Bagian Enam

11.2K 871 7
                                    

Jika kalian ingin tahu bagaimana perasaanku ketika Edgar berkata dia mencintaiku lebih dari apapun, sungguh aku merasa sedang berada di hamparan bunga yang berwarna warni dengan Edgar yang sedang memelukku dari belakang. Tapi, nyatanya tidak. Aku tahu bahwa apa yang dikatakan olehnya adalah semata-mata ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa dia sangat bahagia dengan pernikahan ini.

Edgar, pria pertama yang mampu membuat jantungku berdetak kencang ketika dia berada di sampingku, pria pertama dalam hidupku yang berhasil mengalihkan waktu dan fikiranku tentang bayangnya. Dan Edgar pula, pria pertama yang mambuatku mengerti sisi lain dari sebuah kisah cinta.

Sejak wawancara beberapa hari yang lalu, Edgar kembali menjadi dirinya seperti sedia kala, bahkan dia langsung menjadi dingin padaku lagi ketika para wartawan itu telah pergi dari rumah kami.

Beberapa kali aku memikirkan ini, apa aku pantas mendapat perlakuan Edgar yang seperti ini? Sejujurnya dihubungan ini akupun menjadi korban, yang harus menggantikan peran Irana yang dengan mudah meninggalkan pria-ku.
Irana, wanita itu benar-benar meninggalkanku sendiri, dia tidak pernah memberikan kabar padaku dan nomor ponsel-nya pun sudah tidak aktif semenjak pertemuan terakhir kami di supermarket. Jika memang dia ingin menjauh dari hidupku, aku akan menerimanya dengan senang hati mengingat kesabaran yang kupunya sudah habis untuk kakak kembarku.

**

Malam ini aku memasak cap jay dengan lauk ayam bakar manis. Aku senang ketika Edgar pulang dan juga memakan masakanku dengan lahap. Semenjak pernikahan kami di umumkan waktu pesta ulang tahun perusahaan, Edgar tidak pernah pulang dengan sangat larut, bahkan yang membuatku senang tidak ada lagi bau parfum wanita di tubuhnya serta kondom yang dulu selalu ada stok di celananya.

Edgar memang berubah, tetapi tidak dengan hatinya yang beku kepadaku. Dia masih diam denganku, dan berbicara ketika dia perlu dan harus. Memakan makananku dengan diam dan meninggalkanku ketika dia selesai dengan makan malamnya seperti sekarang.

Aku cukup senang ketika melihat piring Edgar yang sudah kosong tanpa sisa satu butir nasi, aku tahu setelah ini dia akan mengurung dirinya di ruang kerjanya yang berdekatan dengan perpusatakaan. Aku juga sering berkunjung di perpustakaan milik Edgar ketika pria itu sedang menenggelamkan dirinya pada pekerjaannya, banyak buku yang Edgar punya tentang kemanusiaan, tentang bisnis apapun itu dia punya.

Setelah selesai dengan tugas mencuci piringku, aku beristirahat santai dengan menonton televisi di ruang tengah yang sedang menyajikan sebuah drama asia yang selalu aku ikuti setiap malamnya.

"Akhir pekan ini, temanku kuliah akan menikah." Aku menatap Edgar yang tiba-tiba saja berada di depanku. "Kau harus ikut, belilah beberapa pakaian bersama Diana besok. Gunakan kartu yang aku berikan padamu untuk membeli semua kebutuhanmu, jangan hanya kau gunakan untuk kebutuhan rumah."

"Tapi aku tidak..."

"Ingat. Kau adalah bagian dari Sandjaya sekarang, jangan membuat orang memandangmu sebelah mata." Katanya lalu dia pergi meninggalkanku yang akan menahan jawaban untuk ucapannya.

Percuma saja untuk melawan omongan Edgar, pria itu selalu pergi setelah apa yang ingin dia sampaikan sudah tersampaikan.

**

"Ana—" suara seorang wanita yang tidak asing bagiku. Siapa lagi kalau bukan Diana, semalam kami sudah janjian jika hari ini kami akan belanja untuk keperluan besok.

Aku yang sedang menunggunya datang dengan duduk di ruang tengah dan menyaksikan acara televisi segera melihat kearahnya. Diana datang dengan terburu-buru dan terlihat berantahkan. Rambut yang biasa terlihat rapih dan juga terawat itu kini bagaikan rambut singa yang acak-acakkan.

Hurt Me, Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang