Basel gak ngerti apa yang membuat banyak orang begitu tertarik sama hubungan dia dengan Tasha.
Seingatnya, dari dulu-dulu kalau dia pacaran sama siapapun, orang-orang gak pernah mengurusi hubungannya. Pamornya sebagai panglima terdepan tawuran biasanya selalu menjadi topik utama, bukan tentang siapa yang menjadi pacarnya tapi tentang siapa yang dia kalahkan.
Dan untuk pertama kalinya, Basel merasa orang-orang terlalu tertarik dengan hubungannya.
Awalnya dia menganggap semuanya akan berhenti secara perlahan-lahan, makannya dia tidak menggubrisnya. Tapi nyatanya tidak. Justru bisik-bisik itu perlahan semakin menggila. Dan ketika dia sadar, keacuhannya justru melukai Tasha.
Gadis-nya mungkin tidak menyadari, tapi Basel bisa melihat bagaimana hal tersebut mempengaruhi Tasha-nya. Dan Basel tidak menyukai bagaimana perlahan Tasha berubah didepan matanya. Bukan si gadis periang yang membuatnya tersenyum tanpa sadar, tapi menjadi sosok penuh kehati-hatian agar tidak mengundang perhatian yang berlebih.
"Kok kamu gak nyamperin aku tadi? Kenapa malah sendirian sih?"
Tasha menatapnya dari ujung matanya, kemudian menggeleng perlahan. "Engga Kak, gak enak. Lagian makan sendiri juga gak apa-apa, biar tenang hehehe."
Hari ini di gerbang keluar Green Zone komentar seseorangnya membuat Basel menghentikan langkahnya. Namanya Ghani Aldrian, anak pindahan baru yang secara cepat menjadi orang andalannya.
Cowok itu bukan seperti Celo yang meyuarakan kepalanya secara berlebihan, atau Tama yang suka mengulang-ulang ucapannya. Ghani selalu bicara pada intinya, hanya menyuarakan hal yang perlu untuk diungkapkan.
"Gue cuman mau bilang. Gue rasa lo harus lebih merhatiin anak-anak Bas, gue denger beberapa udah komplen," tukas Ghani lugas. Dibelakangnya Ghani terdengar menghela nafasnya sebelum kembali membuka mulutnya. "Lo sebaiknya jaga-jaga, kita semua mungkin ada dibawah payung Nusa Bangsa. Tapi gak semua yang ada dibawah payung yang sama menyukai satu sama lain. Lo paham ga?"
Dia mengerti maksud Ghani.
"Ya, gue paham." Tapi diwaktu yang sama Basel juga menolak untuk memahaminya. Sayangnya dia tidak menyuarakannya keras-keras, Basel pada akhirnya hanya memutar tubuhnya dan menatap Ghani tepat dimata. "Gue paham."
"Bagus kalau gitu," angguk Ghani, anak lelaki itu menaruh tangannya di dalam saku celananya. Bahunya terangkat dengan gestur tidak peduli.
Untuk beberapa lama mereka sama-sama terdiam, sebelum Ghani membuka mulutnya untuk melanjutkan perkataannya yang membuat hati Basel terasa mencelos.
"You better be carefull Bas. Hal terakhir yang mau gue dengar adalah kudeta."
∞
"Mm, cuman belum sempet ku-download drama barunya."
Basel berhenti memakan burgernya, dia menaruh burger yang telah dia makan setengahnya agar bisa dengan fokus menatap gadis didepannya. Histerianya akan drama Korea tidak pernah bisa dengan mudah dia—ataupun orang lain, mengerti. Histeria yang awalnya membuat Basel merasa kesal, berubah menjadi lucu, dan kini menjadi rindu.
Basel bertemu Tasha hampir satu tahun lalu di masa awal kelas 11-nya, dia bertemu Tasha ketika gadis itu masih gadis cerewet yang gila akan satu hal dan sulit dihentikan kalau bicara, dia bertemu Tasha ketika yang gadis itu bertingkah seperti anak anjing yang haus akan perhatian dan membuat orang dengan mudah menyayanginya. Tapi kenapa sekarang gini?
Untuk orang banyak mungkin Tasha nampak seperti sedang berubah menjadi gadis yang dewasa, yang lebih seperti umurnya. Tapi bagi Basel rasanya Tasha nampak seperti berubah, memang menjadi gadis yang dewasa, namun bukan karena alamiah, tapi seolah agar bisa diterima oleh banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Basel & Tasha
Teen FictionBasel Aditya Bagaskara adalah pemimpin terdepan SMA Nusa Bangsa saat tawuran, sementara Natasha Adelina adalah orang yang paling mencari aman. Seharusnya kalau Tasha suka aman, harusnyakan dia diem aja pas liat Kak Damien diseret ke greenzone, harus...