Seminggu setelah pertemuan Iryana dan Irana di rumah sakit, sekarang mereka sedang duduk bersama di salah satu meja di restoran Iryana. Harusnya sudah berhari-hari yang lalu Iryana bertemu dengan Irana, tetapi Edgar tidak mengijinkan.
Dan sekarang, sejak semalam Iryana mendapat persetujuan Edgar dengan syarat dia tidak boleh percaya ucapan Irana tentang mereka dulu, Iryana langsung menghubungi Irana tanpa menunggu lagi.
"Aku tidak menyangka kau menghubungiku selama ini." Irana tersenyum sambil meminum teh hangat yang dia pesan.
Iryana mengangguk kikuk, "Aku bahkan tidak menyangka Edgar mengijinkanku bertemu dengan kakak hari ini."
Irana bisa mengerti sikap posesif Edgar satu ini karena dulu mereka pernah menjalin hubungan, bahkan sampai serius.
"Edgar memang seperti itu." Katanya. "Tapi, aku harus berterima kasih dengannya karena mengijinkanmu untuk bertemu denganku hari ini." Irana tersenyum ramah. Senyum yang bahkan tidak pernah dia tunjukan pada Iryana selama mereka bersama.
"Eum-ya."
Irana mengambil tangan Iryana untuk dia genggam, "Aku harus minta maaf selama kau hidup denganku, kau banyak mendapat kesulitan." Irana mulai membayangkan beberapa kejadian-kejadian dimasa lalu karena kesalahannya dan keegoisannya.
"Aku-akan pergi-"
"Pergi?" Iryana mengerutkan dahinya tak mengerti.
Kepala Irana mengangguk pasti, "Ya-pergi, pergi dari kehidupanmu dan kehidupan Edgar." Irana menarik nafasnya panjang. "Aku tau aku memang orang brengsek. Melepaskan tanggung jawabku dan menlimpahkannya padamu, bahkan ketika kau dan Edgar akan menikahpun begitu. Tapi, Ana, kau harus tahu aku melakukan hal itu karena aku mempunyai alasan."
Iryana mulai bergetar. "Alasan apa?"
Bibir Irana melengkung indah, senyum yang sama yang dimiliki Iryana begitu terlihat tetapi memiliki aura yang berbeda. Kemudian Iryana menjawab dengan ringan, "Karena yang dicintai Edgar adalah dirimu, bukan aku."
Sontak Iryana tercengan tak percaya, bahkan tangannya tidak sengaja tergeser hingga menyenggol gelas dan gelas itu jatuh, pecah seketika.
Beberapa orang yang hadir memandangi mereka berdua, bukan tertarik karena gelas yang pecah tetapi lebih tertarik pada kedua orang yang duduk berhadapan dengan wajah yang sama tetapi aura yang berbeda.
Mereka benar-benar kagum.
**
"Bagaimana acaramu dengan kakakmu?" Tanya Edgar.
Mereka berdua sedang berada di dalam kamar dengan Edgar yang memainkan ipad-nya dan bersandar pada kepala ranjang sedang Iryana yang berada di depan meja rias untuk membersihkan makeup-nya.
Iryana bisa melihat Edgar yang bertanya dengan masih memainkan ipad-nya seolah-olah dia bertanya karena memang tugasnya, bukan karena ingin tahu.
Iryana teringat sebuah surat yang Irana berikan padanya, katanya surat untuk suaminya. Beberapa kali Iryana enggan memberitahukan surat itu pada Edgar karena dia ingin Edgar mendengar penjelasannya sendiri.
Tetapi, Edgar sama sekali tidak berniat. Bahkan pertanyaan yang baru saja dia lontarkan seolah-olah dia tidak ingin mendengar jawabannya.
Tangan Iryana menarik sebuah surat dengan amplop putih dari balik tasnya. Kemudian dia berjalan menuju ranjang dimana Edgar sedang berkonsentrasi pada ipad-nya.
"Bukankah kalau bertanya seharusnya saling menatap mata? Bukan melihat pada layar itu?" tunjuk Iryana pada ipad yang sedang di genggam Edgar.
Iryana tersenyum tipis, dia duduk di samping Edgar dan yang merupakan tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt Me, Like You Do
RomanceMungkin jika aku tidak terlalu takut untuk di tinggalkan oleh kakakku, ini tidak akan pernah terjadi. Hatinya yang dulu menghangat sekarang dingin bagikan bongkahan es yang tidak akan mencair. Semua karena kebodohanku! Semua karena aku! -Iryana H...