#18,2

37 3 0
                                    

Adeera POV

Gue berguling di atas kasur sambil sesekali melirik ke arah layar televisi di kamar gue yang tengah menampilkan acara musik. Salah satu band asal Indonesia yang merupakan favorit gue banget, pake GARIS KERAS, bahkan gak bisa menghilangkan kebosenan gue.

Gue mengalihkan pandangan ke arah handphon gue yang tampak sepi. Dengan cepat gue meraih handphone, dan merubah posisi yang awalnya berbaring menghadap ke atas menjadi bertelungkup dengan kedua tangan yang sudah menggenggam handphone.

Dengan cepat gue mulai mengetikkan whatsapp untuk Sakha.

To: Sakha

Bosen :(

Gak butuh waktu lama pesan gue langsung di bales sama dia.

From: Sakha

Ya terus?

Gue mendengus kesal sambil mulai mengetikkan balasan buat cecurut satu ini.

To: Sakha

Yaterus aja lo sampe mentok. Sampe jatoh jurang kalo perlu.

From: Sakha

Wkwkwk canda kali, mbak.
Mau dibawain bubble red velvet gak?

Gue seketika langsung duduk di atas tempat tidur.

To: Sakha

MAU!

From: Sakha

oke, tunggu 20 menit gue udah sampe.

Dengan segera gue beranjak keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah. Memutuskan buat menunggu Sakha di ruang tengah sambil bermain handphone.

Sesuai janjinya, Sakha datang dua puluh menit kemudian sambil menentang sekantong plastik yang terdapat dua gelas bubble. Gue seketika langsung melompat dan berlari ke arahnya sambil mengambil red velvet gue. Dengan gak sabaran gue meminumnya sambil duduk di sofa ruang tengah lagi.

Sakha ikut duduk di sofa sambil mendengus kesal, "kirain gak sabar nungguin gue. Rupanya red velvetnya," ucapnya yang membuat gue langsung tertawa terbahak-bahak. Bahkan gue sempet batuk beberapa kali yang membuat Sakha langsung mengelus tengkuk gue dengan halus.

"Makanya pelan-pelan." nasihatnya yang masih diucapkan cowok itu sambil merengut malah bikin gue lagi-lagi bikin ketawa.

"Ketawa aja terus, entar gak lama lagi nangis nih," sindir Sakha yang membuat gue langsung memberhentikan tawa dan menatapnya sinis.

"Halah, lo mah gue nangis juga malah seneng," ucap gue yang membuat dia mengerutkan dahinya bingung.

"Seneng kenapa?"

"Seneng, lah. Bisa meluk-meluk gue gratis," jawab gue sambil tertawa kecil.

"Kampret," makinya yang gak gue gubris, dan kembali fokus ke red velvet gue.

"Ngomong-ngomong, gimana dengan wawancara lo dengan anak-anak basket?" tanya Sakha tiba-tiba melenceng dari pembicaraan sebelumnya, namun pertanyaannya tetep gue jawab.

"Mungkin agak telat dikumpulin ke Devan. Mereka semua pada mau liburan," jawab gue santai.

"Oh, iya lupa," ucap Sakha yang membuat gue langsung menoleh.

"Lo tau?"

Sakha mengangguk santai yang membuat gue menatapnya marah.

"Kenapa?" tanyanya dengan tampak gak berdosa.

"Kenapa gak bilang?" tanya gue balik.

"Ya, lupa," jawabnya santai. Gue cuman bisa mendengus kesal.

"Kok lo gak dapet liburan juga?" tanya gue.

"Gak lah," Sakha menggeleng yakin, "yang dapet kan cuman juara satu."

"Oh iya," ucap gue sambil menepuk jidat, "lo kan kalah." Dan tawa gue kembali pecah.

Sakha melirik gue sinis dan mendengus kesal, "tau deh yang mantannya menang."

Sindiran Sakha langsung membuat tawa gue berhenti, cowok itu sempat melirik gue sebentar dan menatap gue khawatir.

"Lo kenapa?" tanya Sakha, arah duduknya langsung berputar ke arah gue. Gue menggeleng lemah.

"Lo sedih lagi?" tanya Sakha belum puas.

Gue menghela napas sebentar, "bukan gitu."

"Terus?"

"Gue cuman capek aja. Kenapa sih orang selalu nyangkut pautin gue sama Bagas. Gak cuman sekali dua kali ya. Tapi setiap kali gue ngobrol sama orang di sekolah. Bahkan di luar sekolah," jawab gue mulai mengeluarkan segala kekesalan gue. Sedangkan Sakha masih diam seakan minta gue buat kembali melanjutkan cerita.

"Padahal ini udah lebih dari sebulan gue putus sama dia. Bahkan udah mau dua bulan. Tapi kenapa orang-orang selalu ngaitin segala hal yang berhubungan dengan gue ke Bagas? Mereka bersikap seakan-akan gue itu galau berat gara-gara putus sama Bagas dan gak bisa move on sampe sekarang. Atau bahkan mereka emang beranggapan kayak gitu?"

"Emang perasaan lo sama Bagas gimana sekarang?" tanya Sakha sambil menatap kedua mata gue dalam. Mau gak mau gue juga harus membalas menatap kedua matanya.

"Percaya sama gue, rasa ini tuh udah hilang."

"Tau dari mana?" Sakha seakan belum yakin sama ucapan gue.

"Lo tau sendiri berita Bagas sama Vinka yang deket udah nyebar ke seluruh penjuru sekolah. Dan lihat, gue gak ngerasain apapun."

"Mungkin karena lo baru cuman denger beritanya. Belum ngeliat mereka berdua secara langsung." Dan Sakha masih tetap dengan pendiriannya. Dan membuat gue menjadi agak ragu, sedikit.

"Apa mungkin gue harus liat kedekatan mereka dulu?" tanya gue akhirnya.

"Mungkin."

Surat Untuk AdeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang