BAB 12

32K 2.3K 61
                                    

Tasha bahkan gak tahu harus nyebut keadaan ini apa. Menyeramkan atau menggelikan. Oh atau mungkin perpaduan dari keduanya. Campur aduk, campur sari. Oke sori itu slogan baso malang.

Di depannya berdiri Kak Vero, dengan dua orang dayang-dayang yang menjaga diluar gudang sekolah. Sementara dia dan Kak Vero di dalem sini berdua. Sebenernya dia syok sendiri pas tadi lagi jalan di koridor dan tiba-tiba dia ditarik dari sisi Tiana oleh dua orang yang selalu bareng Kak Vero buat dibawa kemari.

Tasha melihat sekelilingnya selain Kak Vero pokoknya. Hal itu dilakukan soalnya dia bingung harus liat siapa. Kalau liat muka Kak Vero itu terlalu serem, dan nanti dia disangka songong. Tapi kalau aku gak liat dia ntar salah lagi disangka gak ngehargain orang ngomong. aduh kok hidupku kenapa serba salah? Berasa lagu Raisa aja.

"Lo tau kenapa lo disini?" suara judes pangkat seratusnya membuat Tasha akhirnya menatap Kak Vero yang bersedekap dengan muka angkuh dengan cepat.

Tasha menggaruk tengkuknya dia kemudian nyengir polos. "Eh, eng...ga?"

"Gue denger soal lo dan Basel, ada yang bilang lo dan dia jalan kemaren. Itu bener?" tanya Kak Vero sambil menyipit menatapnya.

Tasha membuka mulutnya dan kemudian menutupnya lagi. Bimbang atas apa yang harus dia katakan, lagipula dia ragu apa dia boleh ngomong apa-apa sama Kak Vero. Maksudnya dia bingung kalau dia boleh ngomong apapun. Kalau salah ngomong dia bisa diapain coba?

Kalau dia ngomong jujur gimana kalau dia malah dijadiin tempeyek sama Kak Vero, tapi kalau bohong gimana kalau dia ketauan ntarnya dan diumpanin ke Pablo anjingnya Mang Tarno penjaga sekolah? Dan dari kedua pilihan itu dia memilih menjawab dengan pilihan yang lebih sedikit memberi akibat buruk.

Tasha menatap sepatu hitamnya. "Uh...itukan aku sama Kak Basel pergi yah. Tapikan Kak kita itu―"

"Jadi bener? Lo jalan sama dia?" suaranya Kak Vero meninggi dan kemudian menggebrak meja penyelamat jiwa yang memisahkan dirinya dan singa betina di depannya.

"Iya ―eh engga, aduh! Bukan Kak, gini bentar ini―"

"Lo ngincer Baselkan? Alah, gue tau cewek macem lo! Awalnya aja―"

Tasha mengangkat tangannya, memotong tuduhan Kak Vero. "Wah wah wah, tunggu bentar! Ini kok jadi aku ngincer Kak Basel? Kak bentar, ini salah paham kayaknya," tukas Tasha dengan ekspresi geli yang samar.

"Apa?"

"Ini salah paham, yang bener-bener besar banget," kata Tasha sambil mengengadahkan tangannya. "Tunggu ya, soalnya aku gak naksir apalagi ngincer Kak Basel."

Kak Vero kemudian menyentaknya kasar. "Alah bohong!"

"Kenapa aku harus naksir Kak Basel?" tanya Tasha bingung, kok Kak Vero ngotot dia harus naksir Kak Basel?

"Orang ngeliat lo juga langsung tau kalau lo naksir Basel, liat di kaca gimana lo natap dia! Harusnya gue udah ngasih pelajaran sama lo dari pas di Bi Ijah waktu itu! Biar lo gak nge sok," tukas Kak Vero.

Tasha meringis mendengar ketidak masuk akalan atas pernyataan yang Kak Vero kemukakan. Dia kemudian mengerutkan keningnya dan menggaruk kepalanya bingung. Uh, dia harus gimana lagi?

"Kenapa lo?"

"Uh, aku bingung?"

"Gak bisa jawab?" kata Kak Vero angkuh.

Tasha menggeleng, dia lalu dengan ragu dia berkata. "Kalau aku bilang apa juga Kak Vero percayanya aku naksir Kak Baselkan? Otak manusia emang gitu kalau udah emosi dan yakin satu hal ya pasti ngotot dengan hal itu. Sekarang aku lagi mikir caya meyakinkan yang lain. Bentar ya, mikir dulu."

Basel & TashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang