Bagian Ketujuh

10.7K 935 17
                                    

Author POV

Setelah acara makan malam yang nikmat, Diana mengajarkan Iryana menggunakan alat-alat make up yang biasa digunakan para wanita untuk merias dirinya. Mereka tengah berada di salah satu kamar tamu, Diana memang merasa tidak berhak lagi untuknya keluar masuk kedalam kamar Edgar yang sekarang menjadi kamar Iryana dan Edgar. Pria itu tidak lajang seperti dulu, pria itu kini telah mempunyai seorang isteri, jadi memasuki kamar utama hanya membuat Diana merasa risih, dia bisa membayangkan hal-hal apa saja yang dilakukan Edgar pada isterinya.

Dulu, waktu Diana menghampiri Iryana yang berada di kamar utama itu karena Edgar yang menyuruhnya. Pria itu tetap seperti dulu, membiarkan Diana dan Victor menjelajahi seluruh penjuru rumahnya.

"Aku iri denganmu." Iryana terlihat mendesah, dia mengamati bagaimana cara Diana memoleskan lipstick di bibirnya.

"Iri? Kenapa?" Diana tetap melanjutkan aksi membubuhi bibirnya dengan lipstick yang berwarna nude itu.

Iryana menghempaskan tubuhnya pada kasur empuk yang tengah dia duduki. Posisinya sekarang adalah tertidur dengan kaki yang melipat.

"Ya-kau cantik, pintar berdandan dan Victor sangat mencintaimu." Jelasnya tanpa malu.
Diana tertawa geli mendengar ucapan yang keluar dari bibir Iryana.

"Setidaknya kau pandai memasak, Ana."
Ya, benar. Setidaknya Iryana memang unggul untuk urusan masak memasak. Diana? Jangankan memasak makanan yang enak, pernah satu kali dia mencoba membuat telur goreng dan dia tidak ingin mencoba lagi karena minyak yang mencuat-cuat membuatnya bergedik ngeri.

"Sejujurnya kau iri karena Victor mencintaiku kan?" Diana mulai menggoda Iryana. "Kau juga ingin Edgar mencintaimukan?"

Seketika itu Iryana terlonjak dari tidurnya, dia cepat-cepat menyangkat ucapan Diana.

"Tidak! bukan seperti itu." Memang benar seperti itu, Iryana juga iri karena melihat bagaimana sepasang kekasih itu saling mencintai satu sama lain yang bahkan dulu Diana sempat menyukai Edgar.

"Jangan berbohong, An." Diana terkekeh geli, "Wajahmu menunjukan kalau kau memang iri dengan itu."

Belum sempat Iryana menyangkal lagi, pintu kamar itu terbuka memperlihatkan Victor yang telah melipat lengan kemejanya hingga siku dan dasi yang dipakai sudah terlepas sempurna.

"Sayang, ayo pulang. Ini sudah malam, orang tuamu akan mencarimu nanti."

Diana mengendus sebal, "Jangan memeperlakukanku seperti anak kecil, Vic."

"Kau memang anak kecil yang harus aku lindungi." Balas Victor dengan mendekap tubuh kekasihnya itu untuk tidak membalas ucapannya.

Pemandangan itu, pemandangan yang membuat Iryana iri.

**

Iryana tidak tenang di tempat duduknya, tangannya mengepal kencang, keringat di tangannya sudah cukup banyak. Ini adalah pertama kalinya dia duduk di kursi pesawat yang akan membawa ke Singapore, tempat diadakan pesta pernikahan teman kuliah Edgar, tentu saja dengan Diana dan Victor karena mereka berdua juga satu kampus dengan Edgar sewaktu di London.

Dia melirik kearah Edgar yang dengan santai duduk di tempatnya dan membaca Koran yang dia beli sewaktu berangkat tadi.

Pandangannya menelisik lagi pada pasangan yang berada di seberangnya, Diana dan Victor. Mereka berdua tampak mesra tatkala Diana dengan manjanya menggelayutkan tangannya pada lengan Victor dan menyandarkan kepalanya di bahu Victor, sedangkan pria itu tengah mengelus lembut puncak kepala Diana.

Hatinya iri, dia juga ingin seperti itu dengan Edgar. Tapi, pria itu benar-benar merasa seperti sendiri tanpa ada pasangan di sampingnya. Pikirannya kembali mengingat ketika kemarin dia hendak packing untuk keperluan hari ini, Edgar yang pertama menolak karena Iryana akan membereskan packing miliknya harus terdiam karena dengan lantang Iryana berkata bahwa dia adalah isterinya, bukan hantu yang tidak bisa dilihat.

Hurt Me, Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang