Bagian Kedua

12.7K 951 18
                                    

Jika memang hatimu bukan milikku, kumohon berilah waktu untukku. Untuk menunjukkan bahwa aku sangat mencintaimu.

**

Aku berbaring di atas kasur diamana biasa kami berdua beristrihat di malam hari. Aku melirik kearah ranjang sampingku, kosong. Ya, seperti biasa, Edgar akan pulang ketika lewat tengah malam, entah keadaan marah, keadaan mabuk ataupun keadaan babak belur. Itu sudah biasa bagiku.

Bersamanya tidak semudah ketika dia mengenalku sebagai adik dari kekasihnya, bahkan jika boleh mengulang waktu lebih baik aku tidak selalu menanggapinya ketika dia mengajakku bercanda ataupun bercengkrama.

Tiba-tiba telingaku mendengar sebuah nada kombinasi yang berada di pintu utama apartermen ini. Apartermen ini memang dilengkapi dengan password untuk membuka pintunya. Dengan sigap, aku segera bangkit dan menuju kearah pintu, berjaga-jaga jika Edgar membutuhkan bantuanku.

Dan benar saja, dengan wajah yang penuh lebab seperti dua minggu yang lalu, dia masuk dan merebahkan dirinya di atas sofa empuk yang berhadapan langsung dengan jendela kaca yang menampilkan deretan gedung-gedung pencakar langit.

Aku hanya meringis melihat luka-luka yang berada di wajah tampan Edgar. Pria itu terlihat sangat lelah dan menutup matanya. Segera aku mengambil kotak P3K yang kusimpan dan mengobatinya.

Aku memberikan betadine pada wajahnya yang berdarah, dan memberikan salep-salep pada wajahnya yang memar, dia meringis kesakitan. Satu hal yang membuat jantungku tertohok, ketika dengan wajah yang menahan perih dan juga tangannya yang mencekal tanganku. Dia menatap mataku sangat dalam.

"Kau...Kenapa kau meninggalkanku? Kenapa kau bersama pria itu? HAH!!!" Sorot matanya menunjukan bahwa dia benar-benar terluka.

Air mata ini sukses mengalir dengan sempurna, dia menganggap aku sebagai kakak kembarku, Irana.

"Maaf." Hanya itu yang mampu aku ucapkan dan seketika itu dia mencium bibirku dengan kasar. Sangat kasar hingga sudut bibirku mengeluarkan darah karena dia menggigitnya dengan keras. Air mataku mengalir dengan deras, hingga dia melepas pautan bibirnya dan mendorongku sendikit kasar dan aku tersungkur di bawahnya.

Dia bangkit dan berjalan menuju ke kamarnya, kamar kami. Meninggalkanku yang terisak karena menahan sakit karena semua yang terjadi pada nasibku sendiri.

**

Pagi hari aku mulai aktivitasku seperti biasanya, ucapan yang keluar dari mulut Edgar tadi malam membuatku berfikir keras hingga aku melewatkan jam tidur malamku. Segera aku menyelesaikan acara masakku dan menyiapkannya di atas meja makan lalu aku akan bertanya pada Edgar tentang ucapannya semalam.

Aku selesai menata masakanku untuk sarapan, kulihat Edgar juga telah bersiap untuk bergabung denganku di meja makan. Aku sedikit melirik kearah Edgar, dasinya tidak tertata dengan benar. Dengan naluriku, aku dekatkan tanganku kearah dasinya dan mulai membenarkannya. Mata Edgar begitu mengintimidasiku, hingga kurasakan bahwa dia sedang menatapku sangat dekat. Segera setelah selesai membenarkan letak dasinya aku duduk di kursi makan.

Edgar terlihat sangat menikmati hasil masakanku, ini yang aku sukai darinya walaupun dia tidak menganggapku setidaknya dia menganggap masakanku karena setiap aku memasakan untuknya dia selalu habis.

"Ehem..." aku berdehem pelan, sungguh aku ingin tau apa maksud perkataan Edgar tadi malam. "Ed..." panggilku pelan. Edgar tidak bergeming dan tetap memasukan nasi kedalam mulutnya. Apa yang sekarang aku lakukan? Apa aku hanya puas dengan rasa penasaranku? Ya Tuhan! Sungguh aku tidak puas dengan rasa penasaranku.

"Ed..." lagi, kali ini sengaja aku sedikit menambah volume suaraku, ku harap dia mendengarkannya. Dan benar saja, dilihat dia berhenti makan dan mulai menatapku dengan mata tajamnya.

Hurt Me, Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang