CHAPTER 24

6.8K 808 44
                                    

"Prill.. "
"Hmm?"
"Bisa ga mulai saat ini, kamu jangan panggil aku ka Maliq?"
"Hah?trus aku harus panggil apa?"
"Panggil Mas aja" ucapnya tersenyum penuh harap.

Ya, seperti itulah Maliq, selalu penuh harap terhadapku, sampai-sampai aku sendiri yang rasanya tidak punya harapan, maksudku harapan menentukan jalan hidupku. Tapi sekali lagi kukatakan, aku tidak mau menyalahkan siapa-siapa. Aku hanya ingin berjalan lurus ke depan.

"Ok... Mas" jawabku membalas senyumnya.

Kalian tahu dia sedang apa saat ini, aku sedang duduk di sofa dan dia duduk tepat dibawahku, sambil merangkul pinggangku, menatapku lamat-lamat hingga membuat aku jengah setengah mati. 

Sejak malam ia melamarku, aku sudah berstatus calon istri Maliq Mahendra Putra, aku juga tidak tahu kenapa aku mengiyakan lamarannya. Perasaanku kalut sekali saat melihat Ali begitu mesra dengan Airin, aku kacau. Mungkin dengan membuka hatiku pada Maliq, perlahan aku bisa melupakan Ali dan segala rasa cintaku padanya.

Maliq merebahkan kepalanya di pangkuanku, masih dengan posisi yang sama, merangkulku dari bawah sofa, baru kali ini Maliq terlihat begitu manja, biasanya dia selalu menjadi sosok yang melindungi dan menghiburku. Semoga keputusanku ini benar, aku mengusap kepalanya lembut, mencoba mencari celah untuk menerima cintanya.

"Mas.."

"Hmm?" dia menjawab tanpa berniat mengangkat kepalanya dari pangkuanku.

"Aku mau tanya sesuatu, tapi kamu jangan marah ya"

"Apa Sayang" jawabnya lembut kali ini dengan menatapku, jujur mendengarnya mengucapkan itu, jantungku berdebar-debar lebih cepat. Ku telan salivaku dengan perlahan agar bisa mengucapkan pertanyaan yang sudah ada di kerongkonganku saat ini.

"Kenapa, Mas bisa suka sama aku?" akhirnya aku berani mengungkapkannya.

Ia terlihat berpikir, entah mencari jawaban atau mengingat alasan kenapa dia bisa tertarik padaku.

"Ehmmm, mungkin karena kamu selalu tampil apa adanya, atau mungkin karena kamu cantik, atau karena sering bertemu jadi cinta itu mulai tumbuh, ah entahlah, aku juga ga tau alasan kenapa aku suka sama kamu, toh mencintai itu tidak selalu harus punya alasan kan?" jawabannya membuatku tertawa kecil, kali ini aku liat kejujuran di wajahnya.

"Kenapa? jangan bilang kalau kamu mau membatalkan pertunangan kita?" tanyanya penuh curiga.

"Ah, engga, aku cuma penasaran aja, kenapa pria sesempurna kamu, mau-maunya sama aku yang lemah dan ga tau apakah punya masa depan atau ga"

"Shhhh, ko kamu ngomongnya gitu sih, aku ga suka, kamu harus punya harapan, dan ga usah takut, aku akan selalu ada di samping kamu, aku janji, kecuali..kamu yang ga mau aku ada di samping kamu"

"Ya udah, lupain aja, aku cuma mau tau aja ko, oya Mas, besok aku mau ke rumah sakit lagi, charity nya makin banyak sekarang, aku senang bisa berbagi sama anak-anak itu"

"Oya?duh, aku pengen banget ikut, tapi besok aku ke Semarang, eh tapi, itu rumah sakit Ali ya?" tanyanya penasaran.

"I..iya Mas, karena florist aku kerja samanya sama mereka, kamu ga suka ya?" 

Kulihat dia menarik nafas berat, ada sesuatu yang ia khawatirkan, aku juga tidak paham, tapi kutebak, ia takut aku semakin sering bertemu dengan Ali.

"Aku cuma urusan kerja ko, kamu ga usah takut"

Ia mulai tersenyum lega, lalu menarik kedua tanganku untuk dicium.

"Aku ga tau kenapa, sekarang aku cemburuan sama Ali, jujur aku bayangin kamu ketemu sama Ali, aku jadi mikirin yang engga-engga, takut kamu berubah pikiran dan akhirnya balik ke Ali" suaranya penuh kerapuhan, wajar saja kalau dia cemburu, mengingat hubunganku dengan Ali yang berstatus mantan pacar, dan jujur aku masih cinta padanya.

Bukan Romeo & Juliet (Season 3)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt