#14,5

54 4 1
                                    

Bagas POV

Gue memandangi keadaan jalan dengan seksama sambil terus menekan pedal gas. Kepala gue terus berhentak sesuai dengan irama lagu yang tengah terputar dari cd player di mobil. Suara hp gue di dashboard mobil membuat gue melirik sebentar dari keadaan jalan ke handphone gue. Gue meraih handphone dengan tangan kiri sambil terus melihat jalanan. Bukannya berhasil ngambil, hp gue malah jatuh ke bawah tempat pijakan kaki kursi di samping gue.

Gue menghela napas sambil melihat keadaan jalanan yang cukup lenggang. Dengan cepat gue meraih handphone di bawah dan segera kembali duduk dengan tegak. Namun kaki gue langsung refleks menekan pedal rem saat melihat seorang cewek berada di depan mobil gue dan membuat cewek itu jatoh.

Gue mengumpat dalam mobil sambil membuka seatbelt dan segera keluar untuk melihat keadaan cewek itu.

"Gak papa, Mbak?" tanya gue panik sambil menghampiri cewek itu yang terduduk di aspal. Cewek itu menoleh yang membuat wajah gue pucat pasi.

"Putri..." ucap gue lirih, masih gak percaya kalo cewek yang gue tabrak barusan itu Putri. Mengingat gue yang baru aja nabrak dia, gue langsung kembali meneliti sekujur tubuhnya. Dan gue menemukan luka di lengan dan telapak tangan kanannya.

"Lo luka," ucap gue yang membuat dia melirik lukanya.

"Oh iya, ini. Gak papa, kok," jawabnya sambil tersenyum. Dia berusaha berdiri yang langsung gue bantu.

"Ikut gue, biar gue yang obatin," pinta gue.

"Gak usah, Gas. Gue gak papa," ucapnya masih keras kepala. Gue menatapnya sinis yang membuat cewek itu menduduk takut. Gue langsung berjalan menuju pintu penumpang dan membukakan pintu yang berarti mengharuskan Putri ngikut gue. Dan dia dengan terpaksa ngikutin kemauan gue.

Sampai di rumah gue langsung membuka pintu dan menyuruh dia untuk duduk dulu di ruang tamu selama gue ngambil kotak P3K.

Bara dateng tepat ketika gue lagi ngeluarin apa-apa yang gue perluin.

"Itu Putri, kan?" tanya Bara yang membuat gue meliriknya sebentar, lalu mengangguk.

"Mantan lo?" tanyanya lagi yang juga gue jawab dengan sebuah anggukan.

"Mantan yang paling lo benci sampai sekarang?" pertanyaan Bara kali ini membuat gue berhenti beraktivitas dan menatapnya tajam.

"Berarti lo masih ada perasaan sama Putri, Gas."

Gue mengerutkan dahi bingung.

"Kalo lo udah gak ada perasaan lagi, seharusnya kebencian lo karena udah di khianati itu akan hilang dengan sendirinya. Karena apa? Karena lo udah gak ada perasaan lagi sama Putri."

"Gue cuman pengen lo beneran yakin kalo lo sekarang udah gak ada perasaan apapun sama Putri." Bang Bara menatap gue tajam. "Karena gue gak mau lo nyakitin Adeera kalo sampe ternyata lo masih sayang sama Putri."

"Adeera cewek baik-baik, Gas," ucap Bang Bara lirih. Dia menepuk bahu gue menguatkan, "cari tahu perasaan lo sendiri."

Dan Bang Bara pergi ninggalin gue yang masih terdiam.

Tanpa panjang lebar, gue berjalan kembali ke ruang tamu dan duduk di samping Putri. Gue tatap matanya dalam. Cewek itu keliatan salah tingkah karena tatapan gue.

"Put," gue memegang kedua bahunya agar dia tetap diam dan membalas tatapan gue, "mari kita cari tahu apa perasaan ini masih ada apa enggak."

"M-m-maksud...lo?" tanya Putri gelagapan.

Gue gak jawab dan langsung mencium bibirnya lembut. Putri membelalakkan matanya kaget. Gue menangkup kedua pipinya erat sambil terus menatap matanya dalam. Perlahan gue ngeliat keterkagetannya memudar, matanya pun perlahan menutup setelah sekian lama kami saling berbalas tatapan. Gue pun menutup mata gue, mulai menyelami perasaan gue yang sebenarnya.

Dan gue gak merasakan apapun.

Hampa.

Gue tersenyum dibalik ciuman kami berdua. Tersenyum bahagia, karena telah merelakan masa lalu.

Masa lalu gue udah selesai.

Surat Untuk AdeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang