"Demammu sudah turun. Sekarang kamu bisa berangkat sekolah lagi."
"Huah, aku bosan masuk sekolah, bu."
"Tapi lebih membosankan sakit seperti kemarin, kan?"
"I-Iya."
"Sekarang kamu tidur lagi saja. Ibu juga harus kembali tidur. Selamat malam, Mishima."
"Selamat malam, bu."
Itulah ibuku yang sangat sayang padaku. Dini hari seperti ini saja dia memaksakan dirinya bangun untuk mengecek kesehatanku. Ah, kebetulan ibu sudah bangun. Aku ingin bertindak egois sedikit.
"Tunggu! I-Ibu ... mau tidak kalau ibu ... tidur bersamaku?"
"Hihi, kamu seperti Mayori saja. Ibu akan menemanimu."
Terakhir aku tidur bersama ibu ketika aku menginjak SD kelas 4. Ayahku meminta ibu tidak menemaniku tidur lagi. Aku diajarkan untuk berani, meski pada awal aku pun biasa saja. Saat ini aku mengenang di mana aku diperlakukan seperti anak-anak lagi. Orang lain mungkin bisa menertawaiku, bagaimana bisa berandal sekolah masih tidur dengan orang tuanya? Biasa menurutku, karena meski sudah remaja pun aku adalah buah hatinya.
Dan akhirnya ibu ada di sampingku, menemani tidur sama seperti saat kecil. Momen ini aku rindukan sejak lama. Di mana ibu menatapku sambil tersenyum dan memeluk hangat kepada anak kesayangannya. Kejadian ini sama saat aku tidur dengan Kiyoko sekitar 2 hari lalu, namun ada aura berbeda. Karena aura cinta dari Kiyoko pasti berbeda dengan Ibu.
"Memang sekali-kali kamu perlu diperlakukan seperti anak kecil. Mau bagaimana pun kamu adalah anak kesayanganku, Mishima," katanya sambil mengecup dahiku.
Aku senang mendengar perkataan ibu, tapi aku pun harus menahannya. Aku sangat bersyukur disayangi ibu. Dia sangat lembut kepadaku meski dia tahu aku adalah anak nakal.
"Ibu, aku menyayangimu."
Dia mengecupku sekali lagi dan memelukku lebih erat,"Aku juga menyayangimu, Mishima. Baiklah, sekarang waktunya tidur. Selamat malam."
"Selamat malam, ibu."
***
Padahal hanya beberapa hari saja aku tidak pergi ke sekolah, tapi rindu rasanya memakai seragam. Ditambah aku harus memakai sweater sekolah khusus musim dingin, rasanya makin keren diriku. Meski aku pun pasti akan bolos untuk beberapa pelajaran. Namun untuk membolos aku perlu berpikir lagi, karena sekarang musim dingin dan atap bukan pilihan untuk tempat bolos.
"Ibu, aku berangkat!"
"Hati-hati di jalan."
Hari-hari biasaku dimulai lagi. Dengan suasana dingin yang menyelimuti udara Jepang membuat langkahku serasa lebih lambat. Dinginnya menusuk sampai kaki sehingga membuatku menggigil ke seluruh tubuh. Padahal aku sudah memakai baju musim dinginnya. Apa bahannya sangat jelek tidak bisa menahan dingin?
Memang berbeda dengan angin perubahan itu. Angin itu sangat dingin dibanding musimnya. Uh, bahkan memikirkannya saja membuat kepalaku makin dingin. Di musim ini, apa aku bisa melakukan hal menyenangkan bersama teman-teman?
*HAAAPP
"Coba tebak ini siapa?"
Ki-Kiyoko? Ini beneran kamu? Ke-Kenapa dia bersikap makin aneh?
"Kiyoko-san?"
"Ya, benar!
"Jangan bilang kalau Kasami ya—"
"Bukan kok. Aku memang melakukannya atas keinginan sendiri."
DEFINITELY NOT KIYOKO! PASTI ADA YANG MERASUKI DIRINYA! AKU TAHU PERTANYAAN UNTUK MENGETES DIRINYA!
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE SEASON
Teen FictionYoshito Mishima, 15 tahun, dia seorang berandal, tapi sangat menyukai anime dan game. Dia merasa kalau tidak ada yang bisa mengalahkan perasaannya, sampai saat musim semi dan awal semester dia bertemu dengan Chiharu Kiyoko. Dia adalah perempuan pind...