BAB 32

37.3K 2.3K 452
                                    

Pagi ini kepalanya Tasha mau pecah.

Jika hari-hari belakangan kepalanya mau pecah karena Kak Basel dan rasa frustasi Tasha akan perasaannya yang membludak. Kali ini alasannya bukan dalam artian buruk, kali ini kepalanya mau pecah dalam artian baik. Baik banget malah.

Pagi ini Tasha bangun dengan senyuman sejuta watt, dan rasa gak sabar buat sekolah. Kangen Kak Basel sih...eh.

Bibirnya terkulum menahan senyuman lebar, sementara itu tangannya mengambil salah satu roti yang ada di meja dan langsung menggigitnya besar-besar. Ih, gini mungkin ya rasanya jatuh cinta, terus orang yang disuka juga suka balik. Rasanya kayak dapet tiket konser BTS plus kebagian salaman dan foto bareng berdua doang.

Tasha bergerak-gerak senang, dan akhirnya yang ditahan keluar dari bibirnya.

"Kamu kenapa sih de?" tanya Ayahnya sambil menurunkan korannya. Matanya menatap Tasha menyelidik. "Dari malem gak bisa diem mulu, senyum mulu lagi. Kamu berhasil dapet tiket pesawat ke Korea gratis? Ah, atau karena udah punya pacar ya?"

Kontan dia melotot terkejut, tangan kirinya terangkat dan menangkup pipinya. "Hah? Engga kok!"

"Wih bohong tuh Yah," cibir Ibu sambil mengibaskan tangannya. Mata Ibu berkilat jahil. "Kemarin ada yang dateng bawain kue loh Yah. Si ganteng."

"Si Boy?"

Tasha tertawa ngakak dan Ibu memukul bahu Ayah.

"Ayah apa'an sih, Basel kok disamain sama sinetron recehan gitu!" protes Ibunya tidak terima. "Jauh Yah jauh! "

Ayah tidak menggubris Ibunya, mata Ayah mengerling Tasha dengan jahil. "Jadi sekarang udah jadian kamu dengan si Boy? Resmi nih?"

"—Ayah ih kok ngacuhin Ibu sih!"

Tasha memutar matanya, mulai deh drama pagi. "Namanya Basel Yah. Dan belum pacaran kok, kenapa? Ayah bosen ya liat anaknya sendiri mulu?"

Belum Ayahnya menjawab, terdengar suara bel menghentikan obrolan mereka semua. Tasha mengangkat alisnya, kemudian dia menggigit rotinya besar-besar lagi sebelum menaruhnya dipiring dan berlari menuju pintu utama.

"Aku aja yang jawab," serunya sambil berbelok menuju pintu rumahnya.

Begitu dia sampai di pintu, dengan mulut yang mengunyah rotinya dengan cepat, Tasha membuka pintu rumahnya lebar, dan kemudian orang yang berdiri dibelakang pintu itu membuat Tasha terbatuk-batuk dengan heboh.

Terlalu heboh sampe cowok yang berdiri diluar sana tertawa mengejeknya.

"Loh? Basel?"

Tawa meledek itu berhenti, cowok itu langsung tersenyum luar biasa ganteng—saking gantengnya sampe bikin Tasha ikut ngeleleh juga. Kak Basel maju dan kemudian salam bergantian antara Ibu dan Ayah, sementara Ibu sibuk centil-centilan, Ayah masih aja sok-sok judes.

Lain kali dia harus ngingetin Ayah kalau aktingnya buruk banget.

"Pagi om, tante," sapa Kak Basel setelah kembali pada posisinya yang semula.

"Ada apa kamu kesini?" tanya Ayahnya.

Kak Basel masih dengan tersenyum, menjawab manis. "Mau ketemu om sama tante."

"Oh. Ada apa?" Ayah mengangkat alisnya dengan tinggi.

Kak Basel menjawab, nadanya terdengar ramah—dan janggal. Cowok itu mengusap tengkuknya sendiri seolah gugup. "Saya mau minta ijin, mulai hari ini saya mau anter-jemput Tasha kalau om sama tante gak keberatan. Om sama tante gak usah khawatir, saya bakal jagain kok Tashanya."

Basel & TashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang