CHAPTER 21

18.6K 1.6K 81
                                    

Ruangan VVIP bernuansa putih yang cukup lega terlihat hening meskipun hampir 10 orang berada di dalam sana.

Hanya terdengar suara uap dari tabung oksigen yang dipasangkan ke tubuh Prilly terdengar sebagai irama konstan yang memenuhi ruangan tersebut.

Bima melirik satu per satu orang yang ada di sana, semua terlihat murung cenderung tegang. Bahkan Ali tak bisa menghentikan derai air matanya sambil duduk di samping bangsal Prilly.Karena sampai malam ini, Prilly belum sadarkan diri.

Dokter bilang kondisi Prilly semakin menurun, jika tidak segera ditangani ahlinya bisa saja Prilly tak akan sadarkan diri lagi.

Suara isakkan Ali kembali terdengar, ia terus menggenggam tangan Prilly dan memanggil namanya berkali-kali.

Begitu pula mama Prilly yang hanya bisa bersandar pada suaminya pasrah, mungkin air matanya pun hampir kering.

Tapi ia selalu ingat pesan Prilly, ia harus yakin bahwa Prilly bisa sembuh. Lagipula Prilly akan semakin down jika mereka terus menangis.

Tiba-tiba Ali merasakan pergerakan di tangan Prilly.

"Prill..kamu udah bangun?Prill?"ucapnya pelan namun penuh penekanan membuat semua yang ada di sana langsung mendekat ke arah bangsal.

"Prilly.." ucap mama dan papanya saat melihat Prilly membuka matanya perlahan.

"Ali..Maa..paa.." gumamnya lemah.

"Prillyyyy.. " seru Mimi dan Amey berbarengan, air mata mereka pun mengalir.

"Heii.. kenapa pada nangis?" ucapnya bingung saat melihat wajah mereka yang basah.

"Kamu pingsan, dan baru sadar" jawab papa lembut.

Prilly menoleh ke arah Ali, ia baru sadar, Ali sudah tak marah padanya, apa dia sudah tahu? pria itu menangis membuat Prilly pun menangis.

Ali langsung memeluk Prilly yang masih berbaring di bangsalnya. Tangisnya pecah, tak mampu mengucapkan apa-apa.

Mereka semua menyingkir, memberikan waktu pada Ali dan Prilly.

"Kenapa Prill?kenapa kamu harus sembunyiin dari aku?"

"Maaf Li..aku ga sanggup untuk kasih tau kamu, aku juga ga mau kamu jadi sedih gara-gara aku"

Ali melepaskan pelukkannya, wajah bingungnya menatap ke arah Prilly.

"Dari dulu, mau dalam keadaan senang apalagi susah, kita selalu sama-sama, ga ada yang ga aku tau tentang kamu, gitu juga kamu, tapi sekarang, kamu mau aku ngejauh dari kamu, kamu mau aku jadi orang paling tega yang ninggalin kamu di saat kamu lagi butuh aku?"

"Maaf Li..."
"Mau kamu lempar aku ke ujung dunia pun, aku pasti akan datang lagi ke kamu" ucapnya tegas.

"Tapi aku juga ga mau kamu menderita sama kaya aku Li?penyakit aku ini menular, kalau kamu ada disamping aku tapi aku ga bisa sentuh kamu, itu juga artinya kamu nyiksa aku Li" sahut Prilly dalam tangisnya.

"Aku ga peduli Prill, mau aku tertular atau ga, kalau perlu semua penyakit kamu pindah ke aku, biar aku yang tanggung"
"Aliii.." Prilly berteriak menggelengkan kepalanya.

"Prilly.. aku mau kamu sembuh, kamu harus sembuh, aku akan minta papa aku pulang untuk ngobatin kamu, atau kita ke dokter spesialis di Singapur, aku pasti temenin kamu terus, sampe kamu sembuh"

Prilly meraih tangan kiri Ali dan menggenggamnya erat.

"Li..makasih..makasih buat semua perhatian kamu, tapi kamu harus tetap bisa hidup normal, kamu jangan lupa sama cita-cita kamu, jangan biarkan aku menghalangi impian kamu"

Bukan Romeo & Juliet (Season 3)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt