BAB 7

32.5K 2.3K 46
                                    

"Kamu disini sebulan ya Ney?"

"Iya Om, pulang papah dari Perth aku balik lagi ke kebayoran," jawab Kak Sydney sambil nyengir.

"Tau gak, dari dulu Om pengennya Tasha masuk Halim juga," kata Ayahnya sambil menatapnya, lalu dengan gerakan lebay ngegelengin kepalanya. "Tapi otaknya gak kayak kamu, prestasi juga gak ada."

Tasha yang mendengarnya langsung melotot. "Ayah! Kok jahat sama aku!"

"Loh, ayah emang ngomong apa?" kata Ayahnya sok kaget lebay lebay ngeselin.

Dia melakukan gerakan seperti hendak menancapkan garpu ke kepala Ayahnya, tapi kemudian dia malah nancepin di sosisnya dan kemudian makan sosisnya dengan muka cemberut. Paling sebel dia kalau Ayahnya udah mulai ngungkit dia agak kurang pinter.

Tapikan dia menggemaskan, jadi itu harusnya cukup buat nutupin kekurangannya. Eh iya gak?

Tiba-tiba saja pipinya ditarik ke sebelah kiri, dari ujung matanya dia melihat Ayahnya tersenyum lebar sambil mencubitnya. "AYHAAAH―"

"―udah jangan cemberut. Ntar pagi-pagi cantiknya ilang," goda Ayahnya.

Dia menepuk tangan Ayahnya agar melepaskan cubitan di pipinya, setelah terlepas dia menggembungkan pipinya dan memasang muka pura-pura sebelnya. Tapi dibalik itu semua ada motif terselubung di pagi hari.

"Tapi kalau gitu aku juga mau dibeliin mobil dong," katanya dengan bibir mengerucut, lalu dia memasang muka puppy face dan senyum kodok*. "Ya? Masa Kak Sydney punya mobil aku gak punya! Ayo dong Ayah, aku juga―aduh!"

Ucapannya terpotong barengan dengan tangan Ayahnya yang mengusap mukanya. Ayahnya terkekeh, "wah Ayah kemakan akting kamu, ikutan drama gih disekolah."

"Ayaaah," rajuknya.

Kak Sydney tertawa kecil sementara Ibunya mulai terdengar mengomel dari dapur. Bahaya, modusnya dia pagi ini bakal gagal kalau Ibu keburu dateng. Ia lalu menggoyangkan badannya ke kanan dan kiri, berusaha tampil seimut mungkin.

"Ya? Ayaaaah, ya Ayah? Yah?"

"Nanti ya kalau udah 17 tahun," kata Ayahnya.

Tasha merosot ke kursinya dan memasang muka gembel―muka yang sok ingin dikasihani tau gak. "Yah..."

"Apa anakku sayang?"

Dia menggembungkan pipinya.

Lalu Ibunya yang akhirnya datang dari dapur memasang muka datar, dengan dagunya Ibunya menunjuk makanan di piringnya. Ekspresinya menunjukan seolah-olah dia gak akan makan dan bakal ngerajuk terus.

Tasha menggembungkan pipinya dan mengerjapkan matanya berulang-ulang. Tapi gak ngaruh. Ibunya malah jadi melotot, akhirnya gak bicara apa-apa lagi dia mulai makan sarapan paginya. Dia yakin kalau dia bersikukuh merengek sama Ayah, pasti dia bakal dibeliin cepet lambat. Tapi kalau sama Ibunya? Mau 1000 tahun dia ngerengek, Ibunya juga gak akan ngabulin kalau kata Ibunya engga. Ibunya mungkin orang paling riang, tapi bagaimanapun mungkin Ibunya semacam reinkarnasi Hitler. Tegasnya, keras kepalanya, udah gak ada dua.

Eh gue durhaka gak ya mikir gini?

"Udahlah Tas, bentaran lagi juga 17 tahun kamu," kekeh Kak Sydney keliatan geli.

Dia menatap Ibunya dengan mata menyipit berpura-pura pundung. Lalu dia mengalihkan pandangannya dan menatap Kak Sydney dengan bibir monyong. "Kakak sih enak udah naek mobil, aku naek metromini mulu. Lelah Kak, lelah aku menunggu abang-abang metromini. Kayak nunggu kepastian dari Baek Inho dan Gong Taekwang, gak jelas ujungnya."

Basel & TashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang