10

3.6K 360 11
                                    

Sudah seminggu semenjak kejadian itu, dan sekarang adalah tanggal dimana aku biasanya datang bulan. Namun sampai sekarang, aku tidak melihat tanda-tandanya. "Gue takut hamil, len". Ucapku pada Alena.

"Kenapa takut? Harusnya lu seneng kan?". Aku memang suka dengan bayi, namun melihat sifatku yang kekanakan begini bisa dibilang seorang anak sekolah mempunyai bayi.

"Seneng sih, tapi gue belum rampungin kuliah". Aku dan Alena sedang duduk dikantin sekolah. Kami diharuskan menunggu dosen tiga jam lagi, seperti biasa untuk mendapatkan nilai yang bagus.

"Itu urusan gampang, tinggal cuti waktu perut lu udah besar". Aku memutar mata, Alena, Mama, dan Mom memang mendukung sekali aku hamil. Mereka memang seperti menunggu-nunggu kehamilanku.

"Dih".

Aku dan Alena pun langsung terlarut dalam keheningan, jam istirahat Calum sepuluh menit lagi dan dia pasti akan langsung kesini. Kau tahu apa yang Calum lakukan setelah kejadian itu? Setiap malam ia pasti menanyakan apakah terjadi sesuatu dengan perutku atau keadaanku, dan pastinya ia selalu mengatakan maaf berulang kali.

Kubilang hal yang kemarin itu tidak sengaja, jadi kumaklumi meskipun setiap malam aku terbayang-bayang suara bayi baru lahir. Sungguh, itu sangat terngiang di kepalaku.

"Woy". Aku langsung terlonjak kaget saat seseorang menepuk pipiku, ya itu Michael, Luke, dan Calum. "Ngelamunin apaan?". Aku hanya jawab dengan gelengan kepala singkat.

"Gimana Cals, terjadi sesuatu dengan perut lo?". Kini Luke yang berbicara, dan aku lagi-lagi menjawabnya dengan gelengan kepala, "Mungkin belum saatnya, syukur syukur aja".

"Sumpah, gue gabakal lagi ke Pub punya papa lu Mike, sesat anjir". Michael hanya tertawa

"Yeee, salah kalian sendiri mabuk. Mana si Calista mabuk juga lagi". Ucap Michael

"Iya, gue diajakin main game sama si Chrissy, yaudah bangun-bangun ternyataa...--". Calum membekap mulutku dengan tangannya, "Ish tangan lu bau".

"Andai kalian sadar, pasti bisa berbagi cerita ke kita-kita". Calum langsung menoyor kepala Luke, dia kira itu sebuah pengalaman?

"Mesum banget anjir". Ucapku sambil menatap mereka sinis.

Kami pun mengobrol-ngobrol sambil menunggu jam istirahat kami selesai. Membicarakan hal random yang terkadang membuat kami tertawa, lalu merasakan kesedihan dimana tidak ada Ashton diantara kami.

***

Aku dan Calum mempunyai jam pulang yang sama. Sebelum itu tadi kami mampir ke apotik untuk membeli testpack, ya aku ingin mengetes saja.

Setelah menunggu beberapa menit, aku bisa bernafas lega, karena hasilnya negatif.

"Gue ga kebayang kalo hasilnya positif". Ucapku sambil menyimpan hasil testpack di laci. Kini aku dan Calum seperti mahasiswa yang sedang kerja kelompok, kita duduk dilantai dengan dua laptop dan beberapa tumpuk buku.

"Ya kalo positif ya harus disyukuri". Ya memang sih, anak itu katanya karunia tuhan jadi harus disyukuri. Tapi emang tidak terlalu cepat?

"Tiba-tiba gue pengen anak cowo". Ucapku asal, dan Calum membalasnya dengan tatapan menerka, "Apa?".

"Lo udah ga takut lagi bahas soal kehamilan?". Aku menggeleng, "Bagus deh, gue masih kebayang apa yang gue lakuin ke elu malem itu". Aku mencubit pipi Calum sampai ia kesakitan. Bisa-bisanya ia masih membayangkan kejadian itu. "Anjir sakit".

"Lagian elu bahasannya menjijikkan gitu". Aku pura-pura memasang tampang jijik.

"Coba aja gue ga mabuk, terus sadar seratus persen. Duh pasti seru tuh". Aku tahu, pasti Calum sedang berada di tingkat pervert otaknya. Diwaktu-waktu tertentu pasti ia akan membayangkan sesuatu yang dipikirkan oleh otak kotornya itu.

"Kalo gue sadar, kan gue bisa dengerin moan lu, terus panggilin nama gue, jambak-jambak rambut gue". Karena aku sedang sibuk mengetik, jadi kubiarkan saja dia bercerita tentang isi dari otak kotornya, "Eh iya Cals, kira-kira kita main berapa ronde ya?".

"Calum!!!!!!". Kulancarkan jurusku untuk menggebuk Calum, ia sudah kelewat kotor. Ia malah hanya tertawa, dan melindungi dirinya dari pukulanku, "Lo pervert banget anjir".

"Ampun Cals, ampun ampun". Aku tidak memperdulikan ucapannya dan terus memukulinya hingga aku lelah, "Eh bentar deh". Ucapnya dengan muka serius, alhasil aku langsung diam. "Coba waktu itu lu juga sadar seratus persen, kan lu bisa tau my sizes". Tanpa pikir panjang, aku melanjutkan acara memukuli Calum. Ia memang mempunyai otak yang sangat kotor.

"Lu dengerin dulu sizes apa anjir". Ia masih dalam gelak tawanya, "sizes baju singlet gue maksudnya, dasar lu pervert juga".

"Ga lucu tau ga, kerjain sana tugas lu. Biar cepet wisuda, keburu gue hamil beneran lagi". Aku langsung membuat jarak antara aku dan Calum, kupasang wajah cemberutku.

"Yahhh ngambek, gitu aja ngambek". Ucap Calum

"Diem lu".

"Yah jangan ngambek dong, sini cuddle". Calum membuka pelukannya lebar-lebar, tapu tetap tidak kuhiraukan. "Yeeee pasti mau tuh cuddle sama gue. Sini cuddle". Aku tetap tidak menghiraukannya, melainkan melanjutkan tugasku mengetik.

Calum masih saja menggodaku untuk cuddling, ya sebenarnya aku mau tapi kan ceritanya lagi marahan. Jadi kutahan saja, biarkan Calum tetap menggodaku, karena suara sok imut buatannya membuatku terhibur.

"Sini cuddle". Ia langsung mengurungku dipelukannya lalu bergeser menjauhi buku dan laptop kami.

Aku terus memberontak namun hanya memberontak bohongan, kami sama-sama tertawa. Calum terus menggeser-geser tubuhnya sambil menutup mataku, "Anjir Calum, minggir sana lu". Ia malah memelukku dan menciumi puncak kepalaku.

"Gue gemes sama lu anjir". Ia malah semakin menjadi-jadi memelukku. Kebiasaan Calum tidak pernah sadar bagaimana kecilnya tubuhku dibandingkan dirinya.

"Iya iya haduuh gue mau bikin tugas". Ia pun melepaskan pelukannya, aku pun bertumpu pada lututku untuk berdiri mencium kening Calum, "tuh udah gue cium. Sekarang diem".

Ia hanya terkekeh lalu mengambil buku serta laptopnya dan mulai membuat tugas.

Aku dan Calum memang beda jurusan, namun kami sering belajar bersama jika tidak ada kerjaan. Jika Calum tidak kerja juga. Karena hari ini day offnya, jadi kami gunakan untuk membuat tugas bersama.

***

Aku membawa coklat panas ke kamarku, 2 cangkir, satu untukku dan satu untuk Calum.

Lalu aku memberikannya satu cangkir padanya, "Gaya pake bikin coklat panas".

"Lagi pengen, enak nih gue udah cicipin sebelumnya". Aku dan Calum sama-sama meneguk coklat panas itu sedikit demi sedikit sambil mengobrol.

"Eh iya, masa Cals, gue mimpi pake jas gitu kaya waktu nikahan dulu. Artinya apaan ya?". Aku berpikir sejenak, Calum pakai jas pasti ada sesuatu yang penting yang akan terjadi.

"Jangan-jangan lu bakal wisuda?". Ucapku semangat, tapi hanya malah mendapat toyoran dari Calum.

"Kan emang bego".

"Ya gue kan bukan peramal jadi gatau lah, udahlah mimpi cuman bunga tidur. Ga lebih". Aku meletakkan cangkir coklat panas kami di nakas dekat tv. "Lu udah jarang nyanyi buat gue. Nyanyi gih".

"Nyanyi apaan dong?". Aku hanya mengedikkan bahuku. Calum juga masih berpikir lagu apa yang akan ia nyanyikan.

"Besok aja deh, ga ada gitar ga asik". Aku memutar mata lalu mengangguk singkat.

Lalu aku menarik selimut hingga ke dada, seperti biasa Calum selalu melingkarkan tangannya di tubuhku. Hangat dan nyaman.

"Selamat malam, sayang". Ia mengecup bibirku singkat lalu mematikan lampu dan pergi ke alam mimpi.

To be continued..

Me And Hus-band : Calum Hood[Sequel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang