21

3K 360 34
                                    

Aku menggendong tas ransel kecilku menuju halte. Entah kenapa aku ingin melihat kampusku yang dulu. Jadi isi ranselku hanyalah sepotong roti dan infus water untuk kesehatanku juga.

Aku merogoh saku bajuku untuk mengambil ponsel. Ini sudah minggu kedua aku dan Calum tidak pernah ketemu semenjak aku datang ke hotelnya, "Katanya lu bakal jemput gue secepatnya." Aku mendengus kesal.

Tak lama kemudian, aku diturunkan di depan kampusku dulu. Aku langsung masuk dan berkeliling disana. Tak tahu kenapa aku jadi merindukan saat-saat aku masih sekolah dulu. Apalagi saat diantar Calum. Aku sangat merindukannya.

Setelah puas melihat-lihat kampus, aku berjalan kaki menikmati daerah sekitar UNSW. "Calista!!" Panggil seseorang.

Aku menoleh kearah sumber suara itu, kudapatkan Calum melambai kearahku. "Anjing." Aku langsung berlari menjauhi Calum. Entahlah aku malas bertemu Calum. Ia pun juga mengejarku sambil terus memanggili namaku. Namun tiba-tiba aku tersandung batu dan lantas lututku menggores pada trotoar, "Anjing." Ucapku lagi.

"Ngapain lari bego? Gue Calum dan tetep Calum ga kurang ga lebih." Ia berjongkok didepanku sambil melihat kearah lututku yang berdarah-darah.

"Gue bisa pulang sendiri." Ucapku malas sambil beranjak berdiri.

Calum hanya melihatku sambil tersenyum miring. Aku tahu ia berpikiran aku tidak bisa berjalan dengan lutut luka seperti ini.

Belum sepenuhnya aku berdiri, aku sudah terjatuh lagi. Rasa perihnya dan sakitnya sangat terasa, "Bisa?" Tanya Calum.

"Dasar bego padahal lu liat gue kaga bisa berdiri masih aja nanya.."

"Ga bisa, sakit." Ucapku pelan. Ia berjongkok didepanku, "ngapain?" Tanyaku.

"Piggy ride back, princess." Anjir.

Aku menimang-nimang sejenak. Sejujurnya kangen sama Calum, kangen banget malah. Tapi ya gitu, dia matahin kepercayaanku secara cepat.

Lalu aku segera mengalungkan tanganku pada lehernya dan ia bersiap berjalan sambil menggendongku, "Mau kayak gimana masalah kita, lu tetep tanggung jawab gue." Kata Calum. Aku meletakkan daguku di bahu kanannya dan menghirup aroma sampo di rambutnya yang paling aku suka. Ingin sekali rasanya aku mengecup singkat di lehernya seperti yang biasa kulalukan dulu.

"Itu mobil lo gimana?" Tanyaku saat baru sadar tadi ia membawa mobil.

"Bodo amat sih ya, kalo bawa mobil gabisa gendong lu lah." Katanya sewot.

Ini orang emang jodoh gua kali yak? Seberapapun dia nyebelin gue tetep sayang. Batinku

Kalian tahu kemana Calum membawaku pergi?

Ia membawaku ke rumah kita dulu, mantap kan?

"Ngapain sih kesini?" Ucapku saat masuk kedalam rumah itu. Masih di gendongan Calum.

"Cari obat." Aku tidak menemukan tanda-tanda Josephine disini. Mungkin dia ditelan bumi aku tidak peduli.

"Calum? Akhirnya lo pulang." Aku menoleh ada sumber suara itu. Dia Josephine. Awalnya dia tersenyum, saat melihat siapa yang ada digendongan Calum ia tersenyum masam.

"Bacot lu." Kata Calum sambil membawaku pergi dari wajah Josephine. Dia menurunkanku dan duduk di sofa. Sedangkan Calum berlutut didepanku dengan peralatan P3Knya.

"Lu ngapain sih bawa ini orang kesini?!" Kata Josephine pada Calum, "Lu harus fokus sama tanggung jawab yang lo punya!".

"Bacot lu anjing!" Kataku keras. See, akhirnya gue bisa ngasarin nih orang.

"Calum! Lu harus inget tanggung jawab lo! Dan lo harus cerai-in istri lu yang keguguran itu!" Aku terkejut mendengarnya. Calum pun juga begitu, tapi ia tetap diam dan sambil terus mengobatiku.

"Calum lo punya kuping ga sih? Kapan sih lo dengerin gue? Atau lo mau dilaporin ke polisi? Iya?!" Katanya lagi.

Calum bungkam.

Aku sakit.

Setelah selesai mengobatiku, ia berjongkok lagi seperti tadi mengisyaratkanku untuk naik ke punggungnya, "Untung lo cewe, kalo bukan, mulut lo habis gue jejelin betadine!" Kata Calum.

"Dan terserah lo mau laporin gue ke polisi kek, ke presiden kek, ke kangguru kek, ke patung merlion kek gue ga peduli. Karena gue gabakal ngelepasin Calista dan gue tetep pertahanin senyebelinnya dia!"

"Dan kalo lo maksa gue buat tanggung jawab! Gue bakal nuntut lu balik atas dasar pencemaran nama baik dan fitnah. Lu nuduh gue tanpa bukti! Dan masih lo kekeh sama opini lu, nih makan!!" Calum melempar 2 kartu ATMnya ke meja ruang tamu. Lalu membawaku keluar dari rumah itu. Josephine diam, ia tidak bicara sedikitpun.

"Cape gue di fitnah mulu, gue udah kehilangan elu. Kehilangan 2 kartu ATM gue juga." Kata Calum.

"Gue ga lari kok, cuma diem di tempat yang susah dijangkau sama elu." Ucapku.

"Makanya itu, gue tetep maksa bilang itu bukan anak gue. Anak gue cuma dari lu doang, kaga ada yang lain." Aku tersenyum mendengarnya. Setidaknya Calum benar-benar meyakinkanku atas kepemilikannya terhadapku. Ia mengakui hanya memilikiku.

"Lu tetep tidur di bahu gue sampe gue dipanggil Tuhan buat tidur dipangkuannya, Cals."

***

"Mom." Kejutku saat melihat Mom sedang menonton serial TV di ruang tamu, "Aku nyari Mama kok ga ada ya di rumah?"

"Sekretaris kantornya lagi nikah, jadi ada undangan." Aku mengangguk lalu ikut menonton TV bersama Mom, "Ketemu Calum ya tadi?".

"Iya, tapi aku udah ngehindar taunya jatuh di trotoar kesandung."

"Calum nolongin?" Aku mengangguk, "Baguslah."

Aku jadi tersenyum sendiri saat mengingat kejadian tadi. Dimana saat ia berjongkok di depanku, mendudukanku di jok mobilnya, mengantarku sampai rumah, dan berdadah kearahku sambil tersenyum. Rasanya seperti aku jatuh cinta lagi padanya, rasanya seperti baru dan seperti dulu saat aku akur dengan Calum.

"Setelah Josephine pergi, Mom langsung ngelepas kamu dan ngasihin ke Calum kok, tenang aja." Aku mengangguk. Aku memeluk Mom cepat. Ia pun membalas pelukanku.

"Makasi Mom udah ngelahirin orang yang super nyebelin kaya Calum."

.
.
.
.
.

Setelah berbincang dengan Mom aku mengantuk. Kuputuskan untuk masuk ke kamar sebelum aku ketiduran di sofa. Luka di kakiku kadang nyeri sedikit, dan itu membuat setetes air mataku keluar.

Aku menatap langit-langit kamar baruku ini. Mungkin dulu Calum juga suka natap langit-langit kamarnya kaya gini. Batinku.

Kamar Calum tidak jauh berbeda dengan dulu, hanya saja beberapa furniturenya dipindahkan ke rumah kami. Bantal dan gulingnya juga masih milik Calum, kasurnya juga begitu.

Aku memeluk gulingnya erat-erat seperti biasanya aku memeluk Calum sebelum tidur.

"Selamat tidur, Calum. Semoga lu cepet jemput gua ya."


To be continued...

Me And Hus-band : Calum Hood[Sequel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang