Aku menarik nafas berulang kali.
Mencoba untuk menenangkan degub jantungku yang sejak memasuki gerbang the Royals sudah melakukan salto. Jemariku mencengkram setir kuat. Hari ini aku kembali membawa Justin ke sekolah. Setidaknya aku tidak harus berada dalam satu bus dengan para siswa yang kuyakin akan bersikap bermusuhan dengan ku. Baiklah! Tak ada gunanya berlama lama di mobil. Mau tidak mau, suka tidak suka aku harus menghadapi mereka.Ketika aku membuka pintu mobil dan keluar dari Justin, beberapa mata memandangiku. Sebut aku paranoid, tapi memang begitulah kenyataannya. Aku mencoba bersikap biasa saja, seolah tidak ada hal buruk yang terjadi dan hal lebih buruk yang menantiku.
Di sana, aku melihat anggota The Royals. Mereka hanya berempat. Aku tidak melihat iblis tampan yang menakutkan itu, kemana dia? Semoga saja dia terserang diare hingga tak bisa datang. Ya Tuhaaan. Semoga saja.
Sekali lagi aku menarik nafasku dalam. Ya. Aku harus siap.
.
.
.
.
.Aku berdiri di depan pintu kelas sejarah, menatap ke dalam kelasku dengan perasaan gundah. Rasa takut itu datang kembali. Suasana kelas sudah ramai, beberapa siswa siswi tampak berceloteh riang, dengan tawa mereka yang menggema. Sebagian sibuk dengan buku atau pun gadget mereka. Ada pula yang tertidur di atas mejanya. Aku menghembuskan nafas yang sempat tertahan, menggelengkan kepalaku sedikit.
JANGAN JADI PENGECUT!! Teriakku dalam hati.
Memantapkan hatiku, aku melangkah masuk. Dan... suasana kelas yang riuh tadi berubah menjadi hening mencekam. Aku terdiam di tempatku berdiri. Baru beberapa langkah. Dan mereka menatapku bermusuhan. Para siswi menatapku dengan benci, termasuk Stella. Para siswa, mereka memperlihatkan tatapan dan seringai mencemooh. Masa bodoh lah! Tatap saja aku sesuka kalian. Aku berjalan menuju bangku yang kosong ,urutan ke tiga dari belakang. Bangku yang biasanya kutempati ,di pojok kanan ruangan, diduduki oleh siswa lain.
"Hai... " ucapku berbasa basi menyapa Stella yang duduk tepat di sebelah bangku baruku. Dia menatapku tak suka. Aku hanya mengedikkan bahu, ketika ingin menyapa Lily, aku mengurungkan niatku, dan langsung duduk. Kalau Stella bersikap begitu aku masih bisa terima, tak apa. Tapi kalau Lily juga nanti menatapku tak suka, atau mungkin benci, entahlah aku tidak ingin itu terjadi. Aku tak ingin ditolak olehnya, teman pertamaku di sini.
.
.
.
.
."Ms. Satoo.. Ms. Satoo.. Ms. Ruby Clarice Sato!" Aku tersentak, jemariku yang sedang mencoret-coret buku teks tebal berisi sejarah dunia berhenti seketika, mendengar namaku disebut dengan suara melengking.
"Yes?"
Mrs. Anderson menatapku dengan alisnya yang terangkat tinggi hampir menyentuh anakan rambutnya, kaca matanya yang bertengger di hidungnya membuatnya terlihat menyeramkan. Like a witch.
"Kau tidak mendengarkan aku?" Suara Mrs. Anderson tenang namun berhasil membuatku merinding.
"Maafkan aku Mrs. Anderson. Aku merasa tidak enak badan". Kataku dengan suara pelan yang bisa terdengar ke seluruh kelas yang sangat hening ini.
Tatapan Mrs. Anderson melembut, "Pergilah ke unit kesehatan".
Aku menganggukkan kepalaku, mengumpulkan perlengkapanku dan memasukkannya ke dalam tas.
Ada yang salah. Aku mencoba bangkit dari bangku, namun rasanya sulit sekali. Celanaku seperti merekat dengan bangku. Tidak.. oh jangan sampai. Aku menatap keseluruhan kelas, mereka tersenyum memandangku. Senyum jahat.
"Ada apa Ms. Satoo? Cepatlah. Aku ingin memulai kelasku kembali" Mrs. Anderson berjalan ke arahku, menatapku bingung.
Mungkin dia melihat wajahku yang pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bullying! (ONGOING)
General FictionNamaku Ruby dan satu sekolah mengenalku. Tapi itu bukan hal yg patut dibanggakan. Aku bahkan ingin seperti invisible womam yang dpt tak terlihat. Hanya karena satu hal aku harus berurusan dengan pangeran iblis itu! si tampan yang menjanjikan kesengs...