Aku menatap wajahku pada pantulan kaca di depanku. Kuliat riasan yang cantik membungkus pada wajahku. Apakah ini aku? bahkan aku sampai tidak mengenali wajahku sendiri, bibirku menyunggingkan sebuah senyuman kecut. Apakah ini adil untukku dan untuknya?
Fikiranku melayang pada saat subuh tadi, ketika aku melihat kakak kembarku yang mengetuk pintu kamarku dan setelah kubuka dia berhambur ke kamarku dan segera mengunci pintu kamarku.
Dia berkata kepadaku, "Kau urus yang ini. Aku akan pergi." Ucapnya tanpa dosa dan mulai berjalan kearah jendela besar yang menghadap kehalaman belakang rumahku.
"Tapi, Kak..." suaraku tercekat ketika melihat mata tajam miliknya menatapku seakan ingin menyumpal mulutku dengan batu bara yang panas ketika aku hendak mengutarakan protesku.
Seperti inilah aku dan dia. Kami kembar secara identik, wajah kami sama, postur tubuh kami sama, dan yang membedakan adalah sifat kami. Jika dia dijuluki iblis, maka aku menyebut diriku malaikat. Aku yang membereskan semua masalah-masalahnya, aku yang selalu dihukum oleh guru dan aku yang selalu mendapat nilai merah. Bukan tanpa maksud, karena dia menukar semua posisi itu denganku. Dengan dalih karena dia kakakku.
Seharusnya aku yang duduk diam di dalam kelas ketika dia mendapatkan hukuman, seharusnya dia yang mendapat nilai merah karena dia tidak pernah belajar, dan seharusnya dia sendiri yang membereskan masalah-masalah yang timbul karena dia sendiri yang membuat.
Kami berdua memang hidup berdua semenjak kami kelas 3 SMA, ketika nenek kami berpulang pada Tuhan. Ya, aku dan kakak kembarku memang diasuh oleh nenek kami, ketika melahirkanku dan kakakku ibuku telah berpulang dan jadilah nenek kami yang mau merawat cucu kembarnya. Ayahku? Jangan tanyakan pria itu ada dimana! Karena sejak lahir sampai sekarang aku dan kakak kembarku tidak pernah melihat foto pria itu sedikitpun. Aku hanya bisa berdoa bahwa ayahku semoga saja orang baik.
Dan disini, di tepi ranjangku, aku hanya bisa melihat gorden berwarna pink di jendela kamarku berkibar karena diterpa angin. Dia telah pergi. Pergi meninggalkan prianya dan kali ini aku yang harus membereskannya, lagi.
**
Pagi ini aku telah disulap menjadi wanita tercantik dalam satu hari, sebenarnya hari ini adalah hari pernikahan kakaku. Dia telah menjalin hubungan dengan pria bernama Edgar Sandjaya selama satu tahun. Dan selama satu tahun ini pula aku menyukai pria itu. Pria yang menjadi kekasih kakak kembarku.
Mungkin beberapa orang tidak percaya dengan 'cinta pandangan pertama' tapi jika kalian tanya kepadaku, aku akan menjawab dengan mantap bahwa aku percaya cinta pada pandangan pertama.
Malam itu pertama kalinya kakak kembarku membawa seorang pria di dalam hidupnya selama 22 tahun ini. Tidak sedikit pria-pria yang tergila-gila dengan kakak kembarku, kakak kembarku cantik, dia pintar berdandan dan memakai pakaian yang modis.
Sedangkan aku? Aku hanya gadis polos yang menerima segala buangan baju yang sudah tidak dia pakai. Aku hanya memberikan bedak tabur yang kubeli dari warung dekat rumahku untuk menghias wajahku agar tidak terlihat kusam. Lipstick? Eyeshadow? Blush on? Eyeliner? Mascara? Bahkan aku tidak tahu bagaimana memakai benda-benda itu.
Sengaja memang ketika hanya memberikan wajahku sebuah bedak tabur tanpa adanya kosmetik-kosmetik yang mempercantiknya karena memang aku tidak mampu untuk membeli kebutuhan itu semua. Pekerjaan? Mana ada perusahaan besar yang mau memperkerjakan seseorang yang tidak lulus? Aku terlalu takut jika ditinggal kakak kembarku karena dia adalah satu-satunya orang yang aku miliki, hingga dengan rela aku menyerahkan ijasah terbaikku untuknya dan melakukan wawancara di perusahaan besar, tempat dimana kakak kembarku bekerja. Dan dia, hanya bisa duduk manis di depan televisi hingga menunggu hasil untuk diundang bekerja. Sungguh manis bukan hidupnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt Me, Like You Do
RomanceMungkin jika aku tidak terlalu takut untuk di tinggalkan oleh kakakku, ini tidak akan pernah terjadi. Hatinya yang dulu menghangat sekarang dingin bagikan bongkahan es yang tidak akan mencair. Semua karena kebodohanku! Semua karena aku! -Iryana H...