Bel sekolah sudah berbunnyi. Sekarang pukul 14.40, Biologi sudah selesai, dan aku juga sudah selesai membolos. Sebenarnya karena terlalu nyaman aku jadi ketiduran. Dan juga Kiyoko, yang juga tertidur karena santainya. Sampai saat ini dia masih tidur. Aku ingin membangunkan dia, tapi aku terdia untuk sesaat.
Betapa cantiknya dia saat tidur. Rambutnya yang terurai di lantai, raut wajahnya saat dia tertidur. Sebenarnya dia perempuan yang imut juga. Kuelus kepalanya dengan pelan. Rambutnya juga sangat lembut. Kenikmatan ini jarang terjadi, terus aku mengelus kepalanya sambil memandang langit. Dan tanpa aku sadar, dia terbangun. Segera aku lepaskan tanganku dari kepalanya.
"Selamat pagi, Chiharu."
"Selamat paa-aa-gi",jawab dia sambil menguap ringan.
"Chiharu, mau pulang bersamaku? B-Bukan berarti kita kencan atau sebagainya. Saat pertama kali bertemu di pasar, harusnya rumahmu searah denganku kan?"
"Ya, mungkin begitu. Di mana alamat rumahmu?"
Aku memberitahu dia alamat rumahku padanya (Alamat rumah adalah sesuatu yang jarang disebutkan di beberapa cerita, jadi ini ra-ha-sia)
"Ya, kita memang searah, tapi nanti di pasar itu kita akan berpisah."
Aku dan Kiyoko kembali ke lantai bawah menuju kelas asal. Beberapa kelas sudah kosong, dan ada siswa yang masih bercakap-cakap di koridor. Dan ada satu siswa menyebalkan yang berlari ke arahku sambil berteriak seperti banshee.
"Mishima-chan! Kita pulang yukk!",Kasami berlari ke arahku seperti zombie yang kelaparan.
Mungkin ini yang aku harus lakukan di saat ini,"Chiharu, tolong bergeser agak jauh dariku".
Dia menurutiku dan segera memojok ke tembok. Aku bilang bergeser agak jauh, bukan memojok, tapi biarlah. Dia makin mendekat, hampir dekat, dan dia sudah dekat.
"Faint kick!!!"
Kuhindari dia, memutar tubuhku, dan memasang kakiku untuk menjegal kakinya. Dia pun berputar, terus berputar, dan berputar hingga menabrak tembok di ujung sana.
Siswa di koridor terkagum-kagum padaku. Sepertinya Kasami pingsan untuk beberapa lama. Dan PPK (Para Penggemar Kasami) datang menolong Kasami dan menggotongnya ke ruang kesehatan. Aku dan Kiyoko kembali menuju kelas, sepertinya Kiyoko akan kaget dengan kejadian ini.
Sepertinya terlalu siang untuk pulang, tapi mau apa lagi? Sambil meminum soda kalengan yang aku beli sebelum keluar dari sekolah, kami pulang bersama sambil melihat-lihat kota. Ramai juga pada saat ini. Mobil berlalu-lalang, orang-orang yang melakukan kegiatan mereka sendiri.
"Ramai juga ya di sini?",kata Kiyoko terkagum-kagum.
"Apa Kyoto tidak seperti ini?"
"Di sana juga ramai kok. Hanya, sampai saat itu tiba."
"Saat itu?",apa ada hubungannya dengan kepindahan ke Tokyo?
"Yoshito-san, aku mau mengunjungi taman itu",kata Kiyoko menunjuk taman yang ada di seberang sana. Dia menarik tanganku sambil berlari menuju taman.
"Bagaimana kalau kita istirahat di lapang ini? Aku juga ingin mengatakan sesuatu."
Bertiduran di bawah pohon rindang ini seperti saat kecil. Sehabis bermain bola, aku dan temanku biasanya tidur. Tapi Kiyoko hanya duduk, karena bila perempuan tidur di tempat umum.......kau pasti tau, kecuali kalau dia memakai celana.
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?"
"Sebelumnya, maaf kalau menyeretmu dalam masalah hidupku. Kamu sudah menduga kalau aku memiliki masalah kan?"
"Jadi memang ada ya?"
"Saat aku masih di Kyoto, aku selalu dimanja oleh ayah dan ibuku. Selalu bermain di halaman rumah bersama orang tua yang tercinta. Juga temanku yang selalu mengajakku bermain. Dan aku adalah anak yang sehat.
Sampai, saat aku terserang a-asma, mereka berdua mencemaskan aku. Seluruh uang digunakan untuk mengobatiku, tapi tidak kunjung sembuh. Tapi ayah tetap semangat bekerja, semata-mata untuk membahagiakan aku. Dia rajin bekerja dan mendapat tugas kerja ke Amerika selama 2 tahun.
2 tahun cukup lama, dan aku rindu ayahku. Tapi bertemu dengannya adalah hal yang mustahil setelah hal itu terjadi."
"Hal itu?"
"Pesawat dari Amerika-Jepang mengalami ledakan di bagian baling-baling kiri, dan juga saat di laut, pesawat itu meledak tanpa sisa".
Itu adalah trauma hidup yang paling mengerikan. Tapi, apa hubungannya dengan senyum palsu dan membebani hidupnya itu?
"Ibuku sudah tidak bisa bekerja karena sudah dipecat dari pekerjaannya. Tidak ada pilihan kecuali meminta bantuan ke saudara ibuku. Dia meminta bibiku memberi bantuan
"Baiklah, aku akan membantumu",kata bibiku kepada ibu.
"Membantuku?"
"Maksud bibi dengan membantu ibu? Bukan membantu kami?"
"Ya, Kiyoko akan menjadi anakku."
Syok, itu yang aku rasakan. Aku adalah anak ibu, bukan anak bibi.
"Tidak. Kiyoko adalah satu-satunya anak kesayanganku."
"Itu terserah kamu. Aku sudah memberi bantuan."
Aku tidak mau menjadi anak angkat. Tapi bagaimana dengan nasib ibuku?
"Baiklah, aku akan menjadi anakmu".
"Sayang....tapi..."
"Ibu, aku ingin ibu tetap hidup, aku yakin kalau tante akan membantu hidupku juga".
Tapi semua anggapanku salah. Aku disuruh melakukan pekerjaan rumah. Dan saat aku kambuh, dia tidak menolongku. Aku membeli obat dengan cara sambilan. Aku tau ini melelahkan dan membuat kondisiku makin sakit. Tapi tidak ada pilihan lagi.
Namun, di sisi lain, aku mendapat info dari ibu bahwa uang yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, lebih sedikit. Ibuku juga mulai sakit-sakitan. Dan aku berusaha meyakinkan bibiku.
"Bibi, kenapa kau memberi uang tidak sesuai dengan yang dijanjikan?"
"Tidak sesuai? Yang aku tau kalau aku akan menolongnya saja, jadi berapapun yang aku beri, itulah miliknya."
Bibiku lebih licik daripada ular, tapi aku tidak bisa melawan, karena bila aku melawan, aku tidak akan diizinkan tinggal di rumahnya dan ibuku tidak akan mendapat uangnya."
Seperti itu ya, kehidupan Kiyoko. Bibi ya? Dia lebih muda dan adik dari ibunya tapi membantah kakaknya? Adikku tidak seburuk itu. Akan kupikirkan cara supaya masalah ini selesai.
"Kenapa kamu tidak kabur dari rumah?"
"Aku akan dilaporkan polisi dan akan dipenjarakan, dia mengancam aku bila aku pergi akan dibilang sebagai pencuri".
Pencuri? Apa yang dia curi? Jahat sekali bibinya.
"A-a-aku pasti akan membantumu",kataku sambil memegang tangannya.
"Sekarang kan kita sudah menjadi teman. Masalahmu adalah masalahku yang harus diselesaikan",kataku untuk membuat Kiyoko menjadi senang.
"Yoshito-san......terima kasih ya? Untuk—untuk—"
Dia terbaring di lapangan itu. Kukira dia mengantuk, saat aku pegang nadinya, aliran darah di tangannya seperti berhenti dan wajahnya pucat. Aku panik dan membawa dia keluar dari taman untuk mencari rumah sakit. Tapi tidak ada rumah sakit di sini. Lebih baik kupanggil unit kesehatan.
"Halo, unit kesehatan! Aku membutuhkan ambulan sekarang! Letaknya di daerah Rikugien Garden!"
"Baiklah, kami akan berusaha secepat mungkin berada di sana."
"Bertahanlah, Chiharu! Ambulan akan datang dan kamu akan baik-baik saja!"
Kekhawatiran mengelilingi diriku. Aku tidak tega melihat dia seperti ini, apalagi dia selalu lelah karena bekerja sambilan. Satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ini adalah membuat bibinya sadar apa yang dia lakukan dan menyelesaikan semua ini.
Aku mohon, bertahanlah, KIYOKO!!
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE SEASON
Teen FictionYoshito Mishima, 15 tahun, dia seorang berandal, tapi sangat menyukai anime dan game. Dia merasa kalau tidak ada yang bisa mengalahkan perasaannya, sampai saat musim semi dan awal semester dia bertemu dengan Chiharu Kiyoko. Dia adalah perempuan pind...