20

3K 437 19
                                    

Aku terbangun saat pintu kamar baruku diketuk. Tadi malam aku tidur larut karena kurang terbiasa tidur sendirian, dari yang biasanya ditemani Calum menjadi sendirian. Calum sedang apa ya disana?

Saat kubuka pintu disana Mom berdiri dengan senyumannya. "Pagi Mom," sapaku.

"Pagi Calista, kita sarapan dulu ya. Mom tunggu dibawah," aku mengangguk lalu menutup pintunya kembali. Aku lekas-lekas mencuci wajahku dan segera menyusul Mom ke meja makan.

Sesampainya dimeja makan, aku dan Mom duduk berdua. Sudah jelas Mom Joy tinggal sendirian karena kedua anaknya sudah menikah semua.

"Gimana tidurnya? Nyenyak?" Tanya Mom.

"Nyenyak," jawabku singkat. Semenjak kejadian kemarin, moodku langsung berubah drastis. Kurasa, mood baikku sudah terkuras dengan air mataku. Sejujurnya aku ingin sekali mengirimi Calum pesan singkat untuk menanyakan kabarnya. Tapi, ketika mengingat Calum rasa sakit hatiku kembali muncul.

"Calis kalo mau jalan-jalan, boleh aja kok. Bisa pake taxi nanti Mom yang bayarin," aku mengangguk. Untuk pertama kalinya tinggal berdua dengan Mom Joy, karena Dad sedang pergi. "Kalo pengen ketemu Calum, boleh aja kok."

"Calis lagi ga mau ketemu Calum, Mom. Mungkin Calis di rumah aja sekarang, Mom mau pergi?" Tanyaku.

"Iya, Mom harus ke kantor karena Dad kan pergi ke luar negri," Mom pun langsung bergegas mengambil tasnya. "Jaga diri baik-baik ya, Mom ga lama kok. Main aja ke rumah mamamu,"

Aku mengangguk lalu mengantarkan Mom sampai ke pintu depan. Setelah itu aku mencuci piring dan naik lagi ke kamarku. Memang sama sekali tidak ada yang bisa kukerjakan sekarang. Tak seperti di rumahku itu, aku bisa mengepel lantai, menyapu, membersihkan sesuatu. Tapi kalau disini, sudah ada pesuruh yang melakukan pekerjaan seperti itu.

"Calista!?" Aku mendengar seseorang yang memanggilku. "Cals?!" Orang itu memanggil lagi.

Kutelaah lagi suaranya, "Calista...calista,"

Aku yakin itu Calum. Aku yakin.

Aku langsung mengunci pintu kamar dan berakting seperti tidur. Lalu knop pintu itu bergerak, seperti ingin membuka pintunya.

"Cals lo didalem ya? Masih tidur? Ini Calum," ucapnya. Kan benar, itu pasti Calum.

"Gue mau berangkat kerja nih, pengen ketemu elo. Sekali ajaaa," kata Calum.

"Cals lo masih tidur? Ga biasanya bangun sesiang ini,"

"Gue kangen sama elo, gue pengen ketemu, gue pengen meluk lo seperti biasa yang kita lakuin, gue pengen ciumin elo, gue pengen tidur bareng elo sambil ngobrol, gue pengen lo cepet pulang ke gue," aku tertegun mendengarnya. Aku bisa merasakan juga yang Calum rasakan, semua yang Calum inginkan hampir sama dengan yang kuinginkan juga. Memeluknya lagi seperti biasanya.

"Calista,"

"Gue ga ngelakuin apa yang dituduh ke gue, gue bakal buktiin secepatnya biar lo bisa kembali ke gue,"

"Gue pergi kerja dulu ya, lo hati-hati disini. Kalo lo pengen ketemu gue, gue tinggal di Hotel Aussie Resort kamar nomor 125,"

Aku dapat mendengar langkahan kaki yang menjauh. Setelah Calum pergi, ingin rasanya aku mengejarnya dan segera memeluknya. Sebenci-bencinya aku pada Calum, tapi aku tetap menyayanginya.

Kulihat di jendela, mobil Calum masih terparkir didepan. Ia belum beranjak pergi.

***

Sore hari, kebosananku muncul. Tak biasanya aku diam dirumah satu hari jadi bosanku langsung muncul. Entah kenapa aku menunjukan alamat hotel Calum pada supir taxi.

Sesampai di hotel itu, aku mendapatkan sedikit keraguan untuk masuk atau tidak. Tapi sayangnya aku tidak bisa mengikuti pikiranku sekarang, selalu hatiku berkata untuk masuk ke hotel itu.

"Permisi, kamar nomor 125 atas nama siapa?" Tanyaku pada seseorang di lobby itu. Ia mencari-cari sesuatu pada komputer didepannya.

"Calum Hood, ada yang bisa dibantu?"

"Ia tinggal sendirian?" Tanyaku lagi.

"Iya, ia datang sendirian dan setahu saya ia tidak mengajak seorang pun selama menginap disini," aku mengangguk sejenak, "apakah nama anda Josephine Skriver?"

"Bukan, saya Calista. Calista Hood," aku menunjukan kartu identitasku padanya. Disana tertera 'Calista Harris' dan sejak aku menikah dengan Calum, dengan sah namaku Calista Hood.

"Oh baiklah, kamarnya ada dilantai 3," aku mengucapkan terima kasih pada wanita itu lalu berjalan kearah lift dan memencet tombol nomor 3.

Sungguh, aku merasa gugup sekarang. Entah kenapa sebejat-bejatnya Calum, aku susah untuk membencinya. Namun Calista tetap Calista yang mempunyai rasa sakit yang bersifat permanen dan susah disembuhkan.

Aku berdiri di kamar nomor 125. Seharusnya Calum sudah pulang dari kantor jam segini. Aku tidak mengetuk pintunya, hanya kupandangi dari tempat aku berdiri. Aku bisa mendengar ocehan Calum sebenarnya.

"Frustration, desperation, I need a some kinda medication..."

"Situation, no motivation..."

"Destination, permanent vacation...SHIT!!!" Kudengar pekikan dari Calum. Dibarengi suara gelas jatuh ke lantai. Aku tahu pasti ia menjatuhkan sesuatu. "Darahhh!!!" Pekiknya lagi.

Tanpa pikir panjang aku langsung membuka pintunya. Dan aku bisa melihat Calum berjongkok dengan tetesan darah dari jari-jari tangannya, "Calista?!"

Aku tidak menyahut dan mengeluarkan sebungkus tisu dari tasku. Aku mengelap pelan darah yang mengalir dari jari tangannya. Lalu kubawa dia ke wastafel untuk dicuci. Entah kenapa aku merasa ia menatapku dengan tatapan terkejut. Aku tau itu, karena aku bisa merasakannya.

"Be careful, Calum" ucapku.

Ia tersenyum dengan lebar sembari aku melilitkan perban ke jari tangannya. "Lu dateng?"

Aku tidak menjawab.

"Gue kangen sama lo,"

Aku masih diam.

Tiba-tiba saja ia memelukku erat. Aku tidak membalasnya dan malah menangis. "Lu gapapa tinggal disana, gue gapapa lu ga tinggal sama gue. Tapi tolong jangan pergi dari gue. Gue gabisa Cals," ucap Calum yang masih memelukku.

"Gue gapapa lu ga angkat telpon gue, gue gapapa lu ga mau ketemu sama gue, gue gapapa lu benci sama gue, tapi tolong kasi gue kesempatan kalo gue ga salah,"

Aku malah membiarkan air mataku jatuh dengan santainya. "I love you to the moon and never back, to galaxy and beyond, from mercury to neptune and won't be reduced, Calista Hood"

Aku bergidik mendengar ucapan Calum yang begitu dalam dan menyentuh. Aku langsung bergerak melepaskan pelukan Calum dan beranjak pergi tanpa meninggalkan sepatah katapun.

"Jangan lupa, lu masih punya gue. Dan gue masih punya elo, dan lo bakal pulang kerumah dimana lo sama gue mulai semuanya," ucapnya sebelum aku memutar knop pintu hotelnya.

Rasa lega menyelimutiku. Lega karena aku baru sadar jika cintaku untuk Calum tak berkurang sedikitpun dan Calum pun juga begitu.

To be continued...

Anjir kaget 1k vote wwkwk makasi yak buat semuanya yang sider ataupun active reader. Karena u pada ini ff gajetot reach 5k+ readers dan 1k vote hehehe. Padahal dulu triltnya lama bener 1k vote. Fyi makasi juga dah baca the reason i love tom, kaget juga pas liat story info 10k+ readers, kaget anjir hehe lebay emang w.

Buat yg minta dedicate, sorry banget yak belum bisa. W on lewat hp bukan pc hehe.

Yaudah gitu ae pidatonya, semoga lu pada ga bosen yak baca ff gajetot ini hehehe.

FRIENDLY REMINDER : POPROCK STAR BARU DIUPDATE:)

Me And Hus-band : Calum Hood[Sequel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang