Sekali Lagi

52 6 0
                                    

- Merry
Aku memakai helm yang berikan Indra. Kami baru saja akan beranjak meninggalkan kafe di bilangan Riau ini. Ninda mengajakku ikut fitting gaun. Cieee, Ninda mau nikah nih ceritanya. Indra menyalakan motornya dan menyuruhku naik. Mobil Adit sudah pergi duluan.

" Santai aja yaa, Bang Ojek." Ledekku.
" Siap neng."
Indra ini seorang detektif junior, tapi dia lebih sering ditugasin di ruang monitor. Aku mengenalnya dari Rai.

*~*

Pagi ini aku sedang berkeliling di sebuah toko buku ternama di Bandung. Sambil menyesap floatku, aku berjalan menyusuri rak rak novel. Aku ingin kembali membangun kemistri di dalam tulisanku, makanya hari ini aku mencari novel roman.

[Raiso]
Incoming call...

" Halo, ya?"
' Lo sibuk ga siang ini?'
" Enggak, kenapa gitu?"
' Temuin gue di foodcourt rumah sakit si bayu. Dago yaa bukan setiabudi awas salah.'
" Iyaaa. Lo di mana btw?"
' Lagi briefing dulu di kantor, bentar lagi ke sana.'
" Udah makan belum? Kayanya lo lagi ga sehat?"
' Umm, udah kok udah. Jangan telat.'
Tuut.

Aah, anak itu suka ga jelas banget sih. Tapi tumben ngajak ketemuan siang siang, di foodcourt lagi. Mau nraktir kali ya? Tapi masa sih? Ah biarinlah.

Rai memberi tahuku kalau ia sudah di foodcourt. Dan lagi lagi duduk di pojokkan.
Tak sulit menemukannya karena ciri cirinya sangat langka. Duduk sambil memeluk lutut, menutup kepala dengan hoodie dan laptop di hadapannya, selalu seperti itu jangan lupa, dia pasti nyeker.

" Udah lama?" Tanyaku, ia hanya merespon dengan gelengan lemah, tangan kanannya menopang kepalanya.
" Lu pesen makan dulu aja." Katanya sambil ngulet.
" Oh, oke." Aku akhirnya memesan bento dan membawanya ke meja Rai dan duduk di sampingnya.
" Situ. Duduk situ." Ia menunjuk kursi di hadapannya menyuruhku pindah.
" Mbung."
" Nyanggeus urang nu pindah." Ia menendang pelan sepatunya dan pindah ke kursi di depannya.
" Makan weh dulu, ada yang mau gue omongin nanti." Earphone putih yang tersambung dengan laptop ia pasangkan di telinganya lalu membetulkan posisi hood di kepalanya.
" Kenapa sih?"
" Shhhh..." ia mengisyaratkanku untuk diam.
" Cerita atuh."
Ia hanya melirikku sekilas lalu fokus dengan dirinya.
Sebelum aku selesai dengan makananku seorang pria muncul dengan nafas tersengal.

" Rai, sori gue telat." Kurasa ia berbicara padaku. Aku mengernyit tidak mengerti.
" Lo Rai kan?" Selidiknya. Belum sempat aku menjawab Rai mengangkat kepalanya, menatap si pria tanpa ekspresi dan membuka hoodnya.
" Gue Rai."
" Ooh, sori sori."
" Permintaan maaf lo gue terima, dan lo boleh duduk." Ia melepas earphonenya dan menatap cowo itu dengan malas.
" Jadi... gimana nih?"
" Lo bawa pesenan gue kan?"
" Yap."
" Oh ya, itu temen gue Merry. Dia yang bakal dengerin analisa lo soal kasus ini."
" Gue Indra." Katanya sambil menyodorkan tangan.
" Lah?! Ko gue?" Aku tidak terima dengan keinginannya.
" Gue belum makan, lo aja." Ia mengambil bungkusan berisi nasi kuning dan memakannya.
" Ah, nih usb nya."
" Oke, makasih." Rai mengambilnya lalu dipasangkan pada laptop miliknya.

" Gue Indra, dari polda. Temenya Haris temenya Rai."
" Okeee."
" Jadi, kita mulai aja gimana?"
" Silahkan." Aku sebenarnya tidak terlalu mendengarkannya, sebaliknya aku merekamnya dengan smartphone.
Ia berbicara dengan gaya formal yang membuatnya terdengar lucu dan aneh. Informasinya singkat tapi jelas, boleh juga.
Waktu itu kami sedikit berbincang. Yaa, sedikit tidak banyak. Ia ternyata lebih ramah dari yang terlihat.
Menarik kupikir.

Kurasa begitulah pertemuanku dengan Indra. Spesies pria yang mulai langka.

Motor Indra berada di sesak kemacetan ibukota Jawa Barat ini. Tepian kerudungku lembab oleh keringat yang mengucur.

" Sori ya jadi panas panasan gini..." Indra membuka percakapan di tengah kerumunan motor.
" Hehe, gak apa apa. Kalem aja."
" Bagus atuh kalau gitu."
" Haha."
" Seuri nyet."
" Bacot, hahaha."
" Hahaha."

Kemacetan mulai terurai. Berdua naik motor dengannya mengingatkanku lagi akan Tama. Sekali lagi ia mencampakkanku. Kabarnya? Jangan ditanya, ia menghilang. Lenyap. Atau mungkin pergi ke suatu tempat? Ah, aku tak peduli, masa bodolah dengan dirinya.

What if...?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang