menunjukkan kekagetan.
"Eh, Adeera," ucapnya, "kok Bagas gak ngasi tau ya kalo lo mau ke sini?" tanya Bang Bara yang hanya gue jawab dengan senyuman tipis.
"Ada Bagas nya, Bang?" tanya gue langsung.
"Bentar ya, gue panggil," jawabnya lalu kembali masuk ke dalam rumahnya. Gue masih menunggu di depan pintu rumah yang hanya terbuka sebelah sisi. Cukup lama Bang Bara masuk ke dalam rumah untuk memanggil Bagas dan belum kembali. Hingga akhirnya tampak Bang Bara keluar dan berjalan menuju ke arah pintu di mana gue berdiri. Gue menatapnya dengan berbinar-binar, namun tidak dengan sebaliknya. Gue mulai menebak-nebak apa yang terjadi dengan melihat ekspresi Bang Bara.
"Bagasnya ternyata lagi pergi, Dee," ucapnya sesaat setelah berada tepat di depan gue.
Gue menghela napas, mencoba mencari kejujuran di dalam mata Bang Bara, dan pastinya gak gue temukan satupun di sana. "Pasti lo tau kalo gue gak bakal percaya," jawab gue dengan percaya diri, jelas sekali Bang Bara berbohong.
Sekalian karena gak ada kejujuran yang gue temukan di matanya, gue juga bisa dengan jelas ngeliat mobil Bagas di garasi. Jadi gue yakin, Bagas gak kemana-mana.
"Gue cuman minta tolong buat bilangin Bagas, gue pengen bahas semua masalah ini bareng-bareng," ucap gue.
"Lo denger kan?" tanya Bang Bara tiba-tiba yang langsung membuat gue mengernyitkan dahi kebingungan. Gue menatap Bang Bara dengan tanda tanya yang hanya dibalasnya dengan tatapan datar. Tak lama pintu di sisi lain bergerak yang ternyata dibuka oleh Bang Bara. Gue mulai mengalihkan arah pandangan dan mendapatkannya tengah berdiri di sana. Sedang menyender di dinding rumahnya dengan kaki yang tertekuk sebelah.
Jantung gue terasa berhenti, entah kenapa. Gue menelan ludah dengan susah payah, mencoba mencari kata yang tepat untuk memulainya, namun tak ada satupun.
Tak lama Bagas mulai beranjak dari tempatnya dan masuk ke dalam rumah. Gue mencoba memanggilnya namun jangankan berhenti, menoleh saja enggak.
"Mau masuk?" tawar Bang Bara yang langsung gue jawab dengan gelengan lemah.
"Gue pulang aja, Bang," jawab gue yang langsung dijawab Bang Bara dengan tatapan tidak persetujuan.
"Yaudah, tapi biar gue anter," ucap Bang Bara yang langsung beranjak ke dalam rumahnya.
"Gak usah, Bang," jawab gue yang langsung membuat Bang Bara berhenti dan menatap gue sinis.
"Udah malem, Dee," peringatnya. Gue tersenyum simpul sambil mencoba kembali mengelak, "taxi gue masih nunggu di depan komplek, kok."
Bang Bara menatap gue penuh dengan tatapan menyelidik. Gue mencoba memberikan tatapan semeyakinkan mungkin.
"Yaudah, hati-hati," ucap Bang Bara akhirnya.
Gue kembali tersenyum, "iya, Bang."
**
Gue berjalan menyusuri trotoar dengan gontai. Jalanan masih cukup ramai dan ada beberapa taxi yang sedari tadi hilir mudik melewati gue tapi gue sama sekali belum berniat untuk sekedar menghentikannya. Gue udah gak tau seberapa lama dan panjang gue udah berjalan kaki, tapi yang pasti gue lagi pengen sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Adeera
Teen FictionArsakha Gibran Alfahrizzi, cowok yang jatuh cinta sama pacar sahabatnya sendiri. Gak ada yang tau kalau dia menyimpan rasa kepada Adeera sama seperti gak ada yang tau kalau dia suka menulis surat khususnya ke Adeera. Baginya, Adeera adalah duniany...