Arsakha POV
Untuk Adeera,
Aku tidak akan berbicara banyak.
Khususnya tentang kita.
Karena "kita" itu tidak ada.
Kita, yang selama ini aku impikan.
Kita, yang selama ini aku nantikan.
Kita, yang ternyata hanya angan.
Yang ada hanya "kita".
Kau, aku, dan .... dia.
Dari, Arsakha.
***
Gue menatap langit-langit kamar gue. Gue membiarkan pikiran gue lepas ntah kemana.
Apa gue salah?
Kata-kata tersebut selalu terulang diotak gue. Otak gue menampilkan beberapa adegan gue bersama Adeera yang telah lalu.
Kenapa harus Adeera?
Kenapa harus Bagas?
Gue menggoyangkan kepala beberapa kali mencoba mengusir semua adegan dan kata-kata yang terus bermunculan. Gue merasa udah jadi penghianat, karena tanpa gue sadari gue mencoba merebut Dee dengan pelan.
Gue harus berhenti.
Berhenti mencintai seseorang yang enggak bakal ngasih hati nya ke gue.
Berhenti berusaha untuk mengubah pandangannya kalau gue lebih baik dari dia.
Berhenti untuk menyakiti diri sendiri dengan berpura-pura menjadi orang yang bodoh.
She's not the only one, Sak.
Gue mengulang kata-kata tersebut didalam hati mencoba menyakini dan mengamalkan dikemudian hari.
But, this heart doesn't want to let her go.
***
Hari minggu adalah hari terbaik kedua setelah hari sabtu. Gue suka hari sabtu karena besoknya hari minggu, bukan karena malamnya itu malam minggu dan gue suka hari minggu itu karena gue bisa bangun siang pagi nya. Surga dunia sekali.
Seperti yang sudah diprediksi, gue bangun siang. Walau gak siang-siang amat, yang penting lebih siang daripada hari sekolah, kan?
Gue ada janji sama Mentari buat ngajarin dia gitar. Gue udah setuju jadi guru les gitarnya, gue gak mematok harga karena emang dasarnya gue bukan guru les, tapi Mentari maksa paling enggak dia traktir gue makan.
Setelah melakukan ritual wajib, yaitu mandi gue segera meluncur ke rumah Mentari. Di rumah gak ada orang, Nyokap,Bokap, plus Tata pergi ke arisan keluarga, jadi gue cuman pamit sama Bi'Inem yang tadi lagi sibuk nontonin gosip pagi.
Gue mengeluarkan motor yang udah kinclong akibat gue cuci kemarin. Segera gue menghidupkan motor dan melesat pergi menjauhi rumah yang dari kecil udah jadi tempat berteduh gue. Hanya butuh kurang lebih 15 menit untuk sampai kerumah Mentari, gue memarkirkan motor gue dengan rapi dan berjalan menuju pintunya, gue mengarahkan tangan kanan gue untuk memencet bel, sedangkan tangan kiri gue sibuk mengetik pesan untuk Mentari buat menginfokan kalau gue udah di depan rumah. Tak lama gue bisa mendengar suara pintu yang dibuka, dengan cepat gue menoleh dan menemui Mentari yang sedang tersenyum girang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Adeera
Teen FictionArsakha Gibran Alfahrizzi, cowok yang jatuh cinta sama pacar sahabatnya sendiri. Gak ada yang tau kalau dia menyimpan rasa kepada Adeera sama seperti gak ada yang tau kalau dia suka menulis surat khususnya ke Adeera. Baginya, Adeera adalah duniany...