Part 29

4.3K 266 46
                                    

Sesampainya di rumah, Carl menyeret Randy ke dalam sebuah kamar di lantai satu yang tak pernah dimasuki Randy. Dia melempar begitu saja tubuh Randy hingga anak itu tersungkur di lantai. Randy meringis kesakitan pada bagian tubuhnya yang berbenturan dengan lantai. Carl sudah menahannya semenjak di mobil, sekarang waktunya bagi dia untuk meledak.

"Apa-apan tadi?! Apa hubunganmu dengan laki-laki tadi?!!!" bentak Carl setelah mengunci pintu kamar. Dengan susah payah, Randy menelan liurnya. Carl benar-benar menyeramkan saat ini. Dia seperti orang yang siap membunuh orang lain.

"Ka-kami... hanya berteman," jawab Randy takut-takut. Tubuhnya bergetar, dia ketakutan saat ini. "Berteman?!!" Carl merogoh kantungnya lalu menjatuhkan benda persegi panjang kepada Randy.

Randy terkejut, itu ponselnya. Bagaimana bisa ada pada Carl. Randi meraih ponselnya dan lebih terkejut saat melihat gambar yang di tampilkan layar ponselnya. Itu adalah foto dirinya dan Ferdinand sewaktu liburan di vila yang diambil Kevin. Matanya terbelalak, jadi Carl sudah melihatnya. Dengan takut-takut dia menatap Carl yang tengah tersenyum sinis padanya.

"Kau terkejut?? Seperti itu yang kau sebut teman??" Carl berjongkok di depan Randy.

PLAAAKKK!!!!

Dengan sekuat tenaga Carl menampar Randy hingga kepala anak itu tersungkur ke lantai. Pipi Randy terasa panas seketika. Randy terkejut, dia tidak siap menerima tamparan itu. Warna merah langsung tamak pada bagian yang ditampar Carl.

"Kau sebut itu teman?!!!" Carl meraih kembali ponsel Randy lalu melemparnya dengan kuat hingga pecah berkeping-keping. "Cih, dasar pembohong busuk!" Carl meludah, mengenai kaki Randy.

Randy segera menoleh, dia harus menjelaskannya sebelum Carl lebih salah paham. "Carl itu tidak seperti yang kau bayangkan. Kami tidak..."

PLAAAKKK!!!!

"Diam kau!!" Randy kembali tersungkur, kini pipi sebelahnya yang menjadi sasaran tamparan Carl. Pria itu menjambak rambut Randy, memaksa anak itu untuk menatapnya. Randy meringis kesakitan karena rambutnya dicengkram dengan kuat. Kulit kepalanya serasa ingin lepas jika terus seperti itu. "Sudah sejauh mana dia menyentuhmu?!! Apa dia sudah menghujamkan penis sialannya ke lubang jalangmu?!!"

Randy pelan-pelan menggelengkan kepalanya agar tak menambah rasa sakit di kepalanya. Air matanya tak bisa dibendung lagi karena Carl terus menerus membentaknya. "Ti-tidak...hiks, itu hanya...hiks sebuah ta-tantangan. A-aku bisa...hiks menjelaskannya," ujar Randy yang berlinang air mata. Carl mendengus, melepaskan jambakannya lalu berdiri. Dia mengusap wajahnya dengan kasar.

Randy merangkak, tangannya meraih kaki Carl dengan gemetar. "Lepaskan tanganmu dari kakiku!! Aku tidak suka barang bekas!!" Carl menyingkirkan tangan Randy dengan kasar dari kakinya. "Carl... kami berdua...hiks hanya teman. A-aku...hiks hanya..mencintaimu..."

"Omong kosong, jika kau mencintaiku kau tak akan membiarkan dirimu disentuh orang lain!!!" bentak Carl. "Maafkan aku Carl.. kumohon..hiks... Aku akan melakukan..hiks... apa saja untukmu..hiks..."

"Sepertinya aku harus memberikanmu pelajaran agar kau tak banyak bertingkah," Carl berjongkok kembali di hadapan Randy, tangannya membelai pipi Randy dengan lembut sebelum tangan itu mengarah ke rambut Randy dan menjambaknya dengan keras.

"Berdiri!!" perintah Carl tegas dengan tangan yang masih menjambak rambut Randy agar berdiri. Setelah Randy berdiri, dia menyeret Randy dan melemparkan tubuh anak itu ke atas kasur dengan kasar. Tubuh Randy sempat memantul di atas kasur itu.

"Lepas semua pakaianmu!!" Randy mengangguk, dia mencoba melepaskan satu persatu kancing seragam sekolahnya. Karena tangannya gemetar membuat Randy sedikit kesusahan saat membuka kancing-kancing itu. "Cepat!!" bentak Carl saat melihat Randy yang terlalu lama membuka pakaiannya.

The Puppet DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang