Aku memasukkan tiga potong sandwich tuna ke dalam kotak makanku. Aku tidak sempat sarapan bersama Mom jadi terpaksa melakukan ini. Sejak kapan aku tidak pernah membawa bekal? Sejak ayahku meninggal, empat tahun yang lalu. Ayah sangat suka menyiapkan bekal untuk kami -aku dan Mom- dia biasa membuatkan kami kreasi bento. Sebenarnya itu karena ayah selalu bangun lebih awal dibandingkan Mom, sehingga dia yang akan menyiapkan sarapan dan bekal. Ayahku adalah koki yang hebat. Ia dulu bekerja sebagai kepala chef di salah satu restoran bintang empat di Kanada. Dan kami adalah orang-orang pertama yang menikmati hasil kreasinya tersebut sebelum ia persembahkan kepada penikmat kuliner dunia.
Mom meminum jusnya sambil menatapku yang memasukkan sandwich terburu-buru, " Kenapa buru-buru sekali?"
"Um. Ada ulangan pagi ini." Jawabku asal, ya bagaimana lagi otakku sedang bekerja sangat lambat. Tadi malam aku terus memimpikan kejadian sore itu. I am Yours... I am yours... Oh Tuhan memalukan sekali!
"Kamu naik bus? Busnya belum datang jam segini."
"Nope. Dijemput." Dan tepat saat itu juga suara bel berbunyi. Aku mengernyit, heh? Itu dia? Untuk apa dia mencet bel segala?
"Let me." Mom melangkah menuju pintu, dan tidak beberapa lama kemudian Mom masuk ke dapur dengannya. Mulutku terbuka lebar, benar itu dia. Si raja Iblis.
"Ayo silahkan duduk dulu Axelle. Mau ikut sarapan?"
"Tidak Usah" "Tentu" penolakanku dan persetujuannya terdengar bersamaan. Mom terkekeh pelan.
"Jangan gitu, dia jemput kamu. Kamu kok kayak gitu sih? Oh.. jadi bekalnya buat Axelle?" tanya mamaku usil.
"Untuk diriku sendiri. Mom please.." aku memelas tanpa niat.
"Ternyata kau memikirkanku dengan baik, sampai menyiapkan bekal. Terima kasih." Aku dapat melihat samar senyuman miringnya yang menyebalkan. Tentu saja ia mengejekku. Aku tersenyum masam, terlalu malas menanggapi.
Dengan santai dan seolah sudah sangat disambut, well Mom menyambutnya dengan baik, ia duduk di hadapanku. Mom mengambilkan sandwich tuna dan meletakkannya di piring untuk raja iblis. Mengucapkan terima kasih ia mulai mengunyah. Ternyata ia makan makanan yang sama dengan manusia pada umumnya, tapi kenapa ia bisa begitu menyebalkan? Melihatnya saja aku jadi tidak nafsu makan. Tapi kalau aku tidak makan aku tidak akan punya tenaga untuk menghadapinya hari ini. Apa lagi hari ini aku tepat menjadi anggaplah property miiliknya.
Setelah aku menghabiskan tiga potong sandwich yang tadinya telah aku masukkan ke dalam kotak bekal dan dia menghabiskan dua potong sandwich dan segelas jus jeruk, kami berpamitan dengan Mom. Aku heran ternyata ia bisa juga bersikap sopan dan Mom terlihat sangat menyukainya. Andai saja Mom tahu apa yang telah ku lalui akibat si iblis satu ini, bagaimana Mom akan bersikap?
..
.
.
.
"Kenapa menjemput di rumah? Bukankah seharusnya aku harus jalan ke simpang dan menunggumu di sana?" tanyaku setelah kami meninggalkan pelataran parkir kecil rumahku.
"Aku berubah pikiran."
Ya pria satu ini memang tidak bisa ditebak, bukan?
"Ibu mu menyenangkan. Dia tidak kaku seperti dirimu." Ah ya.. mereka- Mom dan raja Iblis- memang banyak mengobrol, mereka seperti sudah lama kenal, dan aku ya aku seperti nyamuk.
Tidak merasa perlu membalas, aku memilih diam. Aku memperhatikan dirinya yang menyetir. Keren! Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri, jujur aku membenci lelaki ini dan teman-temannya tetapi entah mengapa ia selalu saja mampu membuatku terkesima. Aku sungguh tidak mengerti, terkadang aku melihatnya sangat sexy, terkadang tampan, terkadang aku muak melihatnya dan baru saja aku menganggapnya keren. Ada apa denganmu Ruby?!
"Aku tahu aku tampan."
Nah, tambahkan satu lagi untuknya. Dia narsis.
Dan...
ANEH!
"Kenapa kau tertawa?" aku mengernyit melihatnya tertawa pelan.
"Wajahmu sungguh tolol, kau tahu itu?"
Demi apa pun di bumi, aku menarik seluruh pujian yang selalu tanpa sadar aku pikirkan untuknya. Lelaki ini sungguh sungguh sungguh menyebalkan.
.
.
.
.
.
Aku merasakan ketidaknyamanan yang sangat. Para murid memandangku aneh. Aku sudah terbiasa dengan tatapan mencemooh dan benci yang selalu mereka lemparkan untukku. Tapi ini terasa jauh lebih tidak menyenangkan. Aku menarik nafas dalam, mencoba menenangkan diriku. Melangkah cepat menuju lokerku. Walau sudah tahu gambaran penampakan isi lokerku, aku selalu memeriksanya dan membersihkan perbuatan-perbuatan mereka. Kenapa? Karena terkadang akan ada pemeriksaan loker, dan aku tidak ingin dipanggil ke kantor konseling dan harus menjelaskan segalanya. Konsekuensinya, Mom akan dipanggil. Itu adalah musibah. Mom akan memarahiku karena merahasiakan ini dan itu tentu akan membuatnya kepikiran, sudahkah aku mengatakan mom memiliki riwayat jantung? Aku tidak ingin dia khawatir. Hanya dia yang aku punya. Aku takut kehilangan dia.
Membuka pintu loker, aku menarik nafas panjang. Tidak ada yang baru, masih sama seperti biasanya. Aku sedikit penasaran, kondom siapa yang selalu nagkring di lokerku? Apa mereka melakukan seks dengan sengaja agar memiliki persediaan kondom bekas untuk meyiksa loker Ruby? Apa perlu aku tanyakan?
Aku membuka tasku, mencari sarung tangan plastic sekali pakai yang selalu aku bawa semenjak menjadi korban bully. Sibuk mencari membuatku tidak sadar ada seseorang di belakangku sampai ia membanting pintu lokerku kuat. Aku mendongakkan kepalaku karena terkejut, melihat sebuah lengan kuat yang terulur di samping bahu kanan ku. Kurasakan badanku ditarik untuk mengahadap para murid yang berada di sini. Setengah tubuhku menempel pada dada bidangnya yang menguarkan rasa hangat asing bagiku. Lengannya merangkulku erat, lebih seperti pelukan posesif.
"Dia milikku. Aku akan menghabisi siapa saja yang mengusik milikku." Suara beratnya terdengar mengerikan bahkan untuk telingaku sendiri. Aku menatap wajahnya dari samping. Bibirnya menipis seolah menahan amarah, matanya menatap satu persatu siswa yang ada, memberikan peringatan, membuat mereka mengerut takut.
Satu kalimat terlintas di benakku...
"Tidak akan ada yang mengganggumu lagi kecuali AKU"
Sepertinya sekarang aku mengerti maksud kata-katanya itu sebelum aku keluar dari mobilnya ketika ia mengantarku pulang semalam. Degub jantungku kuat sekali sehingga aku yakin ia pasti bisa merasakan dan mendengarnya. Kenapa aku merasa lebih takut, ini terasa lebih menakutkan dari pada menerima gangguan seisi sekolah. Lalu kilat itu muncul, kilat mengerikan yang muncul sekilas di manik hijaunya namun dapat dengan jelas ku tangkap.
Apakah aku telah memilih pilihan yang tepat?
.
.
.
.
.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Bullying! (ONGOING)
Ficción GeneralNamaku Ruby dan satu sekolah mengenalku. Tapi itu bukan hal yg patut dibanggakan. Aku bahkan ingin seperti invisible womam yang dpt tak terlihat. Hanya karena satu hal aku harus berurusan dengan pangeran iblis itu! si tampan yang menjanjikan kesengs...