BAB 13

28.1K 2.3K 77
                                    



Tasha terkantuk-kantuk, jam istirahat kali ini dia memilih tidur. Tapi nyatanya keberisikan kelas ini gabisa bikin dia bener-bener terlelap, padahal sumpah dia ngantuk setengah mati. Matanya menghitam karena malam kemarin demi menyelesaikan drama Sungjae, dia bela-belain gak tidur.

Saat adzan subuh berkumandang, dia baru menyadari dia gak tidur semaleman. Tasha yang panik langsung berlarian ke kamar dan kemudian meloncat menarik selimut, cuman buat pura-pura tertidur.

Pura-pura biar gak kena marah kalau ketauan gak tidur, dan pas Ibu dateng ngebangunin dia dia langsung memasang wajah segernya, seakan-akan dia tertidur 9 jam dengan lelap.

Angin sepoi-sepoi membuat rasa ngantuknya bertambah berkali lipat. Tapi tiba-tiba dia mendengar bangku yang ditarik kasar, dan suara bisik-bisik. Kerutan dikeningnya kemudian muncul saat dia menyadari sesuatu.

Bagaimana bisa dia mendengar hal itu dengan jelas? Kan kelasnya tadi berisik setengah mati?

Perlahan dia membuka matanya, dan dia langsung tercekat begitu menyadari siapa yang duduk disebelahnya. Kak Tama dengan posisi duduk yang menghadap dengannya tapi sambil bertopang dagu, bibirnya mengulas senyum manis.

Oke aku ngerti kenapa orang-orang jadi diem.

Karena terlalu kaget Tasha langsung duduk tegak, kemudian berdeham. "Hai?"

"Hai, ganggu tidur gak?" tanya Kak Tama yang mengikutinya duduk tegak. Dia menggeleng cepat sebagai jawaban. "Gue tadi lewat kelas lo jadi ya mampir aja sekalian, mau ngasih sesuatu buat lo."

"Hah?" menyadari kegeblekan jawabannya Tasha kemudian menyelipkan sejumput rambutnya dengan gugup dan meralatnya. "Maksud aku, uh...ngasih apa kak?"

Tangan Kak Tama menyodorkan kotak yang setelah beberapa lama dia sadari adalah kotak coklat. Alis Tasha terangkat, oke ini coklat dari toko coklat kesukaannya. Mahal lumayan, dia cuman mampu beli kalau perginya sama Ibu.

Intinya itu bukan coklat yang bisa dibagi-bagi dengan gratisan.

Dia menatap lagi Kak Tama dengan muka bingung, mau nanya tapi takut disangka ge'er. Ntar malah malu sendirikan kalau dia langsung loncat kepada kemungkinan dikepalanya.

Saat tangan Kak Tama menggerak-gerakan tangannya, dia kemudian dengan ragu mengambilnya. "Uh, makasih? Dari siapa―"

"Balik deh kotaknya," kata Tama memotongnya.

Dengan ragu dia membalik kotaknya dan kemudian ada kertas post it dengan tulisan jelek banget. Dia memicingkan matanya berusaha membaca kata-kata itu.


Perpus pulangnya, tungguin gue.

-Basel


"Kak Basel?" dia melongo menatap kotak coklatnya, dan kemudian menatap Kak Tama dengan mata melebar. "Kok...bisa?"

Kak Tama tertawa ngakak, puas. "Bukan duh, Basel bener. Katanya lo pasti bakal langsung ge'er baper gimana gitu kalau gue yan ngasihnya."

Muka Tasha langsung jadi merah kayak kepiting. "Kan...aku...aduh, gimana uh―"

"Lo dan Basel cepet jadian gih," bisik Kak Tama.

"Apa?"

Kak Tama memutar mata. "Jadian, elo basel. Duh ah, budek."

"Jadian?" Tasha tertawa mendengar keabsurdan perkataan Kak Tama. Kemudian menggeleng sambil tersenyum lebar. "Kok ngaco."

"Ogah?"

Basel & TashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang