CHAPTER 20

13.8K 1.6K 136
                                    


Prilly berdiri menghadap cermin di kamarnya, meskipun ia sudah menggunakan bedak dan lipgloss, tapi tetap saja tak bisa menutupi wajahnya yang pucat.

Air matanya terkadang tak mampu ditahannya, tapi ia berusaha tegar, demi papa dan mamanya. Ia harus bisa menyelesaikan ujian akhir SMA nya.

Setelah itu, mereka sekeluarga akan pergi, bukan Harvard ataupun Amerika, melainkan ke Jerman, dokter rumah sakit menganjurkan Prilly untuk berobat di sana. Ada sebuah rumah sakit ternama yang sudah banyak menyelamatkan pasien seperti Prilly.

Ia harus yakin bahwa dirinya bisa sembuh, demi keluarganya, dan juga Ali. Ia tak mampu menahan air matanya setiap kali mengenang Ali. Sejak kejadian 2 hari lalu, Prilly tak pernah melihat Ali lagi, bahkan saat dirinya kembali dari rumah sakit, rumah Ali terlihat kosong.

Sepertinya tante Tasya dan Om Niko juga tak ada di rumah. Apa mereka pindah?Tidak mungkin, Prilly cepat-cepat membuang jauh pikiran buruknya. Mungkin hari ini, ia akan bertemu dengan Ali, tapi, ia masih belum tahu apa yang akan ia lakukan dan apa yang akan dia katakan pada Ali yang sedang salah paham padanya.

Yang pasti, Prilly ingin menjauh dari Ali, menurutnya Ali akan cepat pulih jika ia sudah menyakiti hatinya dengan berpura-pura selingkuh dengan Wisnu, dibanding Ali harus mengetahui penyakitnya, menyaksikannya sekarat dan mati pelan-pelan. Pria itu pasti dirundung duka berkepanjangan.

"Prilly..udah siap nak?papa udah nungguin di bawah tuh, nanti kamu telat lho" seru Mama sembari masuk ke dalam kamar Prilly yang pintunya terbuka setengah.

"Iya ma, udah siap ko"
"Ya udah, ayo turun, jangan lupa makan sarapannya ya, biar kamu kuat, ada vitamin sama obat juga ya yang harus diminum, jangan sampai lupa"

"Iya, makasih ya ma, maaf kalau aku ngerepotin mama" ucap Prilly penuh haru.

"Kamu jangan bilang gitu, itu kewajiban mama, lagipula mama senang melakukannya, yang penting kamu jangan kecapean, dan harus cepet sembuh, ya.."

"Iya ma, ya udah, Prilly berangkat dulu ya ma, doakan Prilly bisa nyelesain ujiannya dengan lancar"

"Aminn..pasti selalu mama doakan, jangan lupa telpon papa kalau udah selesai ujiannya ya, biar kamu dijemput lagi"

Prilly mengacungkan jempolnya mengisyaratkan tanda OK.

Mobil pajero sport milik papanya melaju menjauh dari rumah setelah Prilly masuk ke dalamnya. Langit pagi itu terlihat mendung, penuh angin yang menerbangkan dedaunan kering yang rontok dari pohonnya. Namun malah membuat Prilly merasa damai, ia membuka jendela mobilnya dan menghirup udara pagi Bandung yang masih segar, bunyi kicauan burung yang merdu semakin membuat Prilly bersyukur akan nikmatnya hidup.

~~~

Prilly berjalan ragu melalui lorong kelasnya, jantungnya berdetak tak karuan, sejengkal lagi ia sampai di kelasnya, tapi kakinya semakin terasa berat.

Baru saja ia hendak melangkah masuk, sebuah tangan menepuk pundaknya pelan.

"Hai..kamu udah dateng?"

Prilly menoleh kaget ke arah suara.

"Kamu Nu..aku pikir siapa"
"Kamu pikir aku Ali ya?"

Prilly menatap Wisnu melas, entahlah, ia sendiri bingung dengan perasaannya, ia rindu sekali pada Ali, tapi ia juga tak mau bertemu dengan Ali.

"Aku..aku.."
"Aku mau jelasin ke Ali, dia harus tau keadaan kamu"
"Jangan..plis Nu..jangannn.."
"Kamu ga bisa gitu Prill, Ali harus tau kebenarannya"
"Nu Pliss..jangan..biar aja dia benci sama aku, aku ga mau liat dia sedih terus karena aku sakit"

Bukan Romeo & Juliet (Season 3)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt