Part 8

33 4 0
                                    

WHO IS HE ?

Pagi ini lumayan membosankan. Aku hanya berdiam diri di ruang tamu. Mau nonton TV kalau sudah jam sepuluh keatas kartunnya jelek-jelek, mau nytel DVD.. aku sudah bosan dengan film koleksiku. Mau pergi keluar. . . uh, jangankan pergi, melangkahkan kaki dari rumah saja rasanya berat. Apalagi hari ini cuaca diluar cukup panas.

Akhirnya aku hanya menytel radio sambil membaca novel yang ku pinjam dari perpustakaan dua hari yang lalu.

Beberapa saat kemudian, Mama datang dan duduk di sampingku.

"Clara, gimana acara kemaren?" tanya Mama.

"Biasa aja." Sahutku cuek sambil terus menatap novel yang tengah ku baca.

"Evan anaknya gimana?"

"Nggak tahu." Kataku asal sambil membalik novel ke halaman selanjutnya. Aku malas membicarakan pertemuan tidak mengenakkan semalam.

"Kok nggak tahu? Emang semalam kamu nggak kenalan?" tanpa kenal menyerah, Mama terus menanyaiku.

"Enggak, dan nggak akan pernah." Ujarku ketus tak peduli.

Mama mengerutkan dahinya. "Kamu kenapa sih? Kok nggak suka sama Evan? Emang apa kurangnya dia?"

Akhirnya aku menoleh Mama. "Dari awal kan aku udah bilang. Aku nggak mau dijodohin, Ma."

Mendengar perkataanku, kemarahan Mama tersulut. "Tapi dulu Mama pernah janji sama Tante Sisil buat jodohin anak kita. . ."

"Terserah, itu urusan Mama!" Selaku kesal.

"Mama nggak abis pikir sama kamu. Kenapa kamu benci banget sih sama Evan? Dia anak baik. Dan tampangnya juga nggak jelek-jelek amat. Lagian dulu waktu kecil kalian kan temenan akrab? Masa kamu nggak ingat?"

Ah, terserah Mama sajalah, ujarku dalam hati. Aku sudah menutup telinga dari omongan Mama dan sibuk mendengarkan musik dari radio yang kusetel. Aku tidak tahu apa yang Mama bicarakan. Aku sudah malas mendengarkan Mama sejak pembukaan topik.

Aku segera beranjak dari sofa ruang tamu dan melangkah cepat ke kamar.

"Clara! Mama belum selesai ngomong!" teriak Mama tanpa kuhiraukan.

Sesampainya di kamar, aku langsung membanting pintu dan menyetel musik keras-keras dari stereo kamarku sambil berteriak. . ..

"Terserah Mama mau ngomong apa! Aku nggak mau dengar! Paling Mama mau ngomongin Evan kan?! Males Ma aku dengerin! Toh Mama nggak pernah dengerin omongan aku!" kuungkapkan isi hatiku, sejujur- jujurnya dengan keras. Sekeras musik yang mengalun dari radio ruang tamu dan stereo dikamarku.

Dari luar, aku mendengar Mama mengomel.. Masa bodoh. Mama memanggilku sambil mengetuk pintu kamarku. Aku tidak membukakannya. Kubiarkan Mama mengetuk pintu dan terus memanggilku, paling nanti kalau sudah capek Mama akan berhenti sendiri.

***

Malam ini aku sudah duduk manis di depan TV yang terletak di ruang tengah. Kebetulan box office movie spesial liburan kali ini menayangkan film Harry Potter seri kedua. Sebenarnya aku sudah berkali-kali menontonnya, tapi aku tidak pernah merasa bosan. Walaupun sudah tahu - bahkan sudah hapal ceritanya - bagiku film itu tetap seru.

Tiba-tiba saja suara telepon rumah berdering. Aku mendengus kesal. Siapa sih yang menelpon disaat tak tepat? Disaat aku sedang asyik menonton TV?

Walau enggan, aku beranjak dari kursi dan mengangkat telepon.

"Halo?" sapaku.

"Halo, Tante Rika ada?" tanya seseorang yang menelponku.

"Tante Rika lagi keluar. Ini dari siapa?"

"Ini Evan."

Aku tertegun. Jadi yang Evan yang menelpon. Dasar menyebalkan!

"Ini Clara ya?" tanyanya.

"Iya, gue Clara. To the point aja deh, mau apa lo nyari nyokap gue?"

Kataku buru-buru. Aku tidak mau terlalu banyak ketinggalan adegan seru film Harry Potter.

"Sampaikan ke Mama kamu ya, besok Mamaku mau ngajak pergi arisan bareng."

"Udah kan itu aja? Yaudah, bye." Ujarku dingin seraya bergegas meletakkan telepon.

"Eeh . . . tunggu bentar, belum selesai!" Evan mencegahku.

Aku mendengus kesal lalu meletakkan kembali gagang telepon di telingaku. "Apa lagi sih?!"

"Nanti Mamaku jemput Tante Rika jam. . .." Evan berpikir sejenak. Sepertinya dia mencoba mengingat-ingat.

"Jam berapa cepet!" Desakku.

"Jam. . .."

"Sshh ... cepet napa! Lo udah ganggu gue tahu gak! Orang lagi buru-buru mo nonton TV juga!" Omelku.

Evan berdecak. "Nonton apaan sih? Nonton Harry Potter?" tanyanya.

Aku terkejut. Bagaimana dia tahu kalau aku sedang nonton Harry Potter? Seingatku, aku tidak mengatakannya.

"Nah, tuh tahu." Ujarku menyembunyikan keterkejutanku.

"Sama, Ra. Aku juga lagi nonton."

"Terus gue peduli? Cepetan dong kalau ngomong!" ujarku setengah berteriak.

"Siapa sih, Ra?" tiba-tiba Mama muncul.

Aku menoleh Mama yang baru muncul. "Ngomong sendiri sono sama nyokap gue!" kataku pada Evan.

"Nih, Ma ... ada yang nelpon." Aku menyodorkan gagang telepon pada Mama lalu ngeloyor pergi ke ruang tengah.

Aku melanjutkan lagi acara nonton TV-ku untung tadi ada jeda iklan sebentar. Sehingga aku tidak melewatkan filmnya terlalu banyak.

"Kamu kok kasar banget sih sama Evan?" tegur Mama.

"Kan aku udah bilang, aku nggak suka sama dia?" Sahutku dengan mata terpaku pada televisi.

"Mama ngerti kamu nggak suka sama dia. Tapi jangan terlalu judes gitu sama dia. Nggak sopan." Nasehat Mama.

"Biarin, salah sendiri ganggu orang nonton TV." Kataku cuek.

Sepertinya Mama sudah lelah menceramahiku. Mama tidak menjawab dan beranjak ke kamar untuk berganti pakaian.

↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↑

I'm Sorry Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang