Part 15

30 3 0
                                    

Forgive me...

Keesokan harinya semua kembali seperti semula. Kulihat Dikky sudah menungguku di depan gerbang sekolah. Tentunya untuk menjemputku. Dengan enggan, aku menghampirinya bersama Sisy. Aku menoleh Sisy yang sedang berlagak sok imut didepan Dikky.

"Mau jemput Kezia ya?" tanya Sisy berbasa-basi.

"Iya." Jawab Dikky singkat.

Sisy melihatku yang bertampang jutek. Seperti mengerti pikiranku,

Sisy berkata "kalau Kezia nggak mau di jemput, mending lo jemput gue aja. Gue mau kok pulang bareng lo." Kata Sisy centil.

Aku terperangah melihat sahabatku ini. Kesambet apa Sisy? Kenapa dia jadi aneh begini?

"Gue juga mau jadi pacar lo." Lanjut Sisy.

Mataku mendelik semakin lebar. Rasanya aku tak percaya kalau yang sedang berdiri disampingku adalah Sisy. Belum pernah aku melihatnya segenit ini.

"Sy, apa-apaan sih lo!" ujarku.

Dikky tersenyum geli. "Maaf ya,Sy. Tapi aku udah punya pacar."

Aku terperangah saat mendengar ucapan Dikky. Dikky sudah punya pacar? Sejak kapan? Mengapa aku tak pernah tahu? Kalau Dikky sudah punya pacar, itu berarti rencana konyol kedua orang tuaku akan dibatalkan? Yess!!

"Yaah . . . emang pacar lo siapa?" tanya Sisy dengan nada agak kecewa.

Tiba-tiba saja Dikky menggenggam tanganku. Aku terkejut.

"Ini pacarku." Kata Dikky dengan santainya sambil melirikku.

"Apa lo bilang?!" pekikku refleks.

"Gila lo ya! Sembarangan aja ngaku-ngaku pacar gue! Eh, cowok sinting! Denger ya, sampai kapan pun, gue nggak akan pernah sudi jadi pacar lo!"

Dengan kasar, aku menyentakkan tangan kiriku hingga terlepas dari genggaman Dikky. Aku membuang muka darinya. Saat itu pula aku menyadari Aldy berada tak jauh dari tempatku berdiri. Sepasang matanya menatapku tajam-tajam. Walau berjarak lebih dari satu meter, aku bisa melihat kilatan marah di matanya. Jangan-jangan dia melihat Dikky memegang tanganku. Pasti terjadi kesalah pahaman. Aku harus segera menjelaskannya.

Dengan langkah cepat aku menghampiri Aldy. "Aldy, itu sama sekali nggak seperti apa yang kamu pikirkan." Ujarku setelah dekat.

"Kamu sama sekali nggak tahu apa yang aku pikirkan." Geram Aldy kemudian berlalu dari hadapanku.

Aku memandangi Aldy yang meninggalkanku di sini hingga dia tak terlihat lagi. Aku merasa bersalah padanya dan tak enak hati karena telah membuatnya marah.

"Kezia, maafin aku."

Aku menoleh, Dikky sudah berdiri dibelakangku. Aku berbalik menghadap Dikky. Kemarahan ini sudah tak bisa kubendung lagi. Dia sudah membuat Aldy marah padaku.

"Puas lo lihatnya?! Gara-gara lo sekarang cowok gue ngambek sama gue! Emang dasar nyebelin lo ya!" teriakku marah.

"Aku minta maaf. Tadi itu aku cuma bercanda."

"Candaan lo nggak lucu tahu!" Aku mendorong pundak Dikky hingga dia mundur beberapa langkah. "Sana pergi! Jangan pernah nampang lagi didepan gue!" ujarku lalu berbalik pergi.

Aku yakin Dikky akan mengejarku. Sebelum itu terjadi, aku menghidar. Kebetulan sebuah bus berhenti di halte depan sekolahku. Orang-orang yang sedari tadi menunggu, langsung berbondong-bondong masuk. Tanpa memikirkan apapun, aku mengikuti mereka. Aku tak tahu

kemana bus ini akan membawaku. Seperti halnya aku tak peduli pada sesaknya bus ini dan tubuhku yang tergencet penumpang lain.

Yang penting Dikky tidak mengejarku. Aku begitu marah padanya hingga malas melihat wajahnya.

I'm Sorry Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang