BAB 30

31.6K 2.5K 281
                                    

"Gue ngapain sih disini."

Diantara ketiganya, hanya Ilham yang menyahut. Cowok oriental itu menatapnya dengan cengiran. "Mungkin, buat mencegah laki-laki hidung belang macem Joko buat jelalatan sama Tasha."

Basel diam kemudian membuang mukanya.

Kali ini anak MD tampil di Stadion Mandala. Orang-orang penuh dateng ke acara ini, alasannya sebagian karena nilai dan sebagian mungkin karena mereka senang melihat cewek-cewek cantik. Berbeda dengan kebanyakan orang, Basel sendiri datang hanya karena diseret oleh teman-temannya.

Karena Tasha akan tampil begitu alasan mereka.

Basel sudah berusaha. Dia sudah membentak, mengusir, dan melakukan segala cara agar mereka menyerah. Terutama ketika dia tahu, salah satu peserta yang tampil adalah cewek yang belakangan mengganggunya.

Matanya melirik jam tangannya singkat.

10 menit lagi anak-anak sekolahnya akan tampil, dan dia gak mau ngeliat cewek itu. Basel masih marah, walaupun terdengar kekanakkan karena pada faktanya dia juga bersalah, tapi Basel masih marah. Tanpa alasan jelas.

Maka dari itu dia langsung berbalik dan berjalan keluar dari gedung itu.

Terlalu ramai banyak orang, beberapa menyapanya yang Basel jawab singkat. Setelah memutari panggung, akhirnya dia sampai juga ke pintu keluar gedung. Basel menoleh kearah kiri dan kanan, dan dia tidak menemukan siapapun.

Tangannya mendorong pintu keluar dan kemudian udara sejuk terhenbus kewajahnya. Basel menarik nafas panjang-panjang.

"Eh?"

Suara pelan itu membuatnya menoleh, disebelah pintu cewek yang dia hindari duduk. Dengan wajah full make up, baju-sial, seksi, dan ekspresi kaget. Cewek itu nampak panik dan salah tingkah. Sudah kepalang basah Basel memilih melangkah keluar dan menutup pintunya.

Basel memutar tubuhnya dan kemudian menatap lurus cewek yang duduk berjongkok dengan tangan memeluk lututnya. Ekspresi Tashalah yang paling menarik perhatian Basel.

Dia gugup.

Tasha tidak tahu dia akan datang, jadi gugup karena karena Basel bukanlah opsi. Cewek itu gugup karena akan tampil. Barulah setelah itu dia memperhatikan bagaimana matanya menatap Basel dengan luyu, rambutnya yang diikat tinggi menempel kesisi wajahnya yang basah karena keringat, walaupun bajunya kelewat terbuka. Dan mata kelincinya menatap Basel tidak terbaca.

Basel mengusap tengkuknya, tidak tahu harus bicara apa.

Basel kasar, dia tidak pernah manis sedikitpun. Karena itulah, dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Sebuah ide terlintas dikepalanya, tanpa bicara kemudian dia berbalik dan berlari tanpa menoleh.

Jantungnya berdegup liar karena Tasha udah lama banget gak tampil dipanggung. Karena itulah dia menyelinap sebelum naik ke panggung.

Tapi siapa sangka dia bakal ketemu cowok itu.

Beberapa hari ini Tasha menghindari Kak Basel mati-matian, dia sampe rela gak jajan baso Mang Udin dikantin padahal dia lagi demen banget sama basonya. Tapi sekarang, seolah-olah takdir lagi ngerjain dia abis-abisan.

Ketika dia gugup setengah mati dengan perasaan gak nentu, cowok itu muncul aja udah berasa jelangkung-datang tak dijemput pulang tak diantar. Dan makinlah menjadi-jadi perasaan gugupnya.

Parahnya sekarang perasaan gugupnya dicampur takut, deg-degan, seneng sendiri, rindu dan sedih. Tasha menghela nafasnya, seandainya dia tidak balik membalas omongan Kak Basel dan berlari masuk kelas aja keadaan gak akan serunyem ini. She's changing and she could feel it.

Basel & TashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang