Part 16

15 2 0
                                    

Forgive me....

Jalanan di Jakarta sangat bising dan ramai pada sore hari. Mungkin karena ini adalah jam pulang kerja. Walau ada beberapa ruas jalan lebar, setiap ruas itu tetap ramai. Bahkan ada yang sampai macet total. Suara- suara jalanan yang khas pun terdengar dimana-mana. Deru mesin mobil dan motor, raungan bel yang mewakili emosi si pengemudi, decit rem dari ban kendaraan yang berhenti mendadak. Semua suara itu terdengar memusingkan.

Setelah beberapa menit terjebak dikemacetan yang bising dan memusingkan itu, kami sampai pada sebuah jalan yang agak lengang. Aku lega karena itu berarti aku bisa segera sampai dirumah.

Tiba-tiba Dikky menghentikan motornya.

"Kok kita berhenti? Motor lo mogok?" tanyaku bingung.

Dikky menoleh. "Enggak. Aku pengen ngajak kamu makan ice cream."

Aku mengernyit bingung. "Ice cream?"

"Anggap aja ini sebagai permintaan maafku." Dikky mematikan mesin motornya.

"Lagian aku tahu kamu lagi bad mood. Kali aja dengan makan ice cream kamu bisa good mood lagi."

"Lo yang traktir, kan?" Aku memastikan.

"Iya."

Akhirnya aku menurut. Walau sedang ngambek berat sama Dikky, aku tidak menolak tawaran baiknya. Lumayan kan ditraktir ice cream? Hanya orang bodoh yang menolak tawaran baik itu.

Restoran ice cream ini ramai oleh pengunjung. Hampir tidak ada meja yang kosong kecuali dua meja di dekat jendela. Mayoritas pengunjung restoran ini adalah anak sekolah dan muda-mudi yang sedang berkumpul dengan teman-temannya atau berduaan dengan pacarnya. Aku mengikuti Dikky yang hendak memesan ice cream.

"Satu ice cream cokelat dan satu ice cream vanilla." Katanya pada pelayan.

"Ice cream vanilanya abis, Mas." Kata pelayan itu nggak enak.

Karena pesanan Dikky tidak tersedia, Dikky langsung membatalkannya dan mengajakku keluar. Aku heran, kenapa dia mengajakku keluar? Apa dia juga tidak suka cokelat?

"Lo nggak suka ice cream cokelat ya?" tanyaku.

"Aku suka banget ice cream cokelat." Sahut Dikky.

"Tadi kan ada ice cream cokelat. Kenapa lo cancel?" tanyaku lagi. Aku masih tidak mengerti maksudnya.

"Iya sih, tapi kan nggak ada ice cream vanila."

"So?"

"Percuma aja kita kesini kalau nggak ada ice cream vanila. Nanti kalau aku paksa kamu makan ice cream cokelat kamu malah muntah lagi." Kata Dikky menjelaskan.

Aku ternganga mendengar jawaban Dikky yang begitu tepat. Bagaimana dia tahu kalau aku paling suka ice cream vanila dan tidak suka ice cream cokelat? Kurasa aku tak pernah menceritakan padanya? Aldy pacarku bahkan tidak tahu soal itu.

"Darimana lo tahu gue nggak suka ice cream cokelat?" tanyaku penuh selidik.

Seolah tidak mendengar pertanyaanku, Dikky melanjutkan kata- katanya. "Dari dulu, kamu suka banget ice cream vanila."

Kuhentikan langkahku dan memicingkan mata menatapnya. "Lo ngedukun ya?" tanyaku curiga.

Tawa Dikky langsung meledak. Seolah pertanyaanku konyol.

"Eh, gue serius!" sungutku. Pasti dia mengira aku bercanda. Mana mungkin dia tahu segalanya tentangku kalau bukan dari dukun? Tak ada seorangpun memberitahu Dikky tentang hal itu.

"Kalau nggak ngedukun, tahu darimana lo soal itu?"

"Abis kamu nanyanya lucu sih!" ujar Dikky di sela tawanya.

"Terus lo tahu darimana?" tanyaku lagi.

"Ini cuma tebakan yang beruntung." Jawab Dikky singkat.

Uuh! Jawaban Dikky mengecewakan? Mana mungkin ini hanya tebakan yang beruntung? Tebakan yang beruntung yang sangat tepat.

"Nggak mungkin!" Bantahku

"Kalau nggak percaya ya udah."

Sebenarnya aku masih ingin bertanya. Tapi, ya sudahlah, lebih baik kulupakan saja. Aku malas menanyainya lagi.

Dikky mengajakku ke kedai ice cream lain. Dia memesan ice cream vanila untukku dan ice cream cokelat untuk dirinya. Aku bingung sendiri memikirkan Dikky. Dia begitu tahu yang ku mau. Biasanya kalau Aldy yang mengajakku, dia selalu memesankan ice cream cokelat untukku. Dan aku harus berusaha menahan rasa eneg untuk menghabiska ice cream cokelat. Aldy tak tahu kalau aku tidak suka ice cream cokelat.

Dua gelas ice cream tersaji di meja kami. Aku langsung menyerbu ice cream vanillaku. Hmm. . . yummy. Kelembutan rasa ice cream vanila ini memanjakan lidahku seperti surga. Rasanya begitu manis dan lembut. Aku sangat menyukainya.

"Thanks." Kataku pada Dikky.

"Nggak usah bilang makasih. Anggap aja ini permintaaan maafku."

Jawab Dikky.

"Kalau kamu suka, kamu boleh kok mesen lagi." Lanjutnya.

"Oke, tapi entar ya kalau yang ini udah abis." Aku langsung menerima tanpa basa-basi.

Kami terdiam sejenak. Aku terlalu sibuk menghabiskan ice creamku. Sedangkan Dikky sejak tadi menatapku. Aku jadi salting sendiri.

"Kenapa lo nglihatin gue?" tanyaku setelah sekian lama Dikky melihat kearahku.

Dikky terdiam.

"Mulut gue belepotan ya?" Aku bertanya lagi sambil mengusap mulutku.

"Enggak, mulutmu nggak belepotan kok."

"Dikk, sebenarnya kenapa sih tadi lo pake ngaku-ngaku pacar gue segala?" tanyaku datar. Memang tadi aku tidak mau mendengar penjelasannya, tapi sekarang itu yang paling aku butuhkan.

"Gue kan malu, Dikk. Lo tahu kan kalau gue udah punya pacar?" tambahku.

"Iya, aku tahu. Tadi itu aku cuma bercanda. Aku nggak tahu kalau akibatnya sampai begini." Jawab Dikky dengan nada menyesal.

"Tapi candaan lo keterlaluan. Orang-orang bisa mikir kita beneran pacaran. Apalagi tiap hari lo jemput gue." Gerutuku.

"Emang kamu malu tiap hari aku jemput?" tanya Dikky seakan-akan bicara, emang apa sih kurangku?

Aku jadi salting sendiri melihat wajah Dikky memelas seperti itu. Sebenarnya laki-laki macam dia sama sekali tidak memalukan. Tapi perbuatannya tadi membuatku malu setengah mati.

"Bukan gitu, Dikk. Pokoknya mulai sekarang lo harus janji kejadian tadi nggak terulang lagi." Pintaku agak memaksa.

"Iya, aku janji."

"Kamu maafin aku, kan?" tagih Dikky.

"Tapi ada syaratnya."

"Apa?"

"Kalau besok Aldy beneran ngambek sama gue, lo harus ngomong ke dia kalau kemaren lo nggak serius. Pokoknya gue nggak mau ya kalau gara-gara lo gue harus putus sama pacar gue." Pintaku.

"Iya, apapun asal kamu bisa maafin aku." Dikky terlihat bersungguh- sungguh. Kuharap dia memang bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

I'm Sorry Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang