know that i love you

25.3K 948 8
                                    

Kita bertemu tapi tak saling menyapa
Kau mencinta aku juga mencinta
Tapi jauh dari titik penyatuan
Seperti kutub yang berbeda tapi tak saling menarik
Semoga bukan mimpi diatas mimpi

Tulisan itu dibaca oleh Beri dengan suara yang keras. Banyak yang berbalik melihatnya seolah penasaran apa yang sedang dibacanya. Sedangkan sang penulis hanya tersenyum mengingat apa yang ia hayalkan saat menulis untaian kalimat itu.

"Napa lo senyum? Apa yang lo pikirin saat nulis ini?" Tanya May.
"Kali ini lo lagi jatuh cinta sama siapa sih? Kok tulisan nya tentang cinta semua?" Gumam Beri sambil membaca tulisan-tulisan Carra edisi terbaru yang lainnya.
"Ketahuan banget ya kalo gua lagi jatuh cinta? Cowoknya tu anak kelas ini pokoknya."
"Carra lo punya tulisan baru? Gue mau baca dong." Suara seorang cowok, bernama Jo, menginterupsi percakapan empat sekawan itu.

"Kayaknya gue tahu deh Carra jatuh cinta sama siapa." Ucap Dara yakin sambil menatap Jo. Jo nampak kebingungan saat mata ketiga cewek itu beralih padanya penuh selidik.
"Ngaco lo ah, bukan!" Sangkal Carra, " hai Jo, ada kok, lo mau baca yang cerpen atau puisi?" Lanjutnya.
"Yang cerpen aja deh." Balas Jo. "Sebelum pulang bakal gue balikin." Jo berlalu dari hadapan mereka.

"Lo gila ya, mana mungkin gue suka sama dia. He's not my type, you know me so well, i know you so well, i heart you girl....."
"Ya kali aja tipe lo berubah."
"Ya gak mungkinlah. You know me so well, i know you-"
"Udah ah, bawel lu. Jadi siapa dong yang lu suka. Eh tapi Jo lumayan orangnya, yang gue tahu dari mantan-mantan pacarnya, dia itu perhatian, penyanyang, seru diajak ngobrol, pokoknya gak nyesel deh yang jadi pacarnya." Kali ini Dara yang berbicara. Matanya berbinar penuh kekaguman, seperti menginginkan sosok itu.

"Dia itu tipe-tipe playboy terus cerewet. Dia gak akan bilang kalo dia itu cemburu saat lihat pacarnya deket sama cowok lain. Suka nyimpen lukanya sendiri."

"Kenapa? Lo masih nganggap cowok dewasa tu gak bakal nunjukin kelemahan mereka? Kayaknya tingkat obsesi lo sama cowok dewasa bertambah parah deh. Eh itu gurunya dateng." May dan Beri pun kembali ke tempat duduk mereka.

"Ati-ati lo!" Lanjut May saat mendapati pandangan mata Carra masih tertuju padanya. Seakan meminta kejelasan dari ucapannya, Carra tetap menatap May sambil bertanya-tanya. Menangkap bayangan apa saja yangnakan mampir di kepalanya.

Pelajaran pun dimulai. Semua siswa nampak menyimak penjelasan dari sang guru.

Jadi lo jatuh cinta sama cowok dewasa mana lagi nih? Tulis Dara pada sebuah kertas buram. Ia mendorong kertas itu perlahan ke arah Carra.
Khusus lo, gue suruh tebak. Di dalam kelas ini kok. Tulis Carra dibawahnya dengan senyuman menantang.
Gue gak tahu, walaupun gue sangat tahu tipe lo. Gue harap bukan dia. Balas Dara.
Tepat sekali, dia. Kali ini Carra menulisnya dengan cepat.
Lo pasti udah lama nunggu saat ini ya, emang benar dia udah putus sama pacarnya? Dara sangat mengetahui prinsip hidup Carra. Jangan pernah menghancurkan hubungan orang lain. Dan baginya menyukai seseorang yang sudah berpasangan, sama saja menghancurkan hubungan mereka.
Benar dong makanya gue berani bertindak. Gue bakal buat Devan jadian sama gue. Balas Carra dengan penuh kepercayaan.
Mimpi aja lo bisa jadian sama Devan. Dara mengolok keinginan Carra. Baginya membuat Devan melirik Carra merupakan suatu hal yang mustahil.
I love Devan.... betapa kesalnya Dara membaca tulisan sahabatnya.

Ia ingin sekali berteriak bahwa perasaan Carra pada Devan hanya akan menyakitinya. Devan sosok cowok yang tampan, dewasa dan perfeksionis mana mungkin tertarik dengan Carra yang kekanak-kanakan, ceroboh, aneh dan bisanya hanya merepotkan saja. Bukan maksud Dara menghina Carra, toh yang dia ucapkan adalah kenyataan. Walau begitu ia sangat merasa nyaman berada di dekat Carra yang asyik diajak seru-seruan dan selalu muncul dengan ide gilanya.
"Serah lo deh!" Bisik Dara pelan agar tidak ketahuan guru.

***
Pagi ini adalan pagi yang indah menurut Carra. Ia berhasil terjaga pukul empat pagi. Dengan senandung merdu ia membuat bekal yang nanti akan diberikan pada Devan. Ia sudah mempersiapkan mentalnya. Biarlah dengan bekal makanan ini Devan bisa menerka-nerka alasan Carra memberikannya makanan. Dengan begitu, sangat mudah bagi Carra untuk mendekati Devan. Cowok dewasa seperti Devan pasti dapat membaca situasi dengan baik.

Bell istirahat berbunyi.
"Ke perpus yuk!" Ajak Dara
"Gak, ke kantin dulu baru perpus." Carra membantah.
"No, gue butuh toilet sekarang!" Suara Beri tak kalah melengking.
"Oh iya gue lupa, hm kalian duluan deh ke sana, entar gue nyusul. Gue ada yang kelupaan di dalam."
"Oke, jangan lama-lama ya."

Carra kembali masuk ke kelasnya. Dia mengambil bekal yang sudah disiapkan dan menuju meja Devan yang sedang memegang gadgetnya.
"Hm, hai Devan, hai Deo," sapa Carra pada Devan dan teman sebangkunya.

"Devan, mau bareng ke kantin?" Tanya seorang cewek dengan nada genit dibalas gelengan oleh Devan. Cewek itu menatap Carra sinis dibalas tatapan tak kalah sinis dari Carra. Carra memang tak menyukai cewek bermuka dua seperti Kinan yang baru saja menggoda Devan di depannya.

"Yaudah, duluan ya," pamitnya pada Devan dan Deo. Kini tatapan dua orang itu tertuju pada Carra.
"Gue punya bekal buat lo."
"Lo mau narik perhatian gue? Lo gak mikir dulu bedanya lo sama gue?"
"Maksud elo?" Carra bertanya penuh kebingungan. Devan menunjukan sebuah kertas di atas meja Devan.
"Kok kertas obrolan gue sama Dara kemarin bisa ada di meja elu? Lo udah baca?" Wajah Carra memerah saking malunya.
"Tanya sama diri lo yang ceroboh."

"Cewek kayak gini yang mau jadiin elu pacarnya?" Ucap Deo meledek Carra. Carra menggenggam erat tempat makannya.
"Kenapa lo gak suka ya?" Ujar Carra pelan. "Ini terserah lo mau di makan atau gak? Gue pergi," Carra berlari ke kantin. Tangannya menangkup pipinya gelisah.

Tujuan utamanya saat ini adalah kantin. Tempat teman-temannya berkumpul.
"Kyaaaa!" Teriak Carra saat sudah berada di bangku favorit mereka.
"Kenapa lo? Ko muka lo merah gitu!" Tanya Beri dengan mulut yang penuh makanan.
"Gue habis ngasih bekal ke Devan, gue diketawain sama Deo dan Devan. Kertas obrolan gue sama Dara kemarin tiba-tiba udah ada di meja Devan. Gue yakin ada orang iseng yang naruh di mejanya. Sumpah gue malu banget, elu sih Dar, yang terakhir nulis kan lo. Lo gak jaga baik-baik sih, lo barusan udah jerumusin sahabat lo sendiri." Jelas Carra panjang lebar tanpa jeda sedikitpun.

"Maaf deh, gue aja lupa dimana gue simpen kertasnya. Eh bagus dong dia udah tahu perasaan lo sama dia, jadi kalau dia juga suka sama lo, dia bisa langsung nembak aja." Dara menjadikan alasan itu sebagai perisainya dari amukan Carra.

"Suka? Sama Carra? Eh cukup Carra ngayal buat karya tulisnya aja, jangan buat Carra ngayal buat dirinya sama Devan. Apalagi sampai pacaran, gak bakal mungkin. Devan itu gak akan sembarang milih cewek buat jadi pacarnya. Mantan-mantannya aja wow semua, dari ketua OSIS sampai anak eksis." Sela Beri, lalu segera menyeruput minumannya.

"Benar tu, cuma cewek-cewek istimewah yang dia jadiin pacar. Lo sama sekali bukan tipenya dia, Carr. Jangan permaluin diri lo." Sambung May membenarkan argumen Beri.
"Tapi gue udah terlanjur suka, sampai gue bela-belain bangun pagi supaya bisa buatin bekal buat dia. Diterima sih tapi gak tahu dimakan apa gak."

"Udalah, yang penting lo kubur niat lo buat bikin dia ngelirik elu. Dia udah tahu perasaan lo, kita lihat aja seberapa besar pengaruhnya perasaan lo bagi dia." Carra segera pergi memesan makananya tanpa memperdulikan ucapan Dara. Dia sebanarnya juga tak yakin perasaannya dibalas oleh Devan.

Kali ini perut Carra sedang ingin diisi dengan nasi ayam dan Es jeruk. Ia ingin makan sesuatu yang berat karena pikirannya yang sedang kacau. Bercabang kemana-mana. Beberapa menit mengantri, ia baru menyadari sumber kekacauan hatinya saat ini sedang memandangnya. Carra balas tatapan aneh itu dengan senyuman manis. Kecewa. Itulah yang dirasakan, saat mata itu berpaling dan kaki itu berjalan menjauh.

Menjauhinya diantara kerumunan orang yang sedang mengantri di kantin Pak Somad.
"Kok sesakit ini ya, ngelihat dia gak balas senyum gue." Ucap Carra sambil memegang dadanya. "Aduh kok gue bisa bego kayak gini ya?" Carra memukul kepalanya.

ADORE (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang