Part 19

23 0 0
                                    

Which is better ?

Pagi ini ada yang berbeda di kelasku. Teman-teman sekelasku sibuk belajar. Melihat gelagat mereka, aku tahu kalau pasti hari ini ada ulangan. Tapi aku tak tahu pelajaran apa. Bahkan sebelumnya aku tak tahu hari ini ada ulangan.

"Sy, hari ini ada ulangan ya?" tanyaku pada Sisy yang juga sedang belajar untuk memastikan.

"Lo lupa ya, Kezia? Hari ini kan ulangan IPS. Lo udah belajar belum?" jawab Sisy.

Aku terkejut. "Ulangan IPS?! Mampus gue!" pekikku syok.

Dengan tergesa-gesa, aku membuka tasku dan mengambil buku IPS. Aku berharap di waktu yang sempit ini, aku bisa mengingat persis materi sejarah yang akan keluar dalam soal ulangan. Kalau aku tidak bisa mengingat, gawat! Guru IPS di kelasku agak pelit nilai. Jika jawabanku salah atau kurang sedikit saja, maka nilaiku akan dikurangi. Atau bahkan dinilai salah.

Teet!! Teet!!

Terdengar suara bel berbunyi, menandakan bahwa jam pelajaran pertama telah usai dan berganti jam pelajaran kedua.

"Waktu habis! Jangan ada yang mengerjakan soal. Sekarang kita koreksi." Kata Bu Siska.

Anak-anak menuruti perintah Bu Siska. Mereka berhenti mengerjakan soal dan bersiap-siap mengoreksi jawaban mereka. Bu Siska maju ke depan dan menulis jawaban yang benar di papan tulis. Anak-anak mulai mengoreksi jawaban mereka. Begitu pula denganku. Ku cermati dan kucocokkan jawabanku dengan jawaban yang tertulis di papan tulis.

"Nomor satu . . . bener, nomor dua.. bener, nomor tiga. . .." Gumamku mencocokkan.

"Ck, ah, pake kurang segala sih nomor tiga!" Gerutuku sambil memberi tanda setengah pada soal nomor tiga.

Aku telah mengoreksi soal sampai nomor sembilan. Nilai yang ku dapat hanya 6,5. Nilai itu belum cukup untuk mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Aku harus mendapat nilai 7,5 untuk menyelamatkan diri dari remed.

Harapanku hanya tinggal nomor 10. Aku mencocokannya dengan seksama. Semoga saja jawabanku benar.

"Imperialisme adalah suatu paham yang bertujuan untuk melakukan perluasan kekuasaan untuk dijadikan daerah jajahan dengan jalan menguasai semua segi kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan ideologi."

Gumamku membaca tulisan di papan tulis.

Kemudian aku menunduk membaca jawabanku sendiri. Mataku mendelik kaget saat kulihat jawabanku tak sama dengan yang tertulis di papan tulis. Aku mencoba bertanya pada Bu Siska.

Siapa tahu kali ini Bu Siska mau berbaik hati padaku dengan membenarkan jawabanku. Aku menghela nafas dan mengacungkan jari.

"Iya?" sahut Bu Siska setelah menangkap maksudku.

"Nomor 10 kalau jawabannya, Imperialisme adalah paham yang bertujuan untuk memperluas daerah kekuasaan untuk dijadikan daerah jajahan dengan cara menguasai semua segi kehidupan, betul nggak, Bu?" tanyaku sambil membacakan jawabanku.

Bu Siska berpikir sejenak. Aku jadi harap-harap cemas menunggu jawaban Bu Siska. Setelah berpikir, Bu Siska menjawab dengan tegas.

"0.5."

Aku syok mendengar jawaban Bu Siska. Jawabanku hanya kurang sedikit. Masa hanya diberi nilai 0,5? Padahal kurasa jawabanku hampir persis seperti yang tertulis di papan tulis.

"Yah, Bu, masa cuma 0,5? Jawaban saya kan hampir sama kaya di papan tulis." Komplainku.

"Tapi jawabanmu kurang kan?" sahut Bu Siska.

Ucapan Bu Siska membuatku gregetan. "Yaelah, Bu. cuma kurang dikit! Satu ya, Bu.." Pintaku dengan wajah sendu.

"0,5. Tidak bisa di ganggu gugat."

"Bu, tambah 0,5 aja."

"0,5." Ujar Bu Siska.

Aku mendengus dan berdecak sebel. Akhirnya aku hanya mendapat nilai 70 dan tentunya aku harus mengikuti remedial. Nilai 70-ku sangat menyebalkan. Padahal hanya kurang 0,5 saja untuk selamat dari remedial. Huh ... sial!

***

Aku duduk sendiri di depan kelas sambil melihat sekelilingku yang lumayan ramai. Sekarang jam istirahat. Sebenarnya tadi Sisy dan Rossa mengajakku ke kantin. Tapi aku malas ikut mereka, aku sedang bad mood. Ketika aku sedang menyendiri, aku melihat Aldy lewat di hadapanku.

"Aldy !" panggilku.

Aldy menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arahku. "Apa?"

"Aku mau curhat. Aku lagi bete nih." Kataku.

"Oh, ternyata kamu masih butuh aku?" kata Aldy sinis.

"Apa maksud kamu?" Uh, Aldy. Aku sedang bad mood dan ingin curhat padanya malah Aldy bicara sinis.

"Kenapa kamu nggak curhat aja sama bodyguard kamu?" sindirnya.

"Maksud kamu Dikky? Kenapa kamu bawa-bawa dia? Emang apa hubungannya sama dia?" tanyaku tidak mengerti.

"Jelas kan kamu lebih mentingin Dikky daripada aku? Jadi, kalau kamu butuh temen curhat, curhat aja ke orang yang lebih penting."

Aku baru mengerti maksud Aldy. Dia pasti marah atas kejadian kemarin dan menganggap aku membela Dikky. Kenapa Aldy sulit sekali mengerti keadaan? Aku menyuruhnya pulang untuk kebaikannya juga. Bukan karena mementingkan Dikky daripada dirinya.

"Aku nggak mentingin Dikky, Al. Jelas aku mentingin kamu. Kamu pacar aku. Aku sayang sama kamu." Kataku meyakinkan.

"Kalau gitu, terus kenapa kemarin kamu nyuruh aku pulang? Kenapa nggak Dikky aja yang kamu suruh pulang?"

"Itu karena. . . karena aku nggak mau kamu dimarahin orang tua aku.

Kamu ingat kan kalau kita backstreet. Jadi kupikir lebih baik pulang bareng Dikky."

Aldy terdiam, tidak menjawab perkataanku.

"Al. Plis dong. Jangan ngambek gitu sama aku. Aku beneran nggak bermaksud menomorduakan kamu." Ujarku lirih.

Aldy menoleh ke arahku. Ekspresinya melunak ketika melihat wajahku. Pasti wajahku begitu memelas.

"Oke, aku maafin kamu. Aku ngerti masalah kamu." Kata Aldy akhirnya.

Aku tersenyum lega. "Makasih ya, Al kamu mengerti masalahku."

Aldy duduk di sampingku dan sekarang hubungan kami kembali seperti semula. Tak ada lagi perselisihan.

"Tahu nggak, Al. Walaupun aku dijodohin saam cowok lain, walau sekarang kita backstreet, aku selalu memperjuangkan cinta kita. Aku selalu berusaha supaya perjodohanku dengan Dikky dibatalin supaya kita bisa bersama selamanya. Dan aku nggak akan menyerah." Kataku tegas.

Aldy tersenyum senang. "Iya, sayang. Aku tahu. Aku juga akan terus mencintai kamu dan nunggu kamu." Kata Aldy lembut.

Leganya akhirnya kini kami kembali akur. Sebetulnya aku masih ingin curhat mengenai nilai ulanganku. Tapi, aku tak mau merusak suasana indah ini. Lebih baik saat ini kusimpan atau kulupakan senejak masalahku.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm Sorry Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang