Edisi 19 : Happy?

53 5 6
                                    

Kadang kalau kita jadi anak pinter itu tekanan hidupnya lebih berat daripada yang lain.

Lo udah baca dua edisi sebelum ini, kan? Tentang berita anak yang bunuh diri tanpa kita ketahui sebabnya dan tentang orang jenius yang tak bahagia dalam hidupnya.

Lo tau, di kehidupan nyata aja orang pintar itu pasti dituntut ini dan itu sama gurunya. Harus beginilah, harus ikut itulah, harus menang inilah, bla bla bla. Semuanya tentang yang ngandelin otak supaya ketenaran dan nama sekolah dan keluarga bisa jadi tinggi gitu. Ya minimal bangga.

Belum lagi anak-anak pintar yang lahir dari ayah-ibu yang pintar pula. Nah biasanya itu anak bakalan dipaksa buat ikutin jalan hidup ayah-ibunya. Contohnya aja ayah ibunya dokter, nah anaknya pasti diarahin buat jadi dokter juga. Gak pasti juga sih, tapi secara general biasanya begitu.

Dengan dasar seperti ini, anak-anak yang sebenernya pinter itu jadi gak menikmati hidup mereka. Karena... mereka melakukan itu atas dasar perintah orang lain, bukan dari diri mereka sendiri.

Beda hal lagi kalau kepintaran yang mereka punya itu atas dasar kemauan mereka sendiri. Mereka bakalan jadi orang pintar, sekaligus juga orang yang cerdas.

Gue pribadi menilai orang pintar dan cerdas itu beda. Kalau pintar, lo cuma liat otaknya, bisa dipake buat mikir atau enggak. Nah kalau cerdas, bukan cuma otaknya, tapi juga dari sisi emosionalnya harus baik, dan dia bisa ambil keputusan dengan mempertimbangkan untung ruginya.

Lo masuk kategori yang mana?

Cerdaskah?

Atau pintar?

Gue yakin semua orang itu pintar sih. Kan semua orang bisa mikir. Cuman ya pintarnya di bidang yang berbeda-beda. Itu terjadi supaya dunia jadi berwarna.

Yakali isi dunia ini orang-orang ipaaaa semuanya. Atau mungkin semua orang di dunia ini orang musikkk semua. Ya bosenin kali.

Pelangi aja kalo cuma warna putih, mungkin gak bakalan ada yang mencintai pelangi. Gak bakalan ada yang bikin istilah "Pelangi akan muncul setelah hujan" buat ngatasin kegalauan para jomblo yang udah lama gak nemu juga sama si doi. #loh

Gue pribadi pernah ngalamin masa-masa depresi. Nangis sendiri. Suka ngerasa beban gitu sama hal-hal yang pengen gue jalanin. Padahal ya kalau dipikir-pikir lagi, itu keputusan kan gue yang mau, lah kenapa gue malah jadiin beban? Haha, dodol!

Tapi yaaa seterpuruk apa pun gue, sejatuh apa pun gue, gak bakalan ada peristiwa gue berlutut di hadapan orang lain. #beh

Gue kasih tau ke elo nih ya. Seburuk apa pun nasib lo hari ini, jangan pernah bagi keterpurukan itu ke siapa pun. Bahkan sahabat lo sekalipun. Toh yang lo dapet apa? Selain pelukan dan kalimat "yang sabar ya". Oh itu bukan sahabat. #ho'oh #diseretmassa

Ah iya satu lagi, sepasrah apa pun lo sama nasib lo. Lo gak boleh nyerah gitu aja. Kita berjuang sama-sama. Kita bertarung di dunia yang sama. "Kalau dia aja bisa tetap kekeuh berdiri tegap menantang cahaya matahari, kenapa gue harus tertunduk?" Lo harus mikir kayak gitu. Setidaknya supaya hidup lo gak datar-datar aja.

Orang sukses itu banyak gagalnya. Memang. Keluar dari zona nyamannya mereka yang bikin mereka gagal di awal. Tapi lihat, mereka bisa beradaptasi juga kan pada akhirnya. Dan itu yang mengantarkan mereka kepada kesuksesan.

Banyak-banyak ingat ibu-bapak lo. Perlu lo tahu, mereka itu jungkir balik buat perjuangin ini itu di belakang lo, meskipun di depan muka lo mereka baik-baik aja, anteng-anteng (?) aja, kayak gak ada apa-apa. Persis kayak cewe yang habis disakitin cowo trus masang muka tersenyum sambil bilang, "Gapapa, gue baik-baik aja kok, serius."

Mereka--orang tua lo--yang pontang-panting perjuangin supaya hidup lo nyaman. Dan sekarang lo mau balas dengan berleha-leha? Habisin harta mereka cuma dengan berfoya-foya? Cih!

Mereka kan bisa aja gak nganggap lo anak, tapi mereka punya hati, ey! Mereka gak bakalan nyerah secepat itu buat bikin anaknya jadi anak yang bener. Itu semua mereka lakukan karena mereka sayang.

So, buat lo yang dipaksa ini itu sama orang tua lo, yaa coba pikir-pikir lagi. Kalaupun toh kemauan lo itu yang sesuai sama passion lo, yaa omongin aja sama orang tua secara baik-baik.

Love mamah.

Love papah.

Maaf kalau gue ngomongnya agak gimanaa gitu. Hehe. Mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan di hati para pembaca ya :') Gue ngomongnya penuh emosi di edisi ini. Entah kenapa, lagi pengen aja.

Tar kalau gue kagak turutin, trus anak gue di masa depan jadi ileran, gimana? Ih kan gue gak mau.

Cukup, bye :))

Love you love you~

Salam dari sriihartini
JANGAN LUPA BAHAGIA
18 Februari 2016

CUAP CUAPWhere stories live. Discover now