Prolog

33.2K 900 16
                                    

Seorang pria berdiri menghadap ke luar jendela, menatap pemandangan yang disuguhkan oleh jendela tersebut dengan tatapan kosong. Keramaian dari aktivitas penghuni kota besar sedang terjadi di bawah sana.

Tapi bukan itu yang membuat pria tersebut rela menghabiskan waktu berharganya hanya untuk melamun sembari melihat keramaian di bawah sana. Dia hanya sedang memikirkan sesuatu. Bukan sesuatu yang penting untuk dipikirkan, tapi entah kenapa hal tersebut mampu mengusiknya sesaat.

Sebenarnya, bukan perkara rumit yang sedang dipikirkan oleh pria itu. Dia hanya sedang mencari jawaban atas apa yang dialaminya saat ini. Jawaban kenapa hidupnya terasa hambar, seperti makanan yang tidak mempunyai rasa. Mungkin dari tampilan makanan itu terlihat menarik, tapi percuma saja jika saat dimakan tidak memiliki rasa apapun.

Sangat klise bukan? Seorang CEO muda yang memiliki perusahaan besar dengan cabang dimana-mana merasa hidupnya tidak begitu menarik.

Apa yang kurang coba?

Diusianya yang ke 23 tahun, dia sudah mewariskan perusahaan keluarganya, bahkan perusahaan tersebut semakin berkembang di tangannya. Semua Karyawannya sangat menghormatinya karena kepemimpinannya. Tidak sedikit para pesaing yang segan padanya.

Semua perintahnya absolute, tidak ada yang boleh menantangnya. Memang pada awalnya banyak yang mengeluh dan tidak suka padanya, tapi semua itu tidak berlangsung lama karena dia bisa membuktikan dengan berkembang pesatnya perusahaan dibawah kepemimpinannya.

Tidak hanya itu, dia juga memiliki pesona yang tidak akan bisa ditahan oleh kaum hawa. Dengan memilik tubuh yang ideal dan wajah yang tampan membuatnya sangat tidak mungkin bagi para wanita untuk tidak mengaguminya. Bahkan sebagian dari para wanita itu dengan tidak tahu diri terang-terangan menggodanya.

Tapi semua itu tidak membuat hidupnya menjadi menyenangkan. Terasa ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya, dan dia sendiri tidak tahu apa itu.

Pria itu menghela nafas gusar, menenangkan diri dari apa yang dipikirkannya barusan, Dia mengalihkan pandangan ke meja kerjanya yang terletak tidak jauh dari posisinya saat ini.

'Carles Walcott'

Nama yang diukir di atas papan nama berwarna emas berdiri kokoh di atas meja kerjanya. Seperti menandakan bahwa si pemilik nama memiliki wibawa yang tinggi. Jika kalian ingin tahu, itu adalah nama pria yang sedari tadi diceritakan.

TOK!! TOK!!

Suara pintu yang diketuk mengganggu ketenangannya. Tak lama setelah itu muncul seseorang dari balik pintu tersebut.

"Ada apa?" tanya Carl malas kepada asisten dan sekaligus adik angkatnya.

"Tuan!! Anda harus segera bersiap. Saya sudah mempersiapkan barang-barang yang Anda butuhkan di Paris," ujar Adrian.

"Sudah ku bilang berapa kali untuk tidak berbicara seformal itu pada ku?" tanya Carl tidak suka.

Carl sudah memperingati Adrian agar tidak kaku jika berbicara padanya, tapi Adrian tida bisa melakukan hal itu. Walaupun dia adalah adik angkatnya tapi mereka sedang berada di lingkungan pekerjaan. Sangat tidak sopan untuk memanggil Carl dengan namanya saja.

"Maaf tuan!! Saya tidak bisa," balas Adrian membungkuk.

"Ck!!" decak Carl kesal lalu beranjak dari tempatnya berdiri meninggalkan Adrian di dalam ruangannya seorang diri. Dia harus bersiap-siap untuk bertemu dengan rekan bisnisnya di Paris untuk menjalin kerja sama.

Carl tidak tahu jika perjalanan itu akan mempertemukannya dengan apa yang dicarinya selama ini.


*****


29-02-2016

The Puppet DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang